Mengapa Manusia Butuh Agama?

Oleh: Nanda, S.Pd

Pascasarjana al-Mushtafa International University, Qum

Mengapa manusia butuh agama? Dari mana sumber agama sehingga manusia sangat membutuhkannya? Pertanyaan ini yang selalu terngiang-ngiang dalam diri manusia. Untuk menjawabnya, kita perlu mendefinisikan terlebih dahulu, apa itu agama? Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu A yang berarti tidak, sedangkan Gama bermakna kacau. Jadi, Agama secara bahasa dapat kita artikan tidak kacau. dari artinya, orang yang beragama tidak akan pernah kacau. Mengapa tidak kacau? Sudah barang tentu, ada hukum yang mengikatnya agar manusia tidak kacau.

Secara istilah, agama adalah separangkat hukum dan norma yang berasal dari Tuhan untuk diyakini sebagai pedoman hidup. Lalu, apakah setiap hukum itu disebut agama? Tentu saja tidak, sebab agama harus mampu menjawab pertanyaan manusia tentang titik mulai dan titik akhir kehidupan, dan cara untuk mengetahui tujuan penciptaannya.

Pertanyaan selanjutnya, darimana agama itu bersumber sehingga agama sangat dibutuhkan oleh manusia? Mengenai pertanyaan ini, terdapat dua pandangan. Pertama, pandangan ateis. Mereka menganggap bahwa  orang yang beragama tidak ada peran Tuhan di dalamnya. Keberagamaan manusia bukan karena perintah Tuhan, namun keberagamaan manusia disebabkan oleh ketakutan manusia akan bencana alam, agama berasal dari kebodohan manusia. Bahkan menurut mereka, adanya agama karena manusia ingin bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Maka, dapat disimpulkan bahwa agama merupakan hasil karya manusia. Kedua, pandangan non-ateis. Menurut pandangan ini agama muncul disebabkan oleh tiga faktor yaitu:

  1. Akal/Rasional

Allah menganugerahkan akal kepada manusia—tidak diberikan kepada hewan—untuk berpikir. Tidak disebut manusia bila tidak berpikir, bahkan satu-satunya pekerjaan manusia adalah berpikir. Dengan adanya akal yang diberikan Allah swt. pada diri setiap manusia, ia mampu memastikan adanya Allah, Pencipta alam semesta. Sebab, keberadaan alam semesta yang lemah, terbatas, serba kurang dan saling membutuhkan pasti merupakan makhluk. Hal itu memastikan adanya al-Khâliq yang menciptakannya. Dengan demikian, kebutuhan manusia pada agama didorong oleh kesimpulan akal. Lebih jauh, akal manusia juga mampu memilah dan memilih akidah dan agama yang benar. Akidah batil akan dengan mudah diketahui dan dibantah oleh akal manusia. Sebaliknya, argumentasi akidah yang benar pasti tak terbantahkan karena memiliki kesesuaian logika.

Baca Juga:  Gerakan Averroisme di Barat

2. Fitrah

Manusia tidak akan pernah terlepas dari agama. Manusia senantiasa memerlukan agama. Oleh karena itu, agama sangat penting bagi kehidupan manusia. Betapa tidak,  keberaagamaan manusia merupakan fitrah manusia. Allah swt. berfirman, “Maka, hadapkanlah wajahmu (Nabi Muhammad saw.) kepada agama (yang disyariatkan Allah  yaitu agama Islam) dalam keadaan lurus. (Tetaplah mempertahankan) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya (fitrah itu). Tidak ada perubahan pada ciptaan (yakni fitrah) Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (yakni tidak memunyai penhetahuan yang benar)” (QS. Ar-Rum [30]: 30) 

Dari ayat di atas, Allah menegaskan bahwa manusia diciptakan sesuai fitrahnya yakni fitrah keberagaman. Manusia sejak dari awal penciptaannya sudah ada fitrah keberagaman. Ada empat fakta ilmiah tentang fitrah beragama dalam diri manusia.

Pertama, penelitian oleh neuropsikolog bahwa adanya God spot dalam otak manusia. God spot merupakan pusat spiritual yang terletak di antara jaringan saraf temporal lubes pada otak.

Kedua, riset ahli saraf Austria, Wolf Singer menunjukkan bahwa ada proses saraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup manusia.

Ketiga, riset Rudolf Linas tentang kesadaran saat terjaga dan saat tidur serta ikatan peristiwa kognitif dalam otak. Hal tersebut dapat kita lihat dengan bantuan teknologi MEG.

Keempat, Penelitian Terrance Deachon yang menunjukkan adanya perkembangan dibagian otak frontal lobes. Frontal lobes inilah yang menjadi landasan bagi manusia tentang keberadaan fitrah keberagamaan dalam diri manusia.

3.  Wahyu

Munculnya agama karena kehendak Allah swt. Allah menciptakan agama untuk manusia untuk menunjukkan jalan yang benar. dalam konteks ini Allah menurunkan Nabi dan Rasul beserta kitab-kitab suci-Nya. Semoga Allah menuntun kita untuk menuju jalan yang benar, sebagaimana bunyi ayat, “Bimbinglah kami ke jalan lebar yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat” (QS. Al-Fatihah [1]: 6-7).

Baca Juga:  Mengenal Al-Faruqi (3): Dua Tawaran Cerdas untuk Solusi Umat Muslim
0 Shares:
You May Also Like