Kenal Diri Kenal Tuhan

Oleh: Reyhandito Arifin

Mahasiswa Ilmu Politik UI

Keramaian serta kebisingan sudah menjadi nafas setiap saat di bumi kita tercinta. Saking ramai dan bisingnya hingga kita sulit untuk objektif memandang segalanya dan sulit mengenal diri kita sendiri. Kepanikan, kecemasan dan ketakutan sudah menjadi konsumsi sehari-hari, hingga kebahagiaan sejati yang seharusnya timbul dari dalam diri sendiri sudah sulit sekali ditemukan. Yang ada sekarang hanyalah kesenangan jangka pendek, yang terkadang diperoleh karena kita panik jika tidak disenangi teman, cemas ditinggal orang dan takut kehilangan eksistensi di pergaulan hidup sehari-hari. Akhirnya, karena keresahan-keresahan itu kita memilih mengikuti arus dan tenggelam pada kesenangan yang sebenarnya kita tidak menemukan kebahagiaan yang genuine.

Di tahun 2020, banyak berbagai peristiwa yang mengkhawatirkan terjadi seperti; pandemi Covid-19 dan diselingi oleh kejadian-kejadian menakutkan lainnya. Nampaknya hal ini mengajak kita untuk kembali berkontemplasi, memahami diri agar kita bisa memahami bahasa semesta yang ada sekarang.

 Dalam Tasawuf ibadah ditujukan agar kita selalu berada dalam keadaan “zikir” atau “ingat”. Zikir bukan hanya pergi ke masjid dan memegang tasbih, lalu merasa dirinya yang paling banyak pahala dan merasa paling saleh di antara yang lainnya. Segala yang kita lakukan seperti shalat, memasak, mengerjakan tugas sekolah dan kegiatan apa pun itu yang dilakukan dengan kondisi ingat kepada Allah itulah zikir. Bahkan dikatakan oleh Nabi bahwa, “Shalatlah adalah agar kita ingat”.

Lalu, apa makna ingat? Tentu mengingat siapa diri kita dan mencari apa peran kita di dunia ini sebagai tajalli atau manifestasi dari Allah swt. Dalam sebuah hadis dikatakan, “man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa Rabbah yakni barang siapa mengenal dirinya, maka ia kenal Tuhannya”.

Baca Juga:  Mengenal Tasawuf Sebuah Catatan dari Pelajar Katolik

Jika kita mengacu pada hadits di atas, seharusnya kita semua berusaha mengenal diri sendiri terlebih dahulu, tidak perlu mencari Tuhan di luar sana, karena Tuhan ada di dalam diri kita sendiri jika kita mau mencarinya. Dikatakan dalam Alquran, “…dan Kami (Allah) lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. (QS. Qaf [50]:16) Artinya Tuhan lebih dekat daripada diri kita sendiri. Memahami Tuhan dengan jalan seperti ini akan menghantarkan kita kepada Tuhan yang sesungguhnya, bukan Tuhan yang kita ada-adakan sesuai pikiran kita, atau pula Tuhan yang menakutkan dan selalu mengancam neraka seperti yang banyak digaungkan saat ini oleh sebagian tokoh agama.

Untuk memahami maksud dari “kenal diri maka kenal Tuhan” akan saya jelaskan dengan pertanyaan filosofis berikut. Apa yang membuat Anda menjadi Anda? Jika Anda melakukan operasi plastik seluruh tubuh hingga rupa Anda berbeda. Lalu, Anda di brainwash secara psikologis hingga Anda berbeda dari sifat yang Anda miliki sebelumnya, apakah Anda tetap bisa dikatakan sebagai Anda? Anda bisa menjawab pertanyaan itu sendiri.

 Yang ingin saya sampaikan adalah tidak ada “aku” yang absolut karena semua bisa berubah begitu pun dengan akal, kesadaran dan identitas. Maka tidak heran ada sufi seperti  Syaikh Abu Mansur Al-Hallaj yang mengatakan, “Ana al-Haq yangartinya akulah yang Maha Benar (Allah)”. Beliau dianggap sesat oleh kaum awam, karena dianggap musyrik dan telah mengaku sebagai Tuhan. Padahal pernyataan itu diucapkan karena beliau sudah menganggap hakikat dirinya dan keberadaannya itu tidak ada, karena yang ada hanyalah Allah dan Dia ialah Dzat Yang Maha Kekal.

 Jika kita ingin jujur, selama ini kita menganggap diri kita terlalu penting dan merasa ada, sehingga kita sering merasa sakit hati dengan ucapan orang atau bahkan tidak terima dengan takdir Tuhan. Terkadang kita teriak-teriak takut kepada Tuhan, tapi kalau kita jujur, kita itu hanya takut kepada neraka —yang merupakan makhluk-Nya— bukan takut kepada Tuhan, padahal jika kita sadar bahwa Tuhan itu selalu bersama kita. Seharunya surga dan neraka bukan lagi menjadi tujuan beribadah kita, karena tidak ada keindahan dan puncak kebahagiaan selain berada bersama Tuhan. Dan tidak ada yang lebih menakutkan daripada lupa dengan Tuhan.

Baca Juga:  Menjadi Manusia Berpengetahuan Yang Humanis

Mari kita bermeditasi, meniadakan diri sejenak sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. saat di gua Hira. Dengan melakukan meditasi, baik dengan cara duduk sila kemudian menegakkan badan agar udara dapat masuk sempurna memenuhi ulu hati kita, lalu kita menikmati masuk dan keluarnya nafas, sambil diiringi dengan zikir untuk mengingat-Nya, insya Allah kita akan menemukan kebahagiaan yang genuine dan merasa fresh menjalani kehidupan sehari-hari. Selamat mencoba…

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Kemarahan Suci?

Oleh: Haidar Bagir Pengasuh Nuralwala: Pusat Kajian Akhlak dan Tasawuf Lama saya berpikir, kenapa ketika sedang berbicara tentang…