Menjadi Manusia Berpengetahuan Yang Humanis

Oleh: Muhyidin Azmi
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sebelum berbicara lebih jauh tentang Menjadi Manusia Berpengetahuan yang Humanis, akan lebih bijak jika terlebih dahulu disinggung tentang epistemologi. Sebab, teori tentang epistemologi merupakan bagian yang paling sentral dan menjadi pusat dalam pemikiran para filsuf dalam mengaktualisasikan pemikiran filosofisnya. Epistemologi dalam bahasa Yunani disebut dengan episteme yang memiliki arti pengetahuan, dan logos yang memiliki arti diskursus. Epistemologi, merupakan cabang filsafat yang berkaitan erat dengan teori pengetahuan.

Pengetahuan merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik dalam kehidupan kita sebagai manusia. Sebab, dengan pengetahuan secara prinsip seseorang akan dapat membedakan antara makhluk tingkat rendah dan makhluk tingkat tinggi, yaitu manusia. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan yang namanya pengetahuan, pengetahuan bagi manusia merupakan seperangkat yang akan membimbingnya menjadi manusia yang memanusiakan manusia dan manusia yang memuliakan kemanusiaan, dan dengan pengetahuan pula manusia dapat membahasakan kebenaran dan kebesaran Tuhannya.

Pengetahuan merupakan keniscayaan dan modal bagi setiap umat manusia untuk mengarungi bahtera kehidupan di dunia yang fana ini, oleh sebab itu, dalam Islam manusia dituntut untuk mencari ilmu yang bermanfaat dan menghindarkan diri dari mencari ilmu yang tidak bermanfaat. Pengetahuan merupakan kebutuhan manusia karena ia merupakan makhluk yang gelisah, manusia merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan akan jawaban atas segala dan banyaknya pertanyaan tentang makna hidup dan tujuan hidup. Dan hanya dengan pengetahuanlah manusia dapat menjawab segala macam dan jenis pertanyaan yang ia ketemukan.

Terkait dengan fokus perbincangan atau pun pembahasan dalam tulisan ini, penulis mengutip buku karangan Achmad Charris Zubair yang berjudul Etika dan Asketika Ilmu (Pengetahuan). AC. Zubair mengemukakan dalam bukunya bahwa dewasa ini, pengetahuan harus bertautan dengan etika. Sebab, tidak ada pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur dengan pertanyaan, apakah sesuatu itu baik atau jahat? Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai suatu penilaian yang memperbincangkan bagaimana nilai yang mengelola kelakuan atau laku manusia sebagai manusia, yang menjalani hidup di dunia dengan banyaknya aspek sosial yang harus dihadapi.

Baca Juga:  Menyoal Islamofobia

Sesuai dengan penjelasan di atas, penulis memiliki pandangan bahwa manusia yang berpengetahuan ialah manusia yang memiliki dan yang selalu mengutamakan tanggungjawab etis terhadap pengetahuan (teori dan praksis), ia yang menyadari akan hal-hal yang harus dikerjakan atau tidak dikerjakan. Manusia yang mengorbankan kepentingan individu demi kepentingan umum, tanggungjawab etis ini tidak bisa terlepas dari kesadaran etis manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan dan sebagai makhluk yang memiliki derajat tinggi di sisi Tuhan. Etika (etis) secara tidak langsung termasuk dalam kawasan pengetahuan, etika (etis) juga tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan mengenai pengetahuan.

Penerapan pengetahuan dalam kehidupan sosial sangat membutuhkan peranan etika (dimensi etis) sebagai pertimbangan, yang dalam kaitannya manusia yang berpengetahuan ialah ia yang menyadari kodrat dirinya sebagai manusia, menyadari martabatnya, sadar untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam, bertanggung jawab pada kepentingan umum, karena pada dasarnya pengetahuan berfungsi untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia dan seluruh makhluk yang hidup di muka bumi, dan bukan untuk menghancurkannya.

0 Shares:
You May Also Like