Gelap

Oleh: Nizar Afifi

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pak Mursyid dan Bu Aminah merupakan pasangan suami istri yang saat ini hanya tinggal berdua. Mereka mengirim dua anaknya untuk bersekolah di pulau seberang. Jadi, tidak heran jika banyak hal yang mereka pilih untuk dilakukan bersama seperti halnya berbuka puasa.

Setelah selesai berbuka, Pak Mursyid dan istrinya (Ibu Aminah) menyempatkan diri untuk istirahat sejenak sembari mengendurkan perut yang begah karena kebanyakan makan saat berbuka. Dalam kondisi seperti inilah beliau berdua terbiasa untuk laporan tentang hari yang telah mereka lalui, mulai dari barang dagangan yang laku, sampai topik terkini tentang virus COVID-19.

“Pak, gimana jualannya tadi?” Ucap Bu Aminah membuka percakapan

“Alhamdulillah bu, ada aja yang masuk ke toko, yah ada yang lihat-lihat aja, ada yang nawar tapi engga jadi beli, tapi alhamdulillah-nya hari ini bantal laku 3 sama spreinya satu ” Jawab Pak Mursyid.

“Alhamdulilla Pak, waktu wabah kaya sekarang masih ada yang laku. Oh iya gimana pak program relawan COVID-19 di linkungan kita, ada berita baru?” tanya Bu Aminah penasaran.

“Alamdulillah Bu, sebentar lagi kita mau bagikan sembako tahap kedua.” Benar saja Pak Mursyid dapat menjawab pertanyaan Bu Aminah dengan tegas. Kebetulan saat itu Pak Mursyid menjadi ketua dari tim relawan tersebut.

“Semoga aja engga ada salah paham lagi ya Pak, kaya kemarin pas pembagian sembako gelombang pertama. Gara-gara banyak orang yang mendadak merasa miskin dan minta sembako, padahal salah satu dari keluarganya masih bisa bekerja. Yaudah Pak ayo jamaah Maghrib dulu, nanti dilanjut lagi”.

            Pasangan suami istri itu lantas shalat tiga rakaat berjamaah.

Baca Juga:  Kisah Perjumpaan Rumi dengan Syams Tabrizi

Selepas Maghrib mereka berdua kembali menuju ke teras rumah untuk menikmati dinginnya angin malam di tengah suhu ruangan yang lebih panas dari biasananya. Di tengah gelapnya malam, seseorang lewat depan rumah dan menyapa keduanya.

“Monggo Pak Mursyid”

“Oh, enggeh” sahut Pak Mursyid yang entah beliau tahu atau tidak siapa yang menegurnya barusan.

“Siapa Pak?” Tanya Bu Aminah

“Enggak tahu Bu, peteng jadi enggak kelihatan”

“Oalah Pak-Pak sampeyan iku”

Dari sini Pak Mursyid sedikit berpikir lebih lama. Apakah nanti ketika Hari Akhir saya akan diakui menjadi umat Muhammad saw. dan mendapat syafaat. Lebih dalam lagi beliau berpikir bagaimana hamba seperti saya mendapat syafaat di antara sekian juta umat beliau mulai dari zaman sahabat sampai zaman sekarang ini, apakah mungkin? Sementara saya sendiri yang masih di dunia tidak dapat mengenali seseorang yang menyapanya, hanya karena kurangnya penerangan.

Tak lama, beliau teringat oleh pesan yang disampaikan oleh guru ngajinya ketika  zaman SD dulu.

“Anak-anakku sekalian, apakah kalian sudah bisa berwudhu?” Tanya Pak ustad

Kami semua menyahut kompak “Alhamdulillah Pak, kan kemarin kita sudah praktek wudhu bersama”.

“Alhamdulillah kalau begitu, jadi nanti ketika Hari Akhir tiba Rasulullah akan mengenali umatnya dari wajahnya. Mereka yang sering berwudhu wajahnya akan terlihat bersinar, dan itu sebagai pertanda bahwa dia adalah umat Muhammad.”

“Pak, Pak ko bengong” ucap Bu Aminah dengan nada sedikit dinaikkan.

Pak Mursyid yang terkejut hanya bisa menyahuti sang istri dengan kata “engga ada apa-apa Bu”

“Oh ya udah, ayo Pak sudah waktunya shalat Isya’ sekalian tarawih”

Mendengar kata-kata dari sang istri, dan teringat dengan pelajaran yang didapatkan beliau saat mengaji dulu, beliau langsung bergegas mengambil wudhu untuk dilanjutkan dengan ibadah bersama.

Baca Juga:  Ketika Orang Miskin Mengadu kepada Kanjeng Nabi Perihal Ibadah

Melihat hal itu, Ibu Aminah terkaget karena tidak biasanya sang suami cak cek cak cek saat diajak shalat Isya’ dan tarawih berjamaah. Biasanya Pak Mursyid selalu menunda-nunda dengan alasan perut yang masih begah karena saat berbuka melahap apa saja yang ada di depan mata.

Setelah Pak Mursyid selesai mengambil wudhu, kemudian disusul oleh Bu Aminah. Sembari menunggu, Pak Mursyid mempersiapkan peralatan untuk beribadah mereka berdua.

“Shalat Isya’ dan tarawih berjamaah mereka laksanakan dengan khusyu’”

Setelah tarawih, Bu Aminah melanjutkan kegiatannya dengan tadarus Al-Qur’an yang orang-orang lakukan pada umumnya setelah shalat tarawih. Sementara Pak Mursyid melanjutkan permenungannya. Beliau berpikir mengenai banyaknya kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh umat Islam saat Bulan Ramadhan.

“Kenapa kegitan-kegiatan seperti ini hanya saya temukan saat bulan Ramadhan, sementara bulan-bulan lainnya tidak” pikir Pak Mursyid

Lama beliau berpikir, akhirnya beliau menyimpulkan “Ternyata Ramadhan ini adalah sebuah momentum bagi seorang hamba untuk meningkatkan kualitas keimanan dan mendekatkan diri kepada pencipta-Nya. Hal ini seperti ketika kita sedang betanding badminton, ketika pemain sudah mendapatkan momentum yang pas, maka perolehan angka akan terus mengalir hingga poin terakhir dan memenangkan pertandingan”.

Namun yang menjadi catatan khusus oleh beliau di sini adalah bagaimana kita mendapatkan momentum tersebut dan menjaganya sampai akhir.

Kesimpulan permenungan tersebut membuat beliau langsung beranjak dari tempatnya untuk mengambil Al-Qur’an menyusul sang istri tercinta.

0 Shares:
You May Also Like