Sarana Etis dalam Menyikapi Pluralitas Umat Beragama

Oleh : Dayu Aqraminas, M.H, M.Ag

Direktur Ma’had Tarbiyah al-Mujahadah

Pluralitas umat beragama merupakan wujud faktual dan keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Isu ini menjadi suatu gagasan sikap untuk tetap preventif dan kuratif dalam masalah kerukunan umat beragama. Kasus seperti ini, seseorang dituntut untuk bisa bersikap dan berekspresi baik agar kerukunan antarumat beragama terjalin dengan harmonis.

Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang mencoba untuk mengembangkan sikap dan ekspresi dalam pluralitas umat beragama yang merujuk langsung kepada nash—Al-Qur’an dan Hadis—namun hasilnya belum sampai kepada tahap tujuan nash. Sederhananya, ayat-ayat yang diteliti masih reduksionis tinimbang holistik dan pemahamannya telalu rigiditas daripada elastisitas.

Kesalahan inilah yang kemudian dalam tulisan ini menawarkan sebuah pendekatan baru dalam kajian tafsir (tafsir maqashidi) yang menyingkapi maksud-maksud ayat. tujuan yang dihasilkan akan sesusai dengan ma’rifah maqāid al-Khitab. Salah satu langkah yang digunakan adalah dimensi sarana (wasā’il) dan tujuan-tujuan (ghayah).

Dimensi ini berguna untuk membedakan antara ayat-ayat Al-Qur’an yang digunakan sebagai wasa’il (sarana) dalam pluralitas umat beragama dan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi ghayah (tujuan). Perlu diketahui, ayat-ayat yang berkaitan dengan sarana (wasā’il) bisa ditafsirkan secara konsisten dan berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu. Sebaliknya, ayat-ayat yang memiliki unsur tujuan (ghayah) diimplementasikan secara final dan tidak berubah-ubah.

Sebagai contoh, mengejewantahkan perdamaian merupakan ghayah (tujuan).Banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang perdamaian, dan saat bersamaan ayat ini secara implementasi tidak akan berubah-ubah. Namun yang harus diperhatikan adalah mewujudkan perdamaian tentunya memerlukan sarana-sarana, salah satunya meninggalkan pertikaian antar sesama. Ayat-ayat yang membicarakan tentang menghindari pertikain sangatlah banyak, namun ekspresi dan dalam mengimplementasikan bisa berbeda-beda dengan situasi dan kondisi tertentu.

Baca Juga:  Anak Abnormal: Rasionalitas & Keimanan

Kebutuhan Etis dalam Menyikapi Pluralitas Umat Beragama

 Etis diartikan sebagai moralitas, akhlak, perilaku yang merupakan ruang lingkup tasawuf dalam pengamalan kehidupan sehari-hari. Kebutuhan etis ini sangat diperlukan dalam membangun kerukunan umat beragama. Fondasi ini dijadikan sebagai sarana yang menghasilkan ekspresi-ekspresi cinta kasih sesama umat beragama.

Semangat prinsip pluralitas, baik itu perdamaian, keadilan, persatuan, maupun lainnya hanya bisa terwujud melalui sarana-sarana etis. Fondasi etis yang sangat berpengaruh untuk mewujudkan kerukunan umat beragama adalah menebarkan kasih sayang. Sikap ini menghimpun dari semua sikap etis yang lainnya, seperti saling menghormati, pemaaf, anti kekerasan, memberikan hak orang lain dsb.

Misalnya dalam QS. Ali ‘Imran [3] 159 menjelaskan sikap seseorang untuk menjadi pemaaf. Dari historis ayat ini, Nabi Muhammad kebingungan dalam memilih keputusan dari sahabat-sahabatnya bagaimana menangani kasus tawanan perang, satu sisi bertindak tegas dan di sisi yang lain bersikap pemaaf. Menurut Sahal al-Tustarī, ayat ini diartikan tajawaz ‘an zulalihim… yaitu dengan melupakan masalah yang telah lewat dengan cara memaafkan.

Dengan bingungnya Nabi Muhammad saw. dalam memutuskan kedua pendapat tersebut, Allah memberikan solusi dengan turunnya wahyu yang berisikan tentang dukungan dari salah satu pendapat sahabat yang menyikapinya dengan cara bersikap pemaaf.

Lantas mengapa memilih untuk memaaf? tujuannya sangat sederhana sekali. Agar menjadi alternatif dalam penyelesaian konflik dalam kelompok, atau spektrum yang lebih luas adalah mewujudkan perdamaian.

Kasus lain misalnya, penerapan hukum qisas tidak lagi berbicara bunuh dibalas bunuh. Melainkan menekan pada prinsip etis-moralitas. Hal ini dapat dilihat dengan adanya alternatif yang ditawarkan Al-Qur’an, yaitu membayar diyat, memberi maaf, dan menyelesaikannya secara kekeluargaan. Alternatif ini bertujuan untuk menyelesaikan konflik dengan mengedepankan toleransi dan menghilangkan rasa dendam.

Baca Juga:  Muhammad Iqbal Bicara Mengenai Kesetaraan

Inilah salah satu bentuk sarana etis yang menjadi langkah awal untuk mencapai tujuan dalam menyikapi pluralitas umat beragama. Masih banyak fondasi-fondasi etis lainnya yang sama-sama bertujuan untuk mencapai prinsip pluralitas umat beragama.

0 Shares:
You May Also Like