Mata Lahiriah dan Mata Batiniah

Cahaya didefinisikan sebagai sesuatu yang tampak dengan sendirinya, sekaligus membuat tampak yang lain. Misalnya cahaya matahari yang tampak dengan sendirinya, sekaligus memberi sinar yang dapat menampakkan yang lain. Untuk “melihat” cahaya diperlukan mata, yaitu mata lahiriah dan mata batiniah.

Cahaya yang dilihat oleh kedua mata tersebut mempunyai derajat ketinggian dan keunggulan yang jauh berbeda. Mata lahiriah kita dapat menampakkan cahaya hanya dalam bentuk dan warna.  Meskipun tampak sangat menakjubkan, namun sebenarnya bentuk dan warna tersebut hanyalah merupakan realitas cahaya yang mempunyai derajat paling rendah, dan hanya kulit atau bagian paling luar saja. Hal ini karena banyak sekali kelemahan mata lahiriah dibandingkan mata batiniah atau akal kita.

Imam Ghazali, dalam Misykatul Anwar menggambarkan mata batiniah yang jauh lebih unggul dibandingkan mata lahiriah. Mata batiniah disebut sebagai “akal” dalam arti khusus. Akal dapat melihat realitas cahaya jauh lebih unggul dibanding mata lahiriah. Akal dapat mencakup semua indra yang ada pada kita.

Ada 7 kelemahan mata lahiriah dibandingkan akal, dalam menampakkan realitas cahaya.

Kelemahan pertama, mata tidak dapat melihat dirinya sendiri, tetapi akal dapat mencerap dirinya. Akal dapat mencerap dirinya, yaitu dengan pencerapan tentang dirinya sebagai yang memiliki pengetahuan, dan mencerap pengetahuan yang dimilikinya, dan pengetahuan tentang pengetahuan yang dimilikinya tentang dirinya, dan seterusnya sampai tak terhingga. Ini merupakan kekhasan yang sama sekali tak dapat dimiliki oleh sarana pencerapan lahiriah seperti mata.

Kelemahan kedua, mata tidak dapat melihat sesuatu yang terlalu dekat atau terlalu jauh darinya, tetapi bagi akal, dekat dan jauh tidak ada bedanya. Dalam sekejap saja, akal bisa naik ke langit tertinggi, dan sekejap berikutnya, ia meluncur turun ke bumi. Bahkan jika telah mencapai hakikat segala sesuatu, tersingkaplah baginya bahwa kedekatan dan kejauhan tak ada bedanya.

Baca Juga:  Memahami Islam Rahmatan lil ‘Alamin Melalui Pendekatan Pendidikan Karakter

Kelemahan ketiga, mata tidak dapat mencerap sesuatu yang berada di balik hijab, tetapi akal dapat bergerak bebas, bahkan di balik selubung langit, di alam malakut, sama bebasnya seperti di alam dunianya sendiri. Bahkan, hakikat realitas segala sesuatu tidak akan terhijab bagi akal. Pada kenyataannya, hijab bagi akal karena ia menghijab dirinya sendiri dengan sifat dan cara yang sama seperti mata menutup dirinya sendiri ketika menutup pelupuknya.

Kelemahan keempat, mata hanya dapat mencerap bagian luar serta bagian permukaan segala sesuatu dan bukan bagian dalamnya, hanya kulit yang berupa bentuk dan warna, dan bukan hakikatnya. Sedangkan akal mampu menerobos bagian dalam segala sesuatu dan rahasianya, mencerap hakikat dan ruhnya, menyimpulkan sebab, sifat, serta hukumnya, darimana ia berasal, bagaimana penciptaannya, tersusun atas berapa bentuk dan makna, apa martabat dan kedudukannya dalam wujud, hubungannya dengan makhluk lainnya, dan yang lain.

Kelemahan kelima, mata hanya dapat melihat sebagian kecil dari realitas. Mata tidak dapat mendengar, tidak dapat mencium bau, merasakan rasa makanan, rasa panas dan dingin, dan berbagai daya indra lain. Demikian pula perasaan kejiwaan, seperti gembira, senang, sedih, gelisah, bimbang, nyeri, bahagia, cinta, rindu, kemauan, pengetahuan, dan yang lain.

Kelemahan keenam, yaitu bahwa mata tidak mampu melihat sesuatu yang tak terbatas. Akal dapat mencerap semua hal yang dapat dipikirkan, sedangkan pikiran dan imajinasi kita adalah sesuatu yang tak terbatas. Memang, bila akal hanya memperhatikan ilmu yang telah diketahuinya, tentu apa yang telah diraihnya adalah terbatas, tetapi akal memiliki potensi untuk mencerap sesuatu yang tak terbatas. Bahkan, akal dapat mencerap pengetahuan dirinya tentang sesuatu dan pengetahuannya tentang pengetahuan dirinya tentang sesuatu, dan seterusnya hingga tak terbatas.

Baca Juga:  BERTEMU AL-GHAZALI DI BASEMENT SEBUAH TOKO BUKU DI HARVARD SQUARE (BAGIAN 3)

Kelemahan ketujuh, yaitu bahwa mata mencerap sesuatu yang besar seakan kecil. Ia melihat matahari sebesar bola dan bintang merupakan kerlip kecil. Akal menyadari bahwa bintang dan matahari berlipat kali jauh lebih besar dari bumi. Mata melihat matahari dan bintang berhenti di tempatnya, dan tubuh anak kecil tetap pada ukurannya. Sedangkan akal mengetahui bahwa matahari dan bintang bergerak terus menerus setiap saat, dan seorang anak bergerak tumbuh dan bertambah besar.

Banyak sekali kesalahan penglihatan mata lahiriah, dibandingkan mata batiniah kita. Mata batiniah kita berada di alam malakut yang sebenarnya ada di depan kita dan sangat dekat dengan kita, namun kita masih terhijab tabir sehingga tidak menyadarinya.

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai, maka ketika Kami singkapkan daripadamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam” (QS. Qaf [50]:22).

“Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami” (QS. Maryam [19]:38).

“Dan, jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal saleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin” (QS. Sajdah [32]:12).

Wallahualam bissawab

0 Shares:
You May Also Like