ILMU MANTIK DI DUNIA ISLAM (3): AL-KINDI

Filsuf Muslim pertama, al-Kindi berasal dari sebuah suku Arab bernama Kindah. Meski tanggal kelahiran dan wafatnya diriwayatkan secara beragam, yang paling mendekati kebenaran di antaranya adalah 796-866 (al-Kindi, 1994). Menurut Abid al-Jabiri, al-Kindi adalah salah satu tokoh Muslim yang pertama meletakkan dasar-dasar pengetahuan yang berlawanan dengan sistem pengetahuan gnostik (irfani) di dunia Arab Islam. Hal ini disebabkan oleh ketekunan dan kerja kerasnya bertahun-tahun dalam menyusun sistem pengetahuan rasional dan empiris (burhani) dengan mengacu kepada pikiran-pikiran Aristoteles. Sistem al-Kindi adalah sistem pengetahuan yang berangkat dari penalaran rasional secara formal, dilanjutkan dengan telaah fenomena-fenomena empiris; bersandar bukan pada pengalaman-pengalaman rohani, melainkan kepada alam fisika dan pengalaman historis masyarkat (al-Jabiri, 1997).

Al-Kindi juga adalah orang pertama yang menerima dan menggunakan mantik sebagai ilmu alat (logika formal) (Taylan, 1996). Dalam sistem pengetahuannya ia menekankan pentingnya mantik dan matematika dalam menetapkan sesuatu. Dalam metode afirmatif (itsbat) dengan menggunakan mantik, al-Kindi lebih banyak menggunakan metode al-Qiyas al-Khulfi. Metode ini mengatakan: untuk menentukan kesalahan dari satu di antara dua perkara, maka dilakukan dengan cara menunjukkan bukti kebenaran perkara yang berlawanan (al-Kindi, 1994). Jangan sampai lupa kita tuliskan di sini bahwa setelah mantik Aristoteles berhasil diterjemahkan dan masuk ke dunia Islam, orang pertama yang mulai menuliskan kitab-kitab mantik untuk menjelaskan dan mengembangkan mantik Aristoteles, sekaligus orang pertama yang akhirnya memperoleh gelar al-Faylasuf adalah al-Kindi (Pittsburgh, 1963).

Al-Kindi sangat bekerja keras untuk mewariskan ilmu dan pemikirannya. Tak ayal dia berhasil menulis dan mewariskan hingga 270 kitab yang menghimpun semua cabang disiplin pengetahuan di masanya (Ibn al-Nadim, 1994). Mengenai ilmu mantik, menurut Ibn al-Nadim dan Ibn al-Qifti, sang filsuf meninggalkan sembilan kitab; sementara menurut Ibn Abi Usaybi’ah adalah sebelas (Ibn al-Nadim, 1994). Dialah yang pertama mengutip dalil-dalil Aristoteles dalam menulis kitab-kitabnya. Bahkan sangat tampak betapa ia berusaha mempertahankan ide-ide Aristoteles. Bukan sekadar menjadi penyampai ide-ide Aristoteles ke dalam bahasa Arab, al-Kindi juga meluruskan dan mensyarahnya (De Boer, 1960).

Baca Juga:  Edward Said dan Semangat Intelektualitas

Ada juga kritik terhadap al-Kindi. Di antaranya ada yang menganggap tulisan-tulisan al-Kindi tidak cukup memuaskan. Abu Said al-Andalusi berpendapat bahwa tulisan al-Kindi tidak berguna dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Menurutnya al-Kindi luput membahas dan menerapkan metode analitik (tahlil) dalam tulisan-tulisannya, padahal itu adalah satu-satunya cara untuk memahami realitas sesuatu. Menurut Abid al-Jabiri jika benar demikian, kekurangan al-Kindi dalam menggunakan metode analitik tidak berasal dari kesengajaan dirinya. Sebabnya sederhana, karena metode analitik yang dibahas Aristoteles dalam Kitab al-Burhan, pada masa al-Kindi hidup, belum lagi berhasil diterjemahkan dan sampai ke dunia Islam. Baru pada masa setelah itu, al-Farabi datang dan menyibukkan diri dengan Kitab al-Burhan. Bisa dibilang bahwa al-Farabi menyempurnakan al-Kindi di sini (al-Jabiri, 1997).

Dalam Rasa’il al-Kindi (1950) menyebut ada delapan kitab yang ditulis oleh Aristoteles mengenai mantik:

  • Katigoryas (‘Ala al-Ma’qulat)
  • Peri Hermeneias (‘Ala al-Tafsir)
  • Analitika al-Ula (Al-‘Aks min al-Ra’s)
  • Analitika al-Tsani (Al-Idhah)
  • Topika (Mawadhi’ al-Qaul)
  • Sofistika (Al-Mutahakkim)
  • Retorika (Al-Balaghi)
  • Poetika (Al-Syi’r)

Masih dalam kitab Rasa’il, al-Kindi juga menyebutkan isi dari kitab-kitab tersebut dan menjelaskannya (al-Kindi, 1951). Dari sumber-sumber bibliografi Arab kita juga dapat mengetahui bahwa al-Kindi turut melakukan syarah terhadap ide-ide Aristoteles yang terkandung dalam kitab pengantar mantik Aristotelian, Isagoge karya Porphyry (Ulken, 1997).

Satu lagi tulisan besar al-Kindi adalah kitab Fi al-Falsafah al-Ula, di mana ia memperkenalkan dan menjelaskan lima perkara universal (al-kulliyyah al-khams) dalam ilmu mantik. Mereka adalah: genus (jins), spesies (naw’), diferensia (fashl), aksiden khusus (khassah) dan aksiden umum (‘aradh ‘amm) (al-Kindi, 1951). Tak luput ia juga mulai menyinggung satu perkara lagi, yang meski bukan termasuk universal, tapi cukup penting untuk disebutkan, yakni person (syakhsh), perkara di bawah spesies yang akan banyak menyita perhatian Ikhwan al-Shafa kelak. Dalam kitab lain berjudul ‘Ala al-Ta’rifat, al-Kindi juga kembali memperkenalkan istilah-istilah falsafi yang berjasa menyiapkan lantai pertama bangunan filsafat dan mantik Islam. Kitab tadi menjadi kamus istilah filsafat pertama di dunia Islam (al-Kindi, 1951).

Baca Juga:  Memaknai Kebahagiaan dan Kesedihan

Menurut al-Kindi ada kaidah yang harus dipatuhi oleh siapa saja yang hendak mendalami filsafat. Kaidah itu adalah urutan ilmu-ilmu yang harus dipelajari. Menurut al-Kindi urutan tersebut adalah: matematika, mantik, thabi’ah (fisika, biologi, fisiologi), ma ba’da thabi’ah (metafisika dan kosmologi), etika (akhlaq), dan pendidikan rohani. Jika urutan ini tidak dipatuhi maka akan menyulitkan pelajaran filsafat. Oleh karena itu ilmu-ilmu ini dan urutannya memainkan peran penting dalam memahami filsafat (al-Kindi, 1951).

Bersambung ke bagian 4.

0 Shares:
You May Also Like