Inilah Daftar Kitab yang Harus Dipelajari Menurut Imam Al-Haddad

Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith menyebut beberapa kitab yang diwasiatkan oleh Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad (1044-1132 H). Keterangan ini beliau tulis dalam karyanya, Al-Manhaj as-Sawiy: Syarh Ushul Thariqah as-Sada Al Ba ‘Alawi. Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad mewasiatkan kitab yang menurut beliau sebagai “rukun agama”. Ada empat kitab yang beliau wasiatkan yaitu dalam bidang tafsir yakni kitab Tafsir al-Baghawi, dalam ranah hadits yakni kitab Shahih Bukhari. Kitab Minhaj at-Thalibin dalam bidang  ilmu fikih serta Ihya’ Ulumiddin dalam kajian ilmu tasawuf.

Secara singkat, penulis merangkum beberapa keterangan terkait dengan kitab-kitab tersebut.

Tafsir al-Baghawi

Kitab ini bernama Ma’alim at-Tanzil, dan lebih dikenal dengan Tafsir al-Baghawi. Merupakan kitab tafsir yang ditulis pada abad ke-5 H (464 H) oleh Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad bin al-Farra’ al-Baghawi asy-Syafi’i (436-516 H). Beliau dijuluki sebagai Muhyi as-Sunnah (orang yang menghidupkan sunnah), selain itu, beliau juga mendapatkan gelar dengan Rukn ad-Din (fondasi agama). Ibnu Katsir menyatakan bahwa Al-Baghawi merupakan seorang yang ‘alim, ‘abid, wara’, zuhud dan saleh. Selain Mufassir, beliau juga seorang muhadits (ahli hadis) dan fakih (ahli hukum Islam) yang luas keilmuannya.

Shahih Bukhari

Kitab hadis yang ditulis oleh Imam Bukhari merupakan kitab yang mencakup pelbagai tema yang berkaitan dengan wahyu, iman, ilmu, fikih, dan lain-lain. Al-Bukhari menghimpun hadits Nabi selama 16 tahun dengan sangat teliti, tekun dan terampil. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah Al-Bukhari (194-256 H). Mengenai kitab ini, seorang ulama pernah bermimpi bertemu Rasulullah saw. dalam mimpi tersebut Rasulullah saw. mengatakan bahwa Shahih Bukhari merupakan kitab beliau dan menganjurkan agar umatnya mempelajari kitab tersebut. Dalam penulisan karyanya tersebut, Al-Bukhari selalu memulai dengan bersuci dan shalat sunnah dua raka’at, sebagai bagian dari adab dan tirakat beliau dalam menghimpun hadis Nabi saw.

Baca Juga:  Menyikapi Warisan Peradaban Islam

Syarah dari kitab ini sangatlah pupuler di kalangan penuntut ilmu, yakni kitab Fathu al-Bari karya al-Hafiz Ibnu Hajar al-‘Asqalani. “La Hijrata Ba’da al-Fathi”, pujian dari Imam Asy-Syaukani kepada kitab Fathu al-Bari. Makna asli hadis tersebut adalah tidak ada lagi hijrah ke Madinah setelah Makkah ditaklukkan dalam peristiwa Fathu Makkah. Imam Asy-Syaukani “memplesetkan” lafaz tersebut dengan makna “tidak perlu berpindah mempelajari kitab lain (untuk memahami Shahih Bukhari) setelah adanya kitab Fathu al-Bari”. Sebuah pujian yang luar biasa terhadap karya tersebut, terbukti hingga sekarang kitab Fathu al-Bari selalu menjadi rujukan dalam mengkaji Shahih Bukhari.

Ihya’ ‘Ulumiddin

Kitab ini merupakan masterpiece-nya Imam al-Ghazali, beliau merupakan ulama yang dijuluki sebagai Hujjatul Islam. Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali (450-505 H). Kitab Ihya’ banyak mendapat pujian dan pengakuan dari para ulama, meskipun ada beberapa yang mengkritik, terutama mereka yang anti dengan sufisme. Mengkaji Ihya’ merupakan sebuah ikhtiar untuk mencapai pencerahan spiritual bagi para pembacanya.

Dalam forum diskusi, seorang teman pernah melontarkan sebuah pernyataan, “mempelajari tasawuf tanpa mengkaji al-Ghazali (karya/pemikirannya), seperti shalat tanpa membaca al-Fatihah”. Maksudnya tidak sah apabila seseorang ingin mendalami tasawuf tanpa merujuk kepada al-Ghazali (ajaran/tirakat). Pujian para Ulama terhadap kitab al-Ghazali ini sangat banyak, di antaranya “Barangsiapa yang tidak menelaah kitab Ihya’, maka baginya tidak ada kehidupan”. Ihya’ Ulumiddin merupakan salah satu dari enam kitab induk tasawuf. Syarah dari kitab ini Ithaf as-Sadah al-Muttaqin karya Imam Az-Zabidi.

Minhaj at-Thalibin

Kitab fikih ini sangat pupuler di kalangan umat Islam, banyak dikaji, didiskusikan, diajarkan, dibuatkan syarah, disusun hasyiyah, bahkan digubahkan nazham. Karya Imam Nawawi ini memiliki lebih dari 300 karya yang ditulis untuk menjelaskan serta mengelaborasi kitab ini. Nama lengkap pengarangnya  Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi (631-676 H). Pengarang kitab ini merupakan salah satu pendekar Mazhab Syafi’i. Kitab Minhaj at-Thalibin  merupakan mukhtashar dari kitab Al-Muharrar karya Imam Ar-Rafi’i.

Baca Juga:  Filsafat, Keterbukaan dan Toleransi

Untuk lebih mendalami kajian dalam kitab ini, hendaklah membaca beberapa syarah yang terkenal, yakni Mughni al-Muhtaj karya Al-Khatib Asy-Syirbini, Nihayatu al-Muhtaj karya Ar-Romli  dan Tuhfatu al-Muhtaj karya Ibnu Hajar al-Haitami.

Memperkenalkan kitab-kitab tersebut dengan maksud agar mencintai, dengan harapan supaya turut mengkaji serta mendapat secercah cahaya dan keberkahan dari kitab Ulama Shalih tersebut. Dari beberapa kitab yang diwasiatkan Imam al-Haddad di atas, penulis hanya melihat dari aspek yang berkaitan dengan sosok pengarangnya, serta keberkahan kitabnya. Bukan sebuah analisis mendalam tentang metodologi, corak, kritik dan sebagainya. Ini dikarenakan ke-wara’-an, kealiman, kebersihan hati serta keikhlasan penulisnya, kitab-kitab tersebut sampai saat ini masih tetap dijadian rujukan, dicetak, dan senantiasa dikaji di berbagai penjuru dunia.

Mengkaji kitab salaf memiliki beberapa keutamaan tersendiri, padanya terdapat cahaya, keberkahan dan ilmu. Hal ini dikarenakan karya-karya tersebut lebih jelas (sanad/sumber) dan disertai niat baik para pengarangnya. Proses penulisannya bukan saja mengandalkan kecerdasan, namun juga memiliki dimensi atau bersifat wahbiyah (pemberian langsung dari Allah swt). Wallahu A’lamu bi ash-Shawab.

 

0 Shares:
You May Also Like