Aspek Teologis dalam Pemikiran Muhammad Iqbal

Dalam khazanah pengetahuan dan sejarah peradaban, umat Islam tercatat pernah mengalami masa-masa kejayaan atau ke-emasan tetapi kemudian mengalami kemunduran. Tentu saja ada banyak faktor yang menyebabkan umat Islam terbawa dalam arus kemunduran, salah satunya adalah hal-hal yang menyangkut teologi dalam Islam. Teologi dianggap sebagai ilmu “langit” yang tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan sosial yang terjadi di tengah masyarakat.

Secara sederhana, teologi merupakan ilmu tentang ketuhanan atau ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, dan utusan-Nya yakni para Rasul beserta persoalan-persoalan di dalamnya (Wiji Hidayati, 2017: 3-4). Permasalahan yang sering terjadi dalam teologi Islam ialah tertutupnya pintu ijtihad dan ajaran Islam yang dipahami secara normatif. Maka perlunya pembahuran dalam memahami teologi Islam, salah satu tokoh pembaharunya; Muhammad Iqbal.

Sir Muhammad Iqbal yang hidup antara tahun 1877 hingga saat dia wafat di tahun 1938, dikenal sebagai seorang penyair, filsuf, politikus, pembaharu dan masih banyak lagi gelar yang disandangnya. Boleh jadi Iqbal termasuk tokoh yang paling menarik bagi seluruh umat Muslim era modern, di mana dia mampu merekonstruksi secara sistematis pemikiran keagamaan dalam Islam yang ditulisnya dalam buku “The Reconstruction of Religion Thought in Islam”.

Ajaran Iqbal tentang teologi Islam yang paling menarik perhatian barat ataupun Islam ialah, keharusan bagi umat Muslim untuk membuang jauh hal-hal yang dianggap usang dan keterikatan-keterikatan mereka dengan warisan lama, mengembangkan dan memperluas kepribadian mereka (khudi), demi mempersiapkan segala sesuatu bagi munculnya Manusia sempurna atau ideal (insan kamil) (H. R. Gibb, 1993: 102).

Sementara itu, Iqbal memandang kemunduran umat Islam dikarenakan kebekuan dalam berpikir yang semata-mata mementingkan urusan agama dan meninggalkan urusan dunia (A. Munir, Sudarsono: 1994: 166). Untuk itu, Iqbal mendorong untuk dibukanya pintu ijtihad. Pemikirannya tentang keharusan berijtihad dan dinamisme Islam hingga kini masih relevan dan berpengaruh dalam wacana pemikiran Islam.

Baca Juga:  Tasawuf Akhlaki Imam Al-Ghazali

Ajaran dasar Muhammad Iqbal dalam aspek teologis dibangun di atas fondasi kesadaran bahwa manusia mempunyai potensi untuk maju dan Islam pun mengajarkan kemajuan bukan kejumudan. Ajarannya mengenai teologi Islam dalam tulisan ini dibatasi menjadi tiga hal, yaitu jati diri manusia, dosa, serta surga dan neraka.

Pertama, perihal Jati Diri Manusia. Menurut Iqbal, manusia memiliki ego yang diartikan sebagai kepribadian; manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, dan bukan hidup untuk tunduk pada kejumudan. Pada hakikatnya menafikan diri dari kehidupan dunia bukanlah ajaran Islam, karena pada hakikatnya hidup adalah gerak, dan gerak merupakan bagian dari sebuah perubahan.

Kedua, perihal dosa. Dalam masalah dosa, Iqbal mengembangkan kisah Nabi Adam yang diturunkan dari surga karena memakan buah terlarang. Kejadian tersebut menurut Iqbal memiliki hikmah bagi kesadaran manusia, yang antara lain kesadaran yang dikuasai oleh naluri hawa nafsu menjadi kesadaran yang bersifat individu dan bebas. Untuk itu, bagi Iqbal manusia bisa saja melakukan kesalahan atau dosa, tetapi setelah itu ia mesti bangkit dan menemukan kesadaran baru.

Ketiga, perihal surga dan neraka. Bagi Iqbal, neraka adalah pengalaman korektif yang dapat memperkuat kesadaran diri (khudi) agar lebih sensitif dan waspada terhadap berbagai bentuk tindakan. Sedangkan surga bagi Iqbal bukanlah tempat untuk berlibur, melainkan merupakan kesinambungan dari kehidupan dunia.

Dari ketiga ajaran teologi di atas, telah meneguhkan pandangan Muhammad Iqbal tentang manusia sebagai makhluk yang harus berpikir dan bertindak dinamis, tidak statis, guna mengembalikan kehidupan umat Muslim yang lebih maju, produktif, dan inovatif dalam membangun peradaban Islam, sehingga pemikiran Iqbal masih relevan untuk dikaji hingga kini dan berpengaruh dalam khazanah pemikiran keislaman.

Baca Juga:  MENYEGARKAN KEMBALI KHAZANAH INTELEKTUAL ISLAM

Sumber bacaan:

Munir, dan Sudarsono. Aliran Modern Dalam Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994.

Gibb, H.A.R. Aliran-aliran Moderen Dalam Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1993.

Hidayati Wiji. Ilmu Kalam: Pengertian, Sejarah dan Aliran-alirannya. Yogyakarta: Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2017.

0 Shares:
You May Also Like