Mengenal Sir Muhammad Iqbal: Seorang Filsuf, Sastrawan dan Sufi

Muhammad Iqbal merupakan tokoh yang sudah masyhur di era kontemporer. Kemasyhurannya begitu tenar dengan sebutan ‘Iqbal’; baik dalam filsafat, mistisisme, maupun syair-syair mistiknya. Akan tetapi, meski demikian, tidak sedikit yang ‘hanya’ tahu tentang namanya, entah hanya mengenal dari berita yang disampaikan seseorang atau pun sekilas ingatan dari bacaan yang pernah dicumbunya dalam rak-rak buku filsafat ataupun syair mistik. Tentunya, hal ini sangat disayangkan. Sebab, rekam jejak Iqbal secara otomatis tidak terekam baik seperti ‘namanya’ yang terekam jelas dalam ingatan individu. Dari hal tersebut, tulisan ini mencoba mengajak Iqbal sang pemikir itu hadir kembali untuk dibaca para milenial, meskipun dengan sadar, terdapat kekurangan.

Banyak perbedaan pandangan ihwal tahun kelahiran Iqbal; dari tahun 1873, 1876, dan 1877. Referensi terkuat mengungkapkan bahwa Iqbal lahir pada tahun 1876/1877, di Punjab Barat, tepatnya di daerah Sialkot. Keluarga Iqbal merupakan keturunan dari Brahmana Kasymir yang diberitakan telah memeluk Islam 300 tahun sebelum Iqbal lahir. Iqbal lahir dari seorang ayah yang saleh dan berprofesi sebagai pedagang kecil. Bahkan, di beberapa redaksi menyebutkan bahwa ayah Iqbal mencintai dunia sufistik. Hal ini dibuktiikan pada ingatan Iqbal masa kecil yang tertuang dalam beberapa literatur, bahwa sewaktu kecilnya Iqbal sering membaca kitab karya Ibnu Arabi yakni Fushus al-Hikam milik ayahnya dengan lantang di tempat ayahnya berdagang, sembari menghafal Al-Qur’an.

Pendidikan pertama Iqbal didapat dari ayahnya yakni Nur Muhammad. Selain itu, Iqbal juga dimasukkan oleh ayahnya ke surau untuk fokus belajar Al-Qur’an. Adapun pendidikan formalnya, dimulai di Sialkot daerah kelahirannya yakni di Scottish Mission School. Di sekolah tersebut, Iqbal dipertemukan dengan gurunya yang juga seorang sastrawan, namanya ialah Mir Hasan. Mir Hasan merupakan salah satu pengaruh pertama Iqbal terjun dalam dunia syair. Hal ini terbukti banyaknya redaksi yang memberitakan bahwa sejak dalam sekolah formal, Iqbal telah gemar merangkai syair.

Baca Juga:  Dakwah Perlu Manfaatkan Fasilitas Teknologi

Setelah lulus dari pendidikan dasar dan menengahnya di Sialkot, Iqbal melanjutkan studi di Lahore, salah satu kota di India, tepatnya di Goverment College. Pada tahun 1899 Iqbal berhasil menuntaskan studinya dengan mendapatkan gelar Master of Artnya (bidang filsafat) di kampus tersebut. Selain mendapatkan gelar akademiknya, Iqbal juga mendapatkan pengaruh besar dari orientalis yakni Sir Thomas Arnold yang juga merupakan sastrawan dan filsuf dari Barat.

Secara tidak langsung, terdapat 3 pengaruh dalam perjalanan Iqbal hingga mendapat gelar MA-nya di Goverment College; dari orangtuanya, Mir Hasan dan Sir Thomas Arnold. Peranan Mir Hasan dan Sir Thomas Arnold cukup kuat pada prinsip Iqbal dalam menapaki pengembaraan selanjutnya. Hal ini terlihat pada visinya yang hendak mendobrak segala penghalang antar Timur dan Barat, Iqbal sangat mencintai dunia Timur dan juga sangat mengakui atas keberhasilan Barat dalam kedisiplinan ilmu. Oleh sebab itu, terbentuklah visi tersebut.

Perjalanan Iqbal tak berhenti disitu, beberapa bulan setelah kelulusannya ia mendapat tugas ditunjuk menjadi asisten profesor dibawa pimpinan Sir Thomas Arnold. Iqbal ditunjuk sebagai asisten profesor pengajar bahasa Arab di University Oriental College. Penunjukkan ini pada dasarnya belum memenuhi persyaratan, akan tetapi, karena kemungkinan atas tunjukkan daripada pimpinan dengan catatan bahwa Iqbal memiliki keunggulan luar biasa dalam bahasa Arab. Sejak 1901- 1904 Iqbal berhenti menjadi asisten profesor dan selanjutnya ia hanya bertugas mengajar di universitas tersebut.

Meski dirinya telah dipercaya dan memiliki jabatan, ambisinya pada keilmuan tak berhenti sampai di situ saja. Pada tahun 1905, Iqbal melanjutkan studinya di Inggris dan masuk di Universitas Cambridge dengan mengambil bidang filsafat untuk mendalaminya lebih lanjut. Selain kuliah di bidang filsafat, Iqbal juga kuliah pada bidang hukum dan politik di London dan berhasil lulus ujian keadvokatan. Dua tahun setelah kelulusannya ia pindah ke Jerman dan masuk ke kampu Munich. Di kampus inilah Iqbal menyelesaikan studi doktoralnya dengan disertasi ihwal tasawuf Persia pada tahun 1908. Selama 3 tahun Iqbal mendapatkan 3 gelar sekaligus; bidang seni, bidang hukum, dan bidang filsafat.

Baca Juga:  Pergulatan Kaum Sufi dalam Menyingkap Makna Batin Al-Qur'an

Selepas kelulusannya, Iqbal kembali ke Lahore membuka praktik sebagai pengacara sekaligus menjadi guru besar luar biasa dalam filsafat dan sastra Inggris di Goverment College. Selain itu, ia juga mengisi beberapa seminar besar di beberapa kampus, yang isi ceramahnya kemudian dibukukan dan menjadi karya monemental pada bidang filsafat Iqbal yakni The Reconstruction of Religious Thought in Islam.

Tidak berhenti disitu, karir politik Iqbal ialah ketika dirinya menjadi Presiden Liga Muslim pada tahun 1933. Pada kekuasannya inilah, Iqbal mengeluarkan gagasan-gagasan yang bermuara pada satu gagasan besar ihwal pentingnya membuat negara Islam. Selain itu, Iqbal juga ikut serta menyusun undang-undang dasar bagi anak benua Indo-Pakistan pada tahun 1931 dan 1932 dalam konferensi meja bundar di London. Selepasnya dari konferensi tersebut, Iqbal mengunjungi beberapa peninggalan Islam di beberapa negara. Kemudian pada tahun 1934, Iqbal menderita penyakit kerongkongan yang menghilangkan suaranya cukup lama. 4 tahun setelah penyakitnya menggerogoti tubuhnya, pada tahun 1938, Muhammad Iqbal meninggal dunia di pintu gerbang Masjid Syahi di Lahore, salah satu kota India, tepatnya pada tanggal 12 April.

Dari perbincangan singkat di atas, sangat terlihat begitu besar perhatian Iqbal untuk Islam, pendidikan, kebudayaan dan kemanusiaan. Perjalanannya dapat dijadikan teladan bagi siapapun, khususnya dalam menempuh ilmu. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya kita menghidupkan kembali beberapa tokoh yang secara tidak langsung hendak menebarkan kemerdekaan diri dalam ilmu dan agama. Salah satunya ialah Iqbal dengan berbagai tinggalan pemikiran dan jejak rekamnya dalam berbagai literatur.

0 Shares:
You May Also Like