Pergulatan Kaum Sufi dalam Menyingkap Makna Batin Al-Qur’an

Oleh: Ammar Fauzi, Ph.D

(Founder Indonesia Berfilsafat dan Pengajar di Nuralwala)

Dalam tradisi tasawuf, kita akan temukan dalam karya-karya sufi selalu ada kaitannya dengan tafsir Al-Qur’an. Jika kita himpun literatur para sufi, kita akan menjumpai tidak banyak para sufi yang berhasil menuntaskan tafsir dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Nas, bisa jadi disebabkan karena keterbatasan energi, keterbatasan waktu, keterbatasan fasilitas atau keluasan akan makna batin Al-Qur’an.

Dalam catatan sejarah, tafsir pertama yang lahir di kalangan sufi ialah Tafsir al-Qur’an al-Azhim atau masyhur disebut dengan Tafsir At-Tustari. Sahal at-Tustari  (201 H) merupakan sufi generasi awal yang berdarah Persia. Dalam tafsir ini, Sahal al-Tustari tidak menafsirkan semua ayat Al-Qur’an, hanya ayat-ayat tertentu saja yang berhasil ditafsirkannya. Menurut catatan para ahli, tafsir ini bukanlah tafsir yang secara khusus ditulis oleh Sahal al-Tustari, melainkan karya tafsir yang dihimpun dari karya-karya Sahal at-Tustari melalui muridnya seorang sufi bernama Abu Bakar al-Baladi.

Pasca Sahal al-Tustari, bermunculan para mufasir sufi yang secara khusus untuk menguak makna batin Al-Qur’an seperti al-Sulami (w. 412 H) yang berhasil menulis tafsir sufi lengkap bernama Haqaiq al-Tafsir. Setelah itu lahir  al-Qusyairi (w. 465 H) yang menulis tafsir Al-Qur’an secara lengkap bernama Lathaif al-Isyarat atau dikenal dengan Tafsir al-Qusyairi.

Di antara tafsir sufi pertama yang paling besar saya kira tertuju pada tafsir Kasyf al-Asrar wa ‘Uddah al-‘Abrar karya yang diinisiasi oleh Khawajih Abdullah Anshari seorang sufi Abad ke-5 H berasal dari Khurasan Persia. Namun tafsir itu tidak tuntas, lalu dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Maybadi. Tafsir ini berbahasa Persia dan dicetak mencapai 14 jilid dengan ukuran yang tebal di masing-masing jilidnya.

Baca Juga:  Tafsir Sufi: Kenal Diri Kenal Allah (1)

Tafsir sufi lainnya yang mungkin sangat terkenal di kalangan Sunni atau pun Syiah ialah tafsir yang ditulis oleh Imam al-Ghazali (w. 505 H) berjudul Misykat al-Anwar yaitu sebuah risalah kecil yang tidak lebih dari seratus halaman yang mengupas makna dari surat al-Nur 24:35. Terkait Imam al-Ghazali, terdapat juga laporan bahwa beliau pernah menulis sebuah tafsir secarah utuh yang dinamakan Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al-Tanzil terdiri 40 jilid. Namun sampai saat ini belum ditemukan wujud kongkritnya.

Dan di abad 20 hadir tafsir sufi yang berhasil menghimpun secara lengkap penafsiran Al-Qur’an secara sufistik oleh Ibn al-‘Arabi yang berjudul Tafsir Rahmah min al-Rahman fi Tafsir wa Isyarat al-Qur’an min Kalam al-Syaikh al-Akbar Muhyi al-Din Ibn al-‘Arabi. Tafsir ini bukan karya langsung dari tangan Ibn al-‘Arabi tetapi karya yang dihimpun oleh Mahmud Mahmud Ghurab seorang sufi yang masih hidup sampai sekarang dan berasal dari Suriah. Beliau menghimpun semua karya-karya dari Ibn al-‘Arabi, kemudian menempatkan setiap kalimat-kalimat dari Ibn al-‘Arabi yang sesuai dengan ayat yang relevan terkait dengan komentar-komentar beliau di berbagai karya-karyanya, maka terhimpunlah satu tafsir tartibi yakni tafsir lengkap yang berurutan mulai dari Bismillahi ar-Rahmani ar-Rahim surat al-Fatihah sampai ayat terakhir surat al-Nas.

Dalam penelitian bibliografi disebutkan, bahwa Ibn al-‘Arabi sendiri sempat menulis tafsir mencapai lebih dari seratus jilid, tapi sampai sekarang tidak ada bentuk kongkritnya. Mungkin bisa jadi masih tertimbun di perpustakaan-perpustakaan di negeri Islam atau di luar Islam, tapi sampai sekarang tidak ada yang memberikan perkembangan lebih lanjut.

Inilah perkembangan tafsir di kalangan para sufi, yang perlu dicatat lebih lanjut, selain mereka tidak banyak menulis karya tafsir secara khusus yang mengumpas tuntas semua ayat Al-Qur’an, namun ada ayat-ayat dan surat-surat khusus yang menyedot perhatian kaum sufi. Sebagai contoh kitab Misykat al-Anwar karya Imam Ghazali yang fokus pada ayat al-Nur 24:35 . Ayat lain yang menjadi cendera mata dan kesayangan para sufi adalah surat Al-Hadid ayat 3 tentang Allah adalah Dzat Yang Maha Awal, Maha Akhir, Maha Batin dan Maha Lahir. Begitu juga ayat pertama dalam surat al-Ikhlas yang menegaskan Allah adalah Dzat Yang Masa Esa.

Baca Juga:  Dakwah Perlu Manfaatkan Fasilitas Teknologi

Sedangkan berkaitan dengan surat-surat yang menjadi jantung hati oleh kaum sufi ialah adalah surat Al-Fatihah. Kita akan temukan satu karya yang fokus pada surat Al-Fatihah  berjudul I’jaz al-Bayan fi Tafsir Um al-Qur’an yang ditulis oleh Shadr al-Din al-Qunawi (w. 673 H), murid terbaik dan terdekat Ibn al-‘Arabi secara langsung.

Mengapa mereka begitu cinta dengan surat al-Fatihah? Karena dari hasil perenungan mereka sepakat bahwa surat al-Fatihah sesuai dengan namanya, di samping sebagai pembuka ia juga sebagai penutup Al-Qur’an. Artinya semua kandungan dalam Al-Qur’an termuat dalam surat ini. Maka meskipun terdiri dari tujuh ayat, namun mengandung semua intisari dari ajaran-ajaran Al-Qur’an yang menggambarkan bagaimana manusia datang, bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan, bagaimana manusia mengakhiri hidupnya, bagaimana manusia yang menghubungkan antara awal hidupnya sampai akhir hidupnya dan bagaimana manusia menempuh perjalanan dan dengan siapa dia hidup, bagaimana dia harus menjalani hidup dll, semuanya ada pada surat al-Fatihah.

Surat kedua yang menjadi dambaan para sufi ialah surat al-Ikhlas. Hampir para sufi menyempatkan diri setelah dia menuntaskan tafsir al-Fatihah mereka menyempatkan juga untuk menafsirkan surat al-Ikhlas. Al-Ikhlas ialah surat yang mengenalkan kita kepada Allah swt. Kalau di surat al-Fatihah kita dikenalkan gerak sepenuhnya keberadaan manusia di bumi, maka dalam surat al-Ikhlas fokusnya adalah Allah swt. Dengan bercermin pada Allah swt. kita bisa membaca posisi kita ada di mana, seberapa besar atau seberapa kecil nanti kita di hadapan-Nya.

Terakhir surat yang menjadi pelengkap dari surat al-Fatihah, surat al-Ikhlas adalah surat al-Qadr. Tiga surat ini kadangkala  mereka tafsirkan tidak secara langsung,  di antaranya yaitu melalui cara mereka menggali rahasia-rahasia ibadah. Dan ibadah yang terbaik itu adalah shalat. Melalui penggalian rahasia-rahasia shalat mereka mau tidak mau akan menjumpai al-Fatihah sebagai rukun dari shalat, juga membaca surat-surat yang disunahkan di antaranya  al-Ikhlas dan al-Qadr. Tiga surat ini menjadi tradisi yang kerap kali menjadi fokus tafsir mereka. Inilah, saya kira yang bisa menjadi acuan kita untuk mengenal secara dini terkait dengan cara mereka menafsirkan Al-Qur’an.

Baca Juga:  THE POWER OF MUHAMMAD SAW

Semoga kita diberikan kemudahan untuk menguak makna batin Al-Qur’an dan mampu mengamalkannya.

(Keterangan: Tulisan ini hasil transkip dari video berjudul Pengantar Tafsir Sufi 02 oleh Dr. Ammar Fauzi di kanal Youtube Nuralwala dan telah disesuaikan oleh tim Nuralwala)

Previous Article

SYAHADAH IMAM HUSAYN ADALAH TELADAN KESUFIAN: Tragedi Karbala dalam Syair-Syair Sana'i dan Rumi

Next Article

Meneladani Kearifan Nurcholish Madjid dalam Memandang Perbedaan

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨