Aku, Anda dan Kita: Buah Letupan Cinta-Nya

Oleh: Darmawan

Ketua Program Nuralwala: Pusat Kajian Akhlak dan Tasawuf

Apa yang menyebabkan kita itu ada? Apa yang menyebabkan alam ini tercipta? Untuk apa manusia, hewan, tetumbuhan dan seluruh makhluk diciptakan? Apa yang diinginkan oleh Sang Pencipta? Atas dasar apa Pencipta menciptakan makhluk? Lalu, apa tujuan dibalik itu semua? Ya, itulah sederet pertanyaan mendasar yang harus kita pecahkan bersama.

Dalam rembuk filsafat ada argumentasi sebab akibat (kausalitas). Ketika ditanya prihal siapa yang menyebabkan kita itu ada? Tentu, “Berkat perantara ibu dan bapak kita”. Ketika ditanya kedua kalinya, siapa yang menyebabkan ibu dan bapak kita ada? “Yang membuat mereka ada karena ada kakek dan nenek kita”. Pertanyaan ini akan terus berulang sampai berhenti pada Nabi Adam (moyang manusia). Dan yang membuat Adam itu ada ialah Dzat Yang Maha Ada itulah Tuhan sebagai sebab sempurna, yang keberadaan-Nya itu tidak membutuhkan sebab-sebab yang lain. Karena jika Ia membutuhkan sebab, maka tidak akan ada yang namanya akibat. Jika tidak ada akibat, maka tak akan ada makhluk. Dengan demikian argumentasi akal akan mengatakan sebab harus berhenti pada satu titik yang itu adalah sebab dari segala sebab.

Mari kita berselancar pada lautan argumentasi Alquran. Disebutkan “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56). Ibn ‘Abbas—seorang mufasir awal yang bergelar Turjuman Alquran (Penafsir Alquran) dan Ra’isul Mufassirin (Pemimpin Para Mufasir)—menafsirkan kalimat liya’budun bermakna liya’rifun. Sehingga ayat itu mengandung makna “Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mengenali-Ku atau mengenal Allah swt. (ma’rifatullah). Ayat ini menuntun kita bahwa tujuan keberadaan kita ialah untuk bermakrifat kepada Allah.

Baca Juga:  BAGAI DAUN-DAUN KERING DITERBANGKAN ANGIN DI MAKKAH DAN MADINAH (5)

Dengan demikian, siapa yang tidak mengenal tujuan hidupnya dipastikan ia akan merugi, sengsara dan gelisah, bak laksana kapal tanpa nahkoda, hingga berlayar tanpa tujuan dan arah. Hanya menghabiskan bahan bakar dan waktu semata. Maka mengenali tujuan hidup ialah modal awal untuk menghantar manusia dalam menggapai puncak kesuksesannya. Dalam ayat tersebut ditujuhkan bahwa, tujuan hidup manusia ialah mengenal siapa penciptanya dan dari-Nya kita mendapatkan kompas kehidupan.

Tentu, ayat di atas hanya menjawab tujuan kita diciptakan, tapi tidak menjawab apa penyebab kita diciptakan? Sebagaimana kaidah disebutkan, ketika tidak ditemukan dalam nash Alquran, merujuklah kepada hadis Nabi. Dalam Hadis Qudsi yang masyhur dikutip oleh kaum sufi ialah Allah swt. berkata,“Aku adalah harta terpendam yang tidak dikenal, maka Aku cinta (ingin) untuk dikenal, lalu Ku-ciptakanlah makhluk—Aku memerkenalkan diri kepada mereka—supaya mereka mengenali-Ku”

Hadis tersebut menunjukan bahwa Allah menciptakan seluruh makhluk-Nya ialah atas dasar cinta (ahbabtu) yang tujuannya ialah untuk dikenal (u’rafa). Sehingga agar dikenal, maka Ia menciptakan makhluk (alam beserta isinya). Pada saat inilah ia ber-tajalli dari Dzat Yang Ghaib al-Ghuyub (Maha Misteri) menuju alam musyahadah atau hiss (alam kasat mata yang terang). Dalam konteks ini maka turun sebuah ayat “Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat-Ku (tanda-tanda kekuasaan-Nya) di segenap alam dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Dia (Allah) itu nyata” (QS. Fushilat [41]: 53).

Dengan demikian tampak jelas bagi kita, bahwa dasar atau sebab keberadaan makhluk itu adalah dikarenakan luapan/luberan cinta Allah swt. Ia adalah Gudang Cinta yang meluber ke segala arah, hingga terciptalah kita. Di dalam Alquran disebutkan salah satu asma’-Nya ialah al-Wadud ialah Sang Maha Mencintai. “Dialah (Allah) Maha Pengampun, lagi Maha Mencintai” (QS. Al-Buruj [85]:14) dan al-Rahman (Sang Maha Cinta), “Katakanlah (Nabi Muhammad saw.): “Serulah (Tuhan Yang Maha Esa dengan nama) Allah atau serulah (Dia dengan nama) al-Rahman (Yang Maha Pemberi Kasih)” (QS. Al-Isra’ [17]:110).

Baca Juga:  Hijrah (3) : Hijrah dari Masyarakat Jahiliyah

Dengan demikian, karena cinta-Nya semua makhluk itu ada, maka jangan sesekali kita merusak, menghina, melecehkan, meintimidasi (bullying), bahkan menghabis hanguskan seluruh makhluk-makhluk-Nya, karena di dalam makhluk itu terdapat cinta-Nya (letupan rahmat-Nya).   

0 Shares:
You May Also Like