ZIARAH (Bagian 2)

Tentu tidak semua orang sepakat dengan pandangan tentang manfaat ziarah kubur seperti saya sampaikan pada bagian pertama tulisan ini. Baik dari segi spiritual, apalagi dari segi filosofis. Bagi sebagian dari kelompok ini, apa yang saya tulis itu seperti mengada-adakan sesuatu yang tidak ada dalam ajaran Islam. Tapi, bagi saya, ziarah kubur setidaknya telah menghidupkan kisah dan sejarah orang-orang baik yang saya ziarahi. Sesuatu yang tadinya hanya berada di benak saya, sebagai pengetahuan keilmuan (ilmul yaqin), kepada suatu pengalaman yang lebih terhayati—secara konkret, meskipun “hanya” pada tingkat imaginal. Dengan ziarah kubur, sejarah orang-orang yang saya ziarahi menjadi lebih hidup dan lebih nyata—dalam hal lingkungan (fisik dan sosial) konkret kehidupan mereka. Realitas teladan baik mereka pun terasa lebih nyata. Demikian pula dengan pergulatan hidup keseharian mereka. Pancaroba suka duka mereka.

Begitulah awalnya, sampai saya kemudian selalu menyempatkan diri untuk menziarahi kubur orang-orang baik itu. Selain menziarahi Nabi saw, para keluarga dan sahabatnya—termasuk Sayidina Abubakar, Sayidina Umar, dan Sayidina Usman, serta Sayidina Hasan, Sayidina Ali Zaynal Abidin, Sayidina Muhammad Baqir, Sayidina Ja’far Shadiq—baik di kompleks makam Nabi saw, maupun di Baqi’ dan (khusus Sayidatuna Khadijah) di Ma’la. Saya juga (dua kali) menziarahi situs makam Imam Ali al-‘Uraydhi—putra Sayidina Ja’far Shadiq, yang kepadanya nasab kaum ‘Alawiyin asal Hadhramawt bersambung. Di pinggiran kota Madinah juga. Lalu kuburan Imam Ridha di Masyhad, Iran. Ketika berkesempatan mengunjungi Iran itu pula—sekali saya mengunjungi Iran di awal tahun 90-an dan sekali lagi di sekitar tahun 2002—yang pertama sebagai koresponden Majalah Editor dan yang kedua untuk mengumpulkan bahan disertasi saya tentang pemikiran Mulla Sadra. Saat di Iran itu juga saya menyempatkan diri berkunjung ke makam Sayidah Ma’sumah binti  Ja’far al-Shadiq, serta makam Imam Khomeini.

Baca Juga:  REFLECTION OF A LIFE TIME

Ketika di Cairo, situs Imam Husayn di area Masjid al-Azhar tentu saja tak saya lewatkan untuk ziarah. Setelah itu, lebih banyak makam awliya’ yang saya kunjungi, kali ini dengan perencanaan khusus. Di Istanbul Turki tentu saya juga menyempatkan diri berziarah ke kuburan sahabat Abu Ayyub al-Anshari di kota ini. Selain tentu, makam Rumi, Syamsuddin Tabrizi gurunya, dan Sadruddin Qunawi, sahabatnya. Semua di kota Konya. Ketika ke India saya juga berziarah ke makam Nizamuddin Awliya’, wali dalam tarekat Naqsybandiya, dan muridnya, Amir Khusraw. Saat ini saya tak ingat persis, ke kuburan awliya’ yang mana lagi saya sempat berziarah. Yang pasti, ke negeri Muslim mana pun saya berkunjung, saya selalu mengupayakan mencari tahu keberadaan kuburan awliya’ dan menyempatkan diri berziarah kepadanya, jika memungkinkan.

Di Indonesia saya sudah berkunjung ke makam Para wali Songo—bahkan dalam suatu wisata bersama anak-anak dan keponakan saya. Termasuk juga makam Raden Patah. Dua atau tiga kali pula saya berziarah di makam Syaikh Siti Jenar di Cirebon, Syaikh Yusuf Makassari di Makassar, sampai Pangeran Diponegoro (juga di Makasar) serta Bung Karno (di Blitar). Ketika di Semarang, saya juga menyempatkan diri berziarah ke kuburan Kiai Soleh Darat. Yang tentu tak kalah pentingnya, saya juga menyempatkan berziarah ke kuburan para shaalihin di kalangan kaum habaib. Dari mulai kuburan Habib Husayn bin Abubakar Alaydrus di Luar Batang, kuburan Habib Kuncung (Habib Ahmad bin Alwi Alhaddad), Habib Empang (Habib Abdullah bin Muhsin Alattas), Habib Abubakar Gresik, serta Habib Alwi bin Ali bin Muhammad dan kedua putranya (Habib Anis dan Habib Ahmad) di Solo. Di Solo itu pula saya menziarahi kuburan kakek saya dari jalur ayah dan jalur ibu. Sedangkan di Jakarta saya sempatkan menziarahi kuburan nenek saya, dan—lebih dari sekali—kuburan kedua mertua saya. Tak sedikit cerita menarik sehubungan dengan ziarah-ziarah saya ini. Sebagian telah saya tuliskan dan sebarkan kepada teman-teman saya.

Baca Juga:  Agama Hanya Berdampak Positif Bagi Orang-Orang yang Hatinya Masih Menyisakan Kebaikan

Sampai kali ini, di usia saya yang tidak muda lagi, dalam keadaan saya sudah sangat enggan melakukan perjalanan ke luar negeri, saya lakukan ziarah istimewa ini…(bersambung).

0 Shares:
You May Also Like