Telaah Prinsipilitas Hikmah Al-Mut’aliyah (1): Konsep Kemendasaran Wujud Mulla Sadra

Wujud merupakan kemendasaran segala sesuatu di realitas. Dengan wujud, manusia dapat mengetahui panasnya api. Nan dengan wujud, manusia dapat mengetahui keberadaan api sebagai sebab panasnya”.

 

Wacana kemendasaran wujud merupakan salah satu isu yang berkembang dalam kajian filsafat Islam yang dilatarbelakangi oleh penawaran Mulla Sadra atas perdebatan para filsuf Peripatetik dan Israqiyah (Sayyid Husain Thabāthabāi, Bidāyah al-Hikmah, 15). Para filsuf Peripatetik meyakini wujud merupakan kemendasaran segala sesuatu dengan memperhatikan ragam keberadaan eksistensi yang plural di realitas, seperti keberadaan kursi, meja, dan papan tulis. Adapun, Suhrawardi dalam konstruksi filsafat Israqiyah meyakini kemendasaran mahiyah dan ittibāri wujud memandang segala sesuatu yang ada dan diketahui didasari oleh mahiyah, terdiri dari materi dan bentuk, yang teraktual melalui jism. Pandangan Suhrawardi mengimplikasikan segala kebenaran eksistensi dan pengetahuan didasari oleh kehadiran kuiditas sebagai kesadaran utama individu mengetahui dan memahami suatu eksistensi di realitas (Khudori Soleh, Filsafat Islam: Dari Klasik Hingga Kontemporer, 177). Sedangkan, wujud yang dipandang sebagai keberadaan ittibāri sebagai lawan dari kemendasaran kuiditas.

Berangkat dari ragam permasalah di atas, Mulla Sadra dalam Al-Hikmah al-Mutālīyah fī al-Asfār al-Aqliyah al-Arba’ah mendudukkan pokok masalah mengenai “Apakah wujud adalah sesuatu yang mendasar (ashalāh) dan kuiditas berstatus relatif (ittibār)? Atau sebaliknya, kuiditias ialah sesuatu yang mendasar (ashalāh) dan wujud berstatus relatif (ittibār) di realitas? Demi menjawab pertanyaan tersebut, langkah utama perlu memahami makna ashalāh dan ittibār. Secara etimologi, ashālah berasal dari kata “ashl” dalam bahasa Arab yang bermakna sumber, dasar, akar (Ahmad Warson Munawwir, Kamus Bahasa Arab-Indonesia al-Munawir, 27). Sedangkan, ittibār memiliki makna beragam, sehingga perlu ketelitian untuk memahami maknanya. Dalam pembahasan prinsipilitas wujud dan kerelatifan kuiditas. Kata ittibār (kerelatifan) dipahami sebagai padanan atau lawan dari kata ashālah. Jika kata ashālah diterjemahkan sebagai sumber, dasar, dan akar efek segala sesuatu, maka ittibār dipahami sebagai ketidakakaran, ketidaksumberan, atau ketidakmendasaran segala sesuatu di realitas.

Baca Juga:  Ibn Bajjah: Sosok Al-Farabi dari Negeri Maghrib

Berdasarkan definisi ashālah dan ittibār dalam perdebatan Ibn Sina dan Suhrawardi, Mulla Sadra memandang kemendasaran segala sesuatu didasari oleh wujud, baik eksternal maupun konseptual. Thabāthabāi, merupakan pendukung teori ashālatul wujud dalam Bidayah al-Hikmah memberikan 3 argumentasi dasar mengenai kemendasaran wujud melalui pendekatan eksistensialis (Sayyid Husain Thabāthabāi, Bidāyah al-Hikmah, 15).

Pertama, wujud tidak membutuhkan sebab untuk menghadirkan dirinya di realitas. Jika wujud membutuhkan eksistensi selain dirinya, maka wujud bergantung pada ketiadaan di realitas. Akan tetapi, secara eksistensi ketiadaan tidak mampu menghadirkan dirinya di realitas. Keberadaan wujud tidak bergantung kepada ketiadaan dan kuiditas untuk menghadirkan eksistensinya. Sebaliknya, kuiditas membutuhkan keberadan wujud untuk menghadirkan dirinya di realitas. Artinya, keberadaan wujud harus lebih dahulu hadir daripada keberadan kuiditas. Sebab, sesuatu yang digantungi harus ada sebelum sesuatu bergantung muncul di realitas. Contoh: keapiaan dalam eksistensi api tidak dapat menghasilkan panas tanpa wujud api. Wujud api merupakan sesuatu yang mendasar untuk menghadirkan keapian api dan panasnya api. Wujud sebagai sebab utama yang menghadirkan eksistensi kuiditas di realitas.

Kedua, secara eksistensi kuiditas bersifat tasawiyah al-nisbah, sehingga kuiditas membutuhkan wujud dan ketiadaan untuk menghadirkan atau meniadakan keberadaannya di realitas. Eksistensi kuiditas dalam pandangan Mulla Sadra bersifat bergantung kepada wujud untuk mengada di realitas. Sesuatu yang bergantung secara eksistensi tidak dapat dipandang sebagai ashālah. Sebab, kuididtas harus ada sebelum memberikan efek. Sebaliknya, keberadaan kuiditas bersifat relatif untuk memberikan efek terhadap entitas di realitas. Dengan demikian, dapat diketahui sesuatu yang ashālah bersifat mandiri. Secara eksistensi, wujud bersifat mandiri untuk menghadirkan dirinya tanpa bergantung kepada sesuatu di luar dirinya. 

Ketiga, kuiditas merupakan sumber keberagaman di realitas. Sedangkan, wujud merupakan sumber kesatuan segala entitas di realitas. Thabathabai berpandangan bahwa seluruh perbedaan entitas didasari oleh kuiditas. Manusia dapat melihat perbedaan pulpen, kursi, meja, papan tulis, dan spidol berdasarkan kuiditas-kuiditas berbeda-beda. Sebaliknya, secara keberadaan pulpen, kursi kursi, meja, papan tulis, dan spidol bermakna satu dalam keberadaan atau wujud.

Baca Juga:  BERTEMU AL-GHAZALI DI BASEMENT SEBUAH TOKO BUKU DI HARVARD SQUARE (BAGIAN 1)

Menurut Mulla Sadra, sesuatu yang ashālah bukanlah sumber keberagaman, melainkan sumber kesatuan. Sebab, seluruh efek realitas bersumber pada satu entitas, bukan bersumber pada keberagaman entitas. Artinya, sumber, akar, dan kemendasaran efek hanya disebabkan oleh satu entitas, yaitu wujud. Adapun, ragam entitas tidak dapat disebut sebagai sumber efek. Sebab secara eksistensi ragam entitas atau kuiditas bergantung pada kesatuan entitas untuk memberikan efek di realitas. Berdasarkan, argumentasi ashālatul wujūd perspektif Mulla Sadra dapat diketahui bahwa sumber efek segala sesuatu didasari oleh eksistensi wujud di realitas. Eksistensi wujud merefleksikan seluruh entitas untuk hadir di realitas. Dengan demikian, kita dapat mengetahui bersama bahwa wujud merupakan sesuatu yang mendasar di realitas dengan mempertimbangkan ragam efek yang diberikan wujud terhadap keberadaan segala sesuatu dan pengetahuan manusia. Sebaliknya, mahiyah merupakan entitas yang bersifat relatif yang membutuhkan wujud sebagai refleksi keberadannya di realitas.

Secara garis besar, dapat dipahami bahwa Mulla Sadra mengkritik pandangan Suhrawardi yang meyakini kemendasaran mahiyah dengan menerima teori ashālatul wujūd yang selaras dengan Ibn Sina, meskipun konsep kemendasaran wujud Mulla Sadra tidak merepresentasikan keberagaman eksistensi, sebagaimana pandangan Ibn Sina. Sebab, konsekuensi utama kemendasaran wujud dalam kerangka pemikiran Peripatetik mengindikasikan pluralitas wujud dengan melihat perbedaan wujud antara kursi, meja, papan tulis, dan spidol. Akibatnya, wujud yang dipandang sebagai kemendasaran yang satu justru dipandang sebagai kemendasaran yang terpisah-pisah. Pluralitas wujud dalam pandangan filsuf Peripatetik mengindikasikan konotasi beragam yang dipandang sebagai kuiditas (baca argumentasi ketiga kemendasaran wujud). Akibatnya, kemendasaran wujud dalam pandangan filsur Peripatetik mendeskripsikan ashālatul māhiyah. Demi mengatasi kerancuan para filsuf Peripatetik, Mulla Sadra menawarkan wacana Musytarak Maknawi dan Musyatark Lafdzi sebagai solusi untuk mendeskripsikan wujud sebagai kemendasaran yang satu dalam wacana filsafat Islam, seperti Tuhan itu ada, Nabi Muhammad itu ada, Sayyidina Ali itu ada, malaikat itu ada, dan iblis itu ada. Keberadaan Tuhan, Nabi Muhammad, Sayyidina Ali, malaikat, dan iblis bersifat satu tanpa harus dipisahkan berdasarkan wujud yang lebih, setengah dan kurang. Karena wujud memiliki keberadaan yang satu dan merata (Sayyid Abidin Bozorgi, Darshnāme-e falsafe- e Mukadimātī, 26).

Baca Juga:  Tawakal: Penyubur Kebahagiaan Insan

Berdasarkan teori Musytarak Maknawi dan Musyatark Lafdzi, dapat diketahui bahwa wujud setiap eksistensi bermakna satu dengan subjek yang berbeda-beda di realitas. Kesatuan ragam keberadaan dalam teori Musytarak Maknawi mendeskripsikan konotasi satu dengan menutupi keragaman keberadaan entitas dengan memandang wujud sebagai sumber efek yang menyatukan segala sesuatu di realitas.  Sebaliknya, kuiditas dipandang sebagai sumber keberagaman yang membutuhkan keberadaan wujud dalam eksistensinya (tasawiyah al-nisbah, sebagaimana telah dijelaskan dalam argumentasi kedua ashālatul wujud).

0 Shares:
You May Also Like