Dari Ekologi Manusia ke Ekologi Politik: Respon atas Krisis Ekologis

Identitas Buku

Judul               : Dari Ekologi Manusia ke Ekologi Politik
Penulis           : Prof. Oekan S. Abdoellah, Ph.D
Tahun              : 2020
Penerbit        : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN                : 978-602-06-3810-2
Jml Hlm         : xiii + 214

Oekan S. Abdoellah yang merupakan antropolog lulusan University of California, Barkeley, Amerika Serikat. Kini ia menjadi Guru Besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, menulis buku yang penting untuk dibaca, karena menyangkut permasalahan aktual yang mengancam kehidupan hari ini dan yang akan datang.

Adapun buku yang dimaksud, yaitu Dari Ekologi Manusia ke Ekologi Politik (2020). Dalam pembacaan saya, buku tersebut ditulis berangkat dari keresahan seorang Oekan S. Abdoellah: Pertama, menyangkut permasalahan ekologi, perubahan iklim dan sebagainya. Kedua, cara pandang Cartesian yang melahirkan antroposentris. Ketig, model pembangunan yang tidak berkelanjutan. Poin-poin keresahan tersebut tentu terkait antar-satu dengan yang lain.

Membedah Akar Krisis Ekologis

Menyoal poin pertama, tentu hal itu sangat beralasan, mengingat kerusakan ekologi merupakan suatu hal yang nyata dan kian mengkhawatirkan, persoalan seperti perubahan iklim, pemanasan global, tentu patut menjadi keresahan kita bersama, karena bukan hanya menyangkut kehidupan hari ini, juga kehidupan yang akan datang.

Ilmuwan sosial ternama seperti Anthony Giddens misalnya, dalam “Affluence, Poverty and the Idea of a Post-Scarcity Society” (1996), bahkan menyebut dunia tempat kita tinggal sebagai manufactured risk (menguatnya ketidakmenentuan). Contoh kongkretnya, seperti persoalan perubahan iklim. Sementara itu, Sayyed Hossein Nasr dalam Religion and the Order of Nature (1996), mengemukakan bahwa krisis ekologi menjadi suatu krisis yang berada pada taraf mengkhawatirkan. Tentu, keresahan berkait krisis ekologis ini banyak juga disuarakan oleh para sarjana dunia lainnya.

Baca Juga:  Inovasi Pengembangan Media Pembelajaran

Kerusakan ekologi tersebut, tentu berkaitan dengan poin kedua, yaitu cara pandang manusia itu sendiri dalam memandang alam. Cara pandang Cartesian, yang melahirkan corak antroposentris, menyebakan manusia memanfaatkan alam untuk kepentingan manusia seluas-luasnya. Terjadi eksploitasi terhadap alam secara terus-menerus. Dengan kalimat lain, hubungan manusia dengan alam, yang mendasarkan pada rasio instrumental, nyatanya dapat menghadirkan permasalahan yang serius.

Poin ketiganya, model pembangunan yang dianut yang mendasarkan pada filosofi Cartesian, menyebabkan pembangunan yang dijalankan bukanlah pembangunan yang berkelanjutan. Tidak terjalin harmonisasi antara manusia dengan alam, karena titik berangkat manusia, dengan mendasarkan pada logika kapitalisme-neo liberal yang dianggap radikalisasi dari cara pandang Cartesian, mengakibatkan manusia mengutamakan diri sebagai homo economicus, yang dipentingkan adalah bagaimana agar kepentingan akumulasi modal dapat terpenuhi. Persoalan lingkungan pun kemudian dipinggirkan.

Ekologi Manusia: Basis Etika Politik Pembangunan

Berangkat dari keresahan-keresahan tersebut, terutama menyoal perubahan iklim yang menjadi ancaman nyata, tentu kita dapat mengemukakan bahwa studi ekologi manusia memang penting. Karena, secara filosofis, apa yang disebut sebagai ekologi manusia sendiri, sebagaimana yang dijelaskan oleh Oekan S. Abdoellah, dibangun di atas pandangan ontologis yang tidak memisahkan manusia dengan lingkungan. Manusia adalah bagian dari alam dan hanya dapat berlanjut keberadaannya di muka bumi dalam interaksi metabolistisnya dengan alam fisik, begitu juga sebaliknya (hlm.4).

Penting untuk dipahami, di satu sisi, ada lingkungan alamiah yang bekerja dengan hukum-hukumnya sendiri; sementara pada sisi yang lain, ada manusia beserta kehidupan sosial yang dibangun, sarana hidup dan daya-daya produksi yang diciptakan, serta perangkat nilai-nilai kultural tertentu berkenaan dengan pengertian atas alam, teknologi, dan kehidupan sosial mereka (hlm.5).

Dengan landasan ontologis semacam itu, Oekan memaparkan bahwa ekologi manusia dapat menjembatani jurang yang selama ini memisahkan ilmu alam dan ilmu sosial. Dengan demikian, ekologi manusia merupakan studi yang bersifat interdisipliner. Tidak hanya itu, ekologi manusia pun diharapkan mampu memadukan antara pengetahuan modern dengan pengetahuan tradisional (lokal) (hlm. 20).

Baca Juga:  PETA MENJADI MANUSIA SEJATI

Guna menjawab tantangan perubahan iklim, Oekan memaparkan bahwa pendekatan ekologi yang lebih progresif tentu diperlukan. Sebab itu, selain memerlukan pendekatan interdisipliner, juga memerlukan pemahaman atas apa yang disebut perubahan epistemik. Dengan mengutip Bruckmeier (2016), Oekan menjelaskan bahwa perubahan epistemik melibatkan konstruksi ulang dinamika ruang dan waktu membentuk interaksi manusia dalam sistem sosial ekologi (SES). SES menjelaskan interaksi alam dengan masyarakat melalui penelitian mengenai kerentanan (vulnerability), ketahanan (resilience), dan keberlanjutan (sustanaibility) (hlm.20).

Sebagai catatan, dalam studi ekologi manusia, terdapat berbagai konsep pokok, yaitu ekosistem, energi, materi, informasi, adaptasi, evolusi, habitat dan relung ekologis, daya dukung lingkungan (hlm.27-60). Sementara itu, paradigma dominan dalam ekologi manusia, yaitu determinisme dan posibilisme. Selain itu, kemudian muncul juga paradigma ekologi kultural dan paradigma ekosistem (hlm. 79-95).

Selanjutnya, Oekan sendiri memaparkan bahwa pembangunan haruslah didasarkan pada ekologi manusia yang holistis, yang di dalamnya mempunyai komitmen kuat atas perlindungan lingkungan, dan hal itu harus dipahami sebagai etika politik pembangunan. Agar apa yang disebut pembangunan berkelanjutan dapat terwujud. Akan tetapi, tentu saja hal itu memerlukan komitmen moral yang kuat, termasuk etika kepemerintahan yang baik. Di sinilah pentingnya pemahaman atas ekologi politik.

Menimbang Tawaran Ekologi Politik

Kemunculan ekologi politik bersumber atas ketidakpuasan terhadap studi ekologi manusia. Dalam studi ekologi politik, memberikan perhatian lebih terhadap soal ekonomi-politik untuk menjelaskan masalah krisis lingkungan. Ekologi politik amat kritis terhadap tatanan kapitalisme-neo liberal yang dianggap berandil besar terhadap krisis ekologi yang kini menjadi salah satu tantangan terbesar bagi dunia yang kita tinggali hari ini (hlm.171).

Tentu kritik studi ekologi politik terhadap kapitalisme-neo liberal ini sangat beralasan. Seorang pakar ekonomi politik seperti Lorenzo Fioramonti dalam Problem Domestik Bruto: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi (2019), menjelaskan bahwa kapitalisme yang menggencarkan masyarakat pasar justru mengabaikan kepentingan manusia, sosial dan ekologi. Negara-negara pun berlomba-lomba menggenjot pertumbuhan PDB, dan mengorbankan persoalan lingkungan.

Baca Juga:  IBNU RUSYD DAN KITAB FAṢL AL-MAQĀL FĪMĀ BAINA AL- ḤIKMAH WA AL-SYARĪ‘AH MIN AL-ITTIṢĀL (1)

Sebab itu, pembangunan berbasiskan kapitalisme neo-liberal jelas tidak memadai, dan diperlukan perhatian khusus terhadap pesoalan ekologis maupun aspek sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat itu sendiri. Di sinilah pentingnya mempertimbangkan ekologi politik.

Oekan sendiri menjelaskan, bahwa ekologi politik adalah disiplin akademik yang mempelajari hubungan timbal balik antara masyarakat manusia yang terstruktur secara ekonomi politik dan lingkungannya dengan kesadaran bahwa interaksi tersebut terkerangkai oleh struktur ekonomi-politik lingkungannya (hlm.178).

Dengan landasan tersebut, ekologi politik secara normatif dapat membantu mempertajam persepsi kita tentang apa yang terjadi dengan persoalan lingkungan biofisik tidak melulu bedasarkan pemahaman ilmu alam tentangnya, tetapi memerlukan juga kacamata ekonomi politik yang spesifik. Hal tersebut sangat diperlukan sebagai langkah awal untuk mengawal setiap kebijakan dan proses pembangunan (sebagai proses ekonomi politik), sehingga dapat berkelanjutan yang tidak hanya peka terhadap kepentingan ekologis, tetapi juga kepentingan ekonomi politik (hlm.178).

0 Shares:
You May Also Like