Tasawuf: Menjaga Akhlak dan Ketenangan Jiwa

Judul               : Tasawuf Revolusi Mental, Zikir Mengolah Jiwa & Raga

Penulis            : Saifuddin Aman, dan Abdul Qadir Isa

Penerbit          : Ruhama

Tebal               : 274 halaman

ISBN               : 978-602-17890-9-4

Kebobrokan dunia modern yang jauh dari rasa kemanusiaan kerap menjadi keprihatinan. Perilaku yang tidak pantas atau tidak bermoral acap kali kita temui di ruang publik. Semakin banyaknya pengguna media sosial yang tidak punya kendali turut menambah perilaku yang tidak baik, misalnya menilai buruk orang lain di medsos tanpa mengenal di dunia nyata, sering kita lihat.

Tasawuf merupakan solusi dari masalah moral manusia yang semakin merosot. Namun, tasawuf sering digambarkan sebagai amalan-amalan yang dilakukan orang-orang tua dengan pakaian yang lusuh dan anti dunia. Buku Tasawuf Revolusi Mental, Zikir Mengolah Jiwa & Raga karya Saifuddin Aman dan Abdul Qadir Isa menghilangkan stigma tasawuf hanya untuk orang-orang tua. Ia mampu menjelaskan praktik tasawuf oleh anak-anak pada zaman Rasulullah saw., di antaranya; Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, dan Usamah bin Zaid. Pendidikan tasawuf justru sangat baik untuk diajarkan ke anak-anak sebagai pijakan untuk memahami agama dan hidup bermasyarakat. Pembiasaan-pembiasaan dengan perilaku terpuji sejak dini, akan menjadikan perilaku tersebut tertanam di dalam diri dan akan merasa bersalah atau berdosa ketika berperilaku tidak terpuji, sehingga perilaku selalu terkontrol karena tasawuf sudah mendarah daging di dalam diri.

Buku tersebut memaparkan, tasawuf dan syariat tidak saling menafikan atau bertolak belakang. “Bangunan Islam adalah syariat dan ruhnya adalah tasawuf” (hlm. 36). Sehingga orang yang menjalankan praktik tasawuf tidak akan meninggalkan syariat karena orang yang disebut sebagai ahli tasawuf (sufi) atau bertasawuf itu “kalau mereka menjalankan syariat secara lahir dan menghadapkan diri kepada hakikat dan substansi secara batin” (hlm. 37).

Baca Juga:  Harmonisasi Tuhan, Alam dan Manusia: Catatan Bedah Buku The Tao of Islam karya Sachiko Murata

Aman dan Isa mengingatkan kita untuk memahami agama secara koprehensif, tidak hanya secara tekstual saja tetapi juga memahami kontekstual. Beragama dengan tafsir sendiri, menggunakan pemahaman sendiri, pendapatnya sendiri sebagai suatu yang mutlak dan harus dilaksanakan tanpa melihat rasa humanisme dan tidak melihat kondisi tempat agama tersebut dianut akan mengakibatkan kerusakan. Rasa humanis atau berperikemanusiaan harus ditonjolkan dalam beragama atau menjalin hubungan dengan sesama. Rasulullah saw. Bersabda, “Perlakukan manusia dengan kasih sayang seperti kamu ingin diperlakukan oleh mereka dengan penuh kasih sayang” (hlm. 49).

Beragama di Indonesia juga harus bisa memahami budaya bangsa sebagai tempat berkembangnya agama. Tanpa memahami budaya setemapat, agama akan stagnan dan sulit berkembang. Buku ini memasukkan atau mengaitkan ajaran tasawuf dengan budaya.

Misalnya penulis buku memasukkan beberapa falsafah hidup orang Jawa, seperti dudu sanak dudu kadang yen mati melu kelangan (bukan saudara bukan kerabat kalau meninggal ikut kehilangan), sugih tanpo bondho, nglurug tanpo bolo, wani tanpo aji, menang tanpo ngasorake (kaya walau tidak berharta, maju mendatangi musuh tidak usah membawa pasukan, berani menghadap walau tidak punya senjata, menang mengalahkan musuhnya tetap dengan penghormatan yang tinggi), dan masih banyak lagi yang dipaparkan penulis buku. Hal itu tentunya tidak bertolak belakang dengan ajaran tasawuf. Selain itu, kita diajarkan untuk bisa saling toleransi dalam perbedaan dan keragaman, utamanya dalam konteks Indonesia.

Tasawuf tidak cukup dengan dipelajari saja, tetapi harus diamalkan atau dijalankan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam mengamalkan harus dengan bimbingan guru atau mursyid. Bimbingan seorang guru sangat diperlukan untuk membentuk seorang murid (pengamal tasawuf). Pentingnya berguru, faedah, dan dalil-dalinya dipaparkan secara jelas di dalam buku tersebut. Begitupun dengan istilah-istilah dalam tasawuf, dapat dengan mudah kita pahami.

Baca Juga:  Menilik Sejarah Standardisasi Mushaf Al-Qur’an di Indonesia

Adapun cara menuju kepada Allah dipaparkan secara indah dan nama-nama sufi turut mewarnainya. Tingkatan-tingkatan perjalanan menuju Allah dijelaskan secara runtut dan detail oleh Aman dan Isa dalam bukunya. Selain membahas banyak hal terkait tasawuf, buku tersebut juga membahas zikir yang tentunya mempunyai kaitan dengan tasawuf. Zikir disinggung secara sekilas tapi mendalam. Sudah saatnya kita luangkan waktu untuk membaca buku tersebut.      

Previous Article

Ijtihad Kebangsaan R.K.H. Abdul Hamid Baqir

Next Article

PERTAMA KALI TERJAGA TENTANG KESATUAN TRANSENDENTAL AGAMA-AGAMA

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨