Spiritualitas Kunut Menurut Imam al-‘Izz bin Abd as-Salâm (Bagian 2)
Redaksi doa kunut yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. adalah terdiri dua jenis, yaitu diriwayatkan oleh Sayyidina Umar bin Khattab ra. dan Imam Hasan bin Abi Thalib as. Kalangan mazhab Ḥanafî dan Mâlikî menggunakan redaksi doa kunut yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar bin Khattab ra. (Wahbah az-Zuhailî, Al-Fiqh al-Islâmiyy wa Adillatuhû, I, 1985: 810- 812 dan Imam an-Nawawî, Al-Ażkâr an-Nawawiyyah, 2001: 149-150), yaitu:
أَللهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ. أَللهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ، وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ. أَللهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ، الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ، وَيُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ. أَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِميْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَأَلَّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ، وَاجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ، وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِيْ عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلَهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ.
“Ya Allah, kami memohon pertolongan dan ampunan kepada-Mu. Kami tidak ingkar (kafir) kepada-Mu, kami beriman kepada-Mu, dan kami memisahkan diri dari orang-orang yang durhaka kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya kepada-Mu kami salat dan sujud, dan hanya kepada-Mu kami bergegas dan mengabdi. Kami mengharap rahmat-Mu, dan kami takut akan siksa-Mu. Karena sesungguhnya siksa-Mu yang teramat pedih pasti ditimpakan kepada orang-orang kafir. Ya Allah, semoga Engkau menyiksa orang-orang kafir yang menghalang-halangi orang lain dari jalan-Mu, mendustakan utusan-utusan-Mu, dan membunuh para wali-Mu. Ya Allah, semoga Engkau mengampuni seluruh mukmin laki-laki dan perempuan dan seluruh Muslim laki-laki dan perempuan. Semoga Engkau memperbaiki urusan mereka dan hubungan di antara mereka dan melembutkan hati mereka. Semoga Engkau memenuhi hati mereka dengan iman dan hikmah, menetapkan mereka dalam agama Rasulullah saw., menuntun mereka agar menepati janjinya kepada-Mu, dan menolong mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka, wahai Tuhan Yang Maha Hak. Dan semoga Engkau menjadikan kami sebagai bagian dari mereka.”
Sedangkan kalangan mazhab asy-Syâfi‘î dan sebagian kalangan mazhab Ḥanbalî (seperti Ibnu Qudâmah) menggunakan redaksi doa kunut yang diriwayatkan oleh Imam Hasan bin Abi Thalib as. (Al-Fiqh al-Islâmiyy, hlm. 812-813 & 816), yaitu:
أللهمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ والَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلّى اللهُ عَلَى سَيَّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
“Ya Allah, semoga Engkau memberikan petunjuk kepadaku bersama orang-orang yang telah Engkau perikan petunjuk. Semoga Engkau memberikan kesehatan kepadaku bersama orang-orang yang telah Engkau berikan kesehatan. Semoga Engkau memeliharaku bersama orang-orang yang telah Engkau pelihara. Semoga Engkau memberikan keberkahan kepadaku atas sesuatu yang telah Engkau berikan. Semoga Engkau melindungiku dari keburukan-keburukan sesuatu yang telah Engkau putuskan. Karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Memutuskan, dan Engkau tidak diputuskan (oleh siapa pun). Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau pelihara, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Berkat, wahai Tuhan kami, dan juga Maha Tinggi. Maka, segala puji hanya kepada-Mu atas perkara yang telah Engkau putuskan. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu. Semoga Engkau melimpahkan tambahan rahmat dan kesalamatan atas tuan dan junjungan kami, baginda Nabi Muhammad yang umi, beserta para keluarga dan sahabatnya.”
Imam at-Tirmiżî menyebutkan bahwa hadis itu adalah ḥasan. Menurutnya, tidak ada riwayat yang lebih baik daripada hadis itu mengenai kunut. Namun demikian, kalangan mazhab asy-Syâfi‘î berpendapat bahwa jika seorang Muslim membaca redaksi kunut yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar bin Khattab ra., maka hal itu juga baik. Dalam hal ini, Sayyidina Umar membaca doa kunut itu setelah rukuk (pada rakaat kedua) dalam salat Subuh (Al-Ażkâr, hlm. 148-149).
Menurut kalangan mazhab asy-Syâfi‘î, setiap Muslim disunahkan menggabungkan doa kunut yang diriwayatkan oleh Imam Hasan bin Abi Thalib as. dengan doa kunut yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar bin Khattab ra. Dengan catatan, jika dia salat seorang diri atau menjadi imam dalam salat yang khusus dan terbatas, di mana para makmumnya sudah rela untuk dipanjangkan (doa kunutnya). Jika dia menggabungkan kedua doa kunut tersebut, maka lebih utama membaca doa kunut yang diriwayatkan oleh Imam Hasan as. terlebih dahulu, dan kemudian dilanjutkan dengan doa kunut yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar ra. Namun, jika dia hanya mengambil salah satu di antara keduanya, maka lebih utama membaca doa kunut yang diriwayatkan oleh Imam Hasan as. (hlm. 150-151).
Selain itu, Imam an-Nawawî menjelaskan bahwa jika seseorang menjadi imam, maka disunahkan membaca beberapa redaksi kunut yang diriwayatkan oleh Imam Hasan as. itu secara jamak (dari aku ke kami). Jika dia membacanya secara pribadi (tunggal), maka hal itu makruh–meskipun kunutnya tetap sah. Sebab, tidak patut (makruh) bagi seorang imam mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri (dan mengabaikan makmumnya) (Al-Ażkâr, hlm. 151). Berikut contoh beberapa redaksi kunut yang dibaca secara jamak:
أللهمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ… نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ إِلَيْكَ…
Ketika imam membaca beberapa redaksi kunut tersebut, maka makmum mengucapkan amin. Ketika sampai kepada kalimat “fa innaka taqḍî wa lâ yuqḍâ ‘alaika” hingga kalimat “fa laka al-ḥamdu ‘alâ mâ qaḍaita”, maka imam dan makmum membaca sendiri-sendiri kalimat tersebut. Ketika sampai kepada kalimat “nastagfiruka wa natūbu ilaika. wa ṣallallâhu ‘alâ sayyidinâ muḥammadinin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihî wa ṣaḥbihî wa sallam”, maka cukup imam saja yang membaca kalimat tersebut, sedangkan makmum hanya mengucapkan amin (hlm. 152).
Mayoritas ulama mazhab asy-Syâfi‘î berpendapat bahwa kunut itu dibaca pelan (tidak nyaring) ketika salat seorang diri. Namun, jika menjadi imam, maka ia dibaca dengan nyaring (agar makmumnya mendengar). Sebagian ulama mazhab asy-Syâfi‘î berpendapat bahwa kunut dibaca pelan (tidak nyaring), baik salat sendiri maupun menjadi imam, karena ia seperti doa-doa lain yang ada dalam salat (yang memang dibaca pelan) (hlm. 152).
Dengan demikian, jika imam tidak menyaringkan bacaan kunutnya, maka makmum harus membaca kunut sendiri-sendiri. Namun, jika imam menyaringkannya dan makmum mendengarnya, maka makmum mengucapkan amin. Setelah sampai ke kalimat “fa innaka taqḍî wa lâ yuqḍâ ‘alaika”, maka imam dan makmum membaca sendiri-sendiri doa tersebut hingga kalimat “fa laka al-ḥamdu ‘alâ mâ qaḍaita” secara pelan (tidak nyaring). Jika makmum tidak mendengarnya, maka dia membaca kunut sendiri secara pelan (hlm. 152).
Ketika penulis nyantri di Lembaga Pendidikan Islam Darul Ulum Pondok Pesantren Banyuanyar, Pamekasan, maka penulis (bersama para santri lainnya) mendapatkan redaksi doa kunut tambahan yang biasa dibaca oleh mendiang R.K.H. Muhammad Syamsul Arifin, yaitu:
أَللهُمَّ سَلِّمْنَأ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا وَأَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ، واَشْفِ مَرْضَانَا وَامْرَاضَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَاكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ.
“Ya Allah, semoga Engkau Memberikan kesalamatan kepada kami dan orang-orang Islam. Semoga Engkau memperbaiki keadaan (lahir-batin) kami dan keadaan (lahir-batin) orang-orang Islam. Semoga Engkau menyembuhkan orang yang sakit di antara kami dan orang-orang sakit di antara orang-orang Islam. Dan semoga Engkau menyelematkan kami dari keburukan orang-orang zalim.”
Doa tersebut digabungkan dengan doa kunut yang diriwayatkan oleh Imam Hasan as. tersebut, yang dibaca setelah kalimat “nastagfiruka wa natûbu ilaika” dan diakhiri dengan kalimat “wa ṣallallâhu ‘alâ sayyidinâ muḥammadinin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihî wa ṣaḥbihî wa sallam”. Ketika imam membaca doa kunut tambahan tersebut, maka para makmum mengucapkan amin.
Meraih Kesejahteraan Dunia dan Akhirat dengan Kunut
Menurut Sulṭân al-‘Ulamâ’ (rajanya para ulama) Imam al-‘Izz bin ‘Abd as-Salâm, doa kunut yang diriwayatkan oleh Imam Hasan as. tersebut memuat kebaikan dunia dan akhirat. Sebab, perkara yang dihendaki dari setiap doa adalah tidak terlepas dari dua hal, yaitu memperoleh kemanfaatan masa sekarang dan masa mendatang atau menolak kemudaratan masa sekarang dan masa mendatang (Maqâṣid al-‘Ibâdât, 1995: 32).
Dalam hal ini, Imam al-‘Izz bin ‘Abd as-Salâm menyebutkan bahwa redaksi “Allâhummahdinî fîman hadaita” menghendaki kebaikan masa mendatang, yaitu kebaikan dalam agama. Ia didahulukan daripada perkara lain karena kemuliaan yang dimiliki oleh agama. Redaksi “Wa ‘âfinî fîman ‘âfaita” menghendaki kesehatan dan kesejahteraan jasmani setelah meminta kesejahteraan agama. Sementara redaksi “Wa tawallanî fîman tawallaita” menghendaki ketundukan (hanya kepada Allah), karena Allah Maha Mencukupi orang yang telah dipelihara (oleh-Nya), baik berupa memperoleh kesejahteraan maupun menolak kemudaratan (hlm. 32).
Adapun redaksi “Wa bârik lî fîmâ a‘ṭaita” menghendaki kemanfaatan tambahan dalam agama. Redaksi “Wa qinî syarra mâ qaḍaita” menghendaki agar dilindungi dari kemudaratan di dunia dan akhirat. Sedangkan redaksi “Fa innaka taqḍî wa lâ yuqḍâ ‘alaika, wa innahû lâ yużillu man wâlaita, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlaita” merupakan pujian kepada Allah, di mana Dia adalah Zat Yang Maha Menguasai dan tidak bisa dikuasai, Zat Yang Maha Memaksa dan tidak bisa dipaksa, dan Zat Yang Maha Memutuskan dan tidak bisa diputuskan. Makanya, Allah tidak akan menghinakan orang yang telah Dia Pelihara dan Tinggikan. Dan seluruh makhluk dan perkara hanyalah milik Tuhan alam semesta, Allah Yang Maha Berkat (hlm. 32). Wallâhu A‘lam wa A‘lâ wa Aḥkam..