Sikap Hasan al-Banna atas Tasawuf dan Thariqat

Gerakan Ikhawan al-Muslimin di dunia Islam, terutama di kawasan Timur Tengah dan sekitaran dunia Arab seperti, Tunisia, Mesir, Libya, Yaman, Maroko, Yordania, Bahraian, serta al-Jazair dikenal sebagai gerakan generasi modern anak muda Islam dalam gerakan politik Islamisme.

Gerakan ini dinisbatkan pada Hasan al-Banna sebagai pendiri. Gerakan Islamisme Ikhawan al-Muslimin ini sangat optimis dapat mengembalikan kejayaan dan keemasan Islam yang dahulu pernah diraih umat Islam.

Untuk membuktikan pandangannya ini, baik Hasan al-Banna maupun pengikutinya lebih banyak memilih terlibat langsung dalam kehidupan politik yang terjadi di beberapa kawasan Timur Tengah dan sekitarnya. Terhitung sejak era 1960-an pemikiran dan gagasan Hasan al-Banna dan Ikhawan al-Muslimin selalu mencoba meraih kekuasaan hingga sekarang.

Dalam beberapa catatan, misalnya, dalam kasus 18 hari demonstrasi anti-Mubarak di Tahrir Square Mesir 28 Januari 2011 ada disinyalir keterlibatan gerak Ikhawan al-Muslimin di dalamnya. Gerakan ini, kemudian secara regio-politik disebut sebagai kebangkitan Islam politik yang merebak di hampir negara-negara Muslim di dunia, termasuk di Indonesia.

Ekspresi Islam politik kaum Islamis pengikutnya ini, pada satu sesi memiliki keyakinan Islam sebagai ideologi yang meliputi semua nilai-nilai kehidupan, tanpa terkecuali, tak terbatas hanya pada kesolehan pribadi, melainkan juga pada kehidupan sosial dan politik bagi kehidupan pribadi dan publik. Namun pada sesi yang lain, menolak dengan sangat keras tasawuf dan thariqat yang merupakan bagian dari aspek kehidupan.

Jargon penolakan atas tawasuf dan tarekat ini sering kali juga dinisbatkan pada Hasan al-Banna. Kendati demikian, misalnya, dalam catatan Mudzakkaraat ad-Da’wah wa ad-Daa’iyah, Hasan al-Banna secara tidak langsung mengakui eksistensi tasawuf dan thariqat di dunia Islam yang dari dulu hingga kini saat ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Islam.

Baca Juga:  Para Sufi yang Tenggelam dalam Cinta (Bagian 1)

Hasan al-Banna berujar seperti ini “Barangkali merupakan suatu hal yang sangat berfaidah, jika aku menuliskan dalam buku catatan ini sebagian pemikiranku tentang tasawuf dan thariqat dalam sejarah dakwah Islamiyah, mencakup meunculnya tasawuf, pengaruhnya, keadaannya sekarang dan bagaimana thariqat ini bisa memberikan manfaat kepada masyarakat Islam”.

Dari catatan ini sudah jelas kelegowoan Hasan al-Banna atas tasawuf dan thariqat yang ada dalam dunia Islam dari dulu hingga kini. Meskipun demikian, tampaknya Hasan al-Banna tidak terlalu serius menganalisis keberadaan ajaran tasawuf dan thariqat, apalagi hingga mengamalkannya dalam bentuk gerakan Ikhawan al-Muslimin. Kita bisa simak dalam catatan berikutnya, Hasan al-Banna yang menulis seperti ini:

“Aku tidak berusaha untuk menganalisis secara ilmiah atau mendalami makna-makna istilah, namun ini adalah catatan yang ditulis sesuai dengan yang terlintas dalam pikiran dan bergerak dalam jiwa. Apabila benar maka kebenaran itu berasal dari Allah, dan segala puji bagi-Nya. Namun apabila salah maka kebaikanlah yang aku kehendaki, dan segala perkara dan keputusan sebelum maupun sesudahnya hanya milik Allah semata”.

Sikap Hasan al-Banna ini tampak berbeda, dan ada semacam sikap keberterimaan terkait tasawuf dan thariqat. Dan, ini tentu sangat berbeda dengan gurunya, Abdul Wahab dan pengikutinya yang menganggap tasawuf dan thariqat sebagai ajaran bid’ah.

Selain itu, pandangan Hasan al-Banna ini, nampaknya tak bisa lepas dari pembacaan atas sejarah umat Islam, di mana Islam semakin meluas pada abad pertama hijriyah hingga ke daerah-daerah yang ditaklukkan. Dan, kenyataan lain, ilmu pengetahuan Islam juga semakin berkembang pesat, yang pada akhirnya ilmu pengetahuan memberikan bentuk dalam mengatur tingkah laku dalam setiap kehidupan umat Islam.

Dalam pandangan Hasan al-Banna bentuk tingkah laku umat Islam ini, dimulai dengan berzikir, ibadah, makrifah dan puncaknya mencapai rida Tuhan serta mendapatkan surga. Hasan al-Banna menyebut bagian ilmu tasawuf ini sebagai Uluumu at-Tarbiyah wa as-Suluuk atau ilmu pendidikan dan tingkah laku. Dan, ini dianggap sebagai inti dari ajaran Islam dan fondasinya, serta pernah diajarkan dan diamalkan oleh para ulama salafus shaleh.

Bagi Hasan al-Banna, semangat dakwah sufiyah ini tak berhenti pada Uluumu at-Tarbiyah wa as-Suluuk saja, akan tetapi lebih jauh lagi hingga pada analisis perasaan dan jiwa, serta sinkritisme dengan ilmu-ilmu falsafah, logika, dan warisan-warisan pemikiran bangsa lain seperti, Yunani dan Persia dan lainnya. Bahkan pada masalah agama yang oleh Hasan al-Banna dianggap bukan dari agama Islam.

Baca Juga:  Mengenal Abid Al-Jabiri: Kritik Nalar Arab dan Tradisi dengan Modernitas (1)

Fenomena ini bagi Hasan al-Banna terjadi setelah abad pertama hijriyah, atas nama tasawuf dan thariqat serta ajakan sikap zuhud, asketis dan hasrat untuk mendapat spiritual yang menakjubkan pemimpin umat Islam membuka pintu-pintu ilmu pengetahuan tanpa adanya batasan tertentu, termasuk bagi orang zindiq dan atheis.

Pada babakan ini, dalam pandangan Hasan al-Banna, ada semacam indikasi munculnya kelompok-kelompok sufi dan thariqat-tharikat dengan metode masing-masing dalam sistem pendidikan, bahkan mengambil peran dalam bentuk politik dan oraganisasi militer, serta lembaga-lembaga khusus lainnya.

Satu hal yang pasti dari keberterimaan Hasan al-Banna atas tasawuf dan thariqat, di mana keduanya merupakan faktor terpenting dan terbesar dalam penyebaran Islam di banyak negara dan daerah-daerah pelosok tidak terjangkau, termasuk di Indonesia. Sebagai suatu warisan peradaban pemikiran Islam, tasawuf dan thariqat bagi Hasan al-Banna telah memberikan warna-warni sejarah panjang dalam Islam.

Tentu, sikap dan pandangan Hasan al-Banna tentang tasawuf dan thariqat sangat berbeda dengan para pendahulunya dan bahkan dengan pengikutnya yang mencela, serta menuduh tasawuf sebagai ajaran yang tak pernah dilakukan para ulama salafus shaleh. Hasan al-Banna telah mengungkapkan dengan bahasa santun, tak kata dan kalimat celaan pada perkembangan tasawuf dan thariqat.

Nampaknya sikap Hasan al-Banna ini tak bisa lepas dari pergaulannya dengan ulama-ulama al-Azhar, Mesir yang memang secara khusus memiliki organisasi sufi yang biasa disebut sebagai Masyiikhatuth Thuruuq ash-Shufiyah atau majelis thariqah sufiyah yang ada di Mesir.

Previous Article

Haruskah Orang Menjadi Sufi dan Menjalani Laku Hidup Prihatin Seperti Dianjurkan Para Sufi?

Next Article

Beragama: Menjaga Kemanusiaan, Menjaga Keragaman

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨