MENTAL SUFISME DAN MOOD BOOSTER GEN-Z

Keadaan psikis manusia sangatlah fluktuatif, sehingga perlu adanya modifikasi perilaku yang senantiasa mengarah pada hal/ihwal yang positif. Mood yang dinamis tersebut tak jarang membawa seseorang pada kondisi mental down. Kesehatan mental perlu untuk diarusutamakan sebagai upaya preventif bagi Gen-Z yang cenderung overthinking terhadap fenomena kehidupan. Gen-Z (post millennials) atau juga sering disebut dengan istilah i-generation (generasi internet). Gen-Z ini memiliki beberapa kelebihan utamanya dalam hal teknologi, mereka lebih melek teknologi dibanding generasi sebelumnya. Namun, Gen-Z juga memiliki banyak kelemahan seperti FOMO (Fear of Missing Out), mudah cemas dan stres serta sering mengeluh dan self proclaimed. Gen-Z juga disebut dengan “Generasi Strawberi” (generasi cantik di luar rapuh di dalam). Generasi yang mudah hancur saat menghadapi berbagai tekanan.

Kesehatan mental menurut definisi yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan suatu kondisi/keadaan batin yang tenang sehingga mampu untuk menikmati kehidupan sehari-hari. Orang yang bermental sehat akan mampu memaksimalkan kemampuan atau potensi dirinya dalam menghadapi tantangan hidup. Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan berdampak pada suasana hati, kemampuan berpikir, serta  kendali emosi yang berpotensi mengarah pada perilaku negatif. Dalam istilah Islam barangkali tepat kalau disebut dengan term sakinah dan muthma’innah. Kondisi tersebut pada ranah aksiologinya akan membawa seseorang pada level qalbun salim. Hati yang selamat dari kesyirikan, keraguan, keterputusasaan, dan sudah bebas dari ke-aku-an.

Sufisme tidak lain ialah suatu upaya untuk mendidik manusia menjadi insan kamil yang menjalankan pilar kehidupan secara komprehensif. Asumsi dasar dari sufisme ialah bahwasanya semua manusia merupakan manifestasi dari Tuhan. Konsep dalam sufisme merupakan perpaduan antara teosentris dan antroposentris atau religius-humanis yang keduanya tidak boleh alpa pada diri seseorang. Mental sufisme berasas pada kepercayaan diri sebagai makhluk yang dipilih menjadi khalifah Allah, sebagai khalifah tentu saja memiliki tanggungjawab yang besar dalam kehidupan ini. Mental sufisme yang mesti dimiliki oleh Gen-Z di antranya ialah:

Baca Juga:  Dari Vatikan ke Najaf: Mengukuhkan Persaudaraan, Membendung Teror

Pertama, kebiasaan untuk senantiasa mencintai diri sendiri (self love) serta mengenali dirinya. Mengenal diri sebagai mana sebutkan (man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu) akan mengantarkan manusia mengenal Tuhannya.

Kedua, la takhaf wa la tahzan, mental yang tidak takut dan tidak bersedih, karena percaya bahwa Allah senantiasa membersamainya. Mental ini akan mengantarkan pada optimisme Gen-Z yang mudah rapuh dan suka mengeluh seraya bilang “dahlah”.

Ketiga, qabul akhar (menerima yang lain), mental open minded ini menjadikan individu yang toleran, tulus menerima orang lain yang berbeda agama, prinsip, sifat, dan perbedaan-perbedaan mendasar lainnya. Perbedaan adalah sunnatullah, bukan alasan untuk berpecah belah, tapi jadikan sebagai anugerah agar hidup terasa indah full barakah.

Keempat, universal love, cinta yang tanpa sekat. Sufisme mengajarkan untuk mencintai semua ciptaan Allah tanpa syarat.

Kelima, sufi healing. Manusia adalah manifestasi Tuhan yang hakikatnya tidak bisa untuk jauh dari Tuhan. Jalaluddin Rumi mengibaratkan suara seruling bambu sebagai jeritannya karena jauh dari pohonnya. Manusia akan menjerit (tersiksa) jiwanya jika jauh dari Tuhannya. Sya’ir Rumi “Bersama-Mu, penjara laksana kebun mawar. Bersama-Mu, neraka menjadi tempat kegembiraan,merupakan gambaran kegembiraan orang yang senantiasa bersama Tuhan. Sufi healing bisa berupa shalat, zikir, meditasi, musik yang dapat membakar jiwa sehingga merasakan dzauq.

Gen-Z sering dianggap sebagai generasi yang manja, rapuh, maunya serba instan dan pengennya healing melulu. Oleh sebab itu, sudah seharusnya Gen-Z bermanuver ke dunia sufisme yang mengajarkan mental tangguh, toleran, optimis, dan agamis. Jadikan ajaran sufisme sebagai mood booster (penyemangat) yang membawa pada perubahan diri serta menjamin kesehatan mental.

Baca Juga:  Karunia dan Cobaan

Tasawuf/sufisme melahirkan insan yang humanis, yang mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang yang meniru sifat Tuhan Yang Maha Pengasih, Maha Damai, dan sifat ke-Ilahi-an lainnya. Sufisme ini tidak hanya berada pada sebatas wacana yang melangit akan tetapi harus membumi dalam ranah kehidupan, terkhusus bagi Gen-Z yang mungkin masih asing dengan sufisme. Membumikan tasawuf tidak hanya dilakukan pada majelis thariqah (tarekat) an sich, dan juga tidak sebatas untuk meruqyah orang yang kerasukan. Sufisme harus mengalir dalam darah dan nafas setiap manusia. Nyufi juga tidak mesti menunggu tua, akan tetapi setiap individu yang merindukan ketenangan maka tempuhlah jalan ini.

Akhiru kalam, memperingati hari kesehatan mental memang diperingati setiap 10 Oktober, akan tetapi setiap hari mental harus sehat.

Previous Article

Rindu Kanjeng Nabi

Next Article

PENINDASAN TERHADAP BANGSA PALESTINA ITU SUDAH BERUMUR LEBIH DARI 70 TAHUN

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨