Oleh: Giyarti, S.P, S.Pd
Aktivis Pendidikan
Allah swt. adalah pencipta (al-Khaliq) alam semesta beserta isinya. Ia adalah satu-satunya Dzat Yang Maha Sempurna, sedangkan alam semesta beserta isinya (yang merupakan ciptaan-Nya/makhluk) bersifat tidak sempurna atau dapat dikatakan bersifat nisbi atau relatif. Kesempurnaan Allah bersifat mutlak, artinya Ia akan tetap sama walaupun dipandang secara subyektif apalagi obyektif. Sedangkan makhluk—yang dalam hal ini adalah dunia—bersifat nisbi atau relatif karena tidak akan sama hasil penilaiannya jika dipandang dari sudut pandang yang berbeda.
Segala yang diciptakan oleh Sang Maha Pencipta memang tidak ada yang sia-sia, termasuk di dalamnya adalah dunia itu sendiri. Bagi orang yang beriman, dunia merupakan pelayan baginya. Artinya, orang beriman tadi hanya menganggap dunia sebagai tempat mencari bekal untuk kehidupan yang kekal, di akhirat kelak. Sedangkan bagi orang yang tertipu oleh kehidupan dunia, dialah yang menjadi pelayan bagi dunia yang ia elu-elukan. Artinya, ia akan melakukan segala cara untuk memperoleh segala yang berbau duniawi, seperti pangkat, harta, dan jabatan—tidak peduli halal dan haram, tidak peduli ia harus menikung atau melakukan tindakan yang tidak dianjurkan oleh ajaran Islam.
Dunia dengan segala isinya sejatinya diciptakan Sang Pencipta untuk melayani manusia. Dunia diciptakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan memperoleh keridaan-Nya. Seseorang yang memiliki kelimpahan harta apabila ia sadar bahwa itu hanya titipan Sang Khaliq, maka ia akan menggunakannya untuk kemaslahatan umat dan sarana beribadah kepada Allah swt. Begitupun dengan pangkat, jabatan, dan semua perhiasan yang melekat pada dunia, jika dipegang oleh orang yang amanah, maka kesemuanya akan menjadi sumber pahala yang akan mendekatkan si empunya kepada Allah swt.
Banyak dari manusia yang tertipu dengan keindahan dunia yang pada hakikatnya keindahannya tidak lebih dari satu helai sayap nyamuk saja. Manusia yang sejatinya diberikan amanah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini, seharusnya menyadari bahwa ia kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah swt. apakah di bumi atau di dunia ia sudah berbuat kebaikan atau hanya malah membuat kerusakan di muka bumi ini?
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Begitulah Firman Allah yang semakin menegaskan bahwa dunia diciptakan oleh Allah SWT sebagai sarana beribadah kepadaNya, tidak lain dan tidak bukan.
Ada beberapa hadis bahkan beberapa ayat di dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa dunia ini adalah tempatnya ujian. Di sinilah letak ketidaksempurnaan dunia semakin jelas terlihat, bahwa ketika seorang hamba diuji dengan sesuatu yang tidak mengenakan maka sadarilah bahwa memang seperti itulah tabiat dunia, penuh dengan ketidaksempurnaan. Kesadaran akan hal ini, bisa menumbuhkan kesabaran dan kekuatan dalam menghadapi ujian tersebut. Selanjutnya, kita tidak boleh berputus asa apabila dalam hidup kita tidak memperoleh sesuai dengan yang kita inginkan.
Penjelasan di atas tidak berarti juga kita sama sekali tidak menghiraukan kesenangan di dunia yang telah Allah ciptakan untuk melayani manusia ini. Pada beberapa manusia yang diberikan oleh Allah swt. kesenangan duniawi berupa harta, pangkat, dan jabatan seharusnya menjadikan si empunya menjadi pribadi yang tetap rendah hati, tidak sombong, dan selalu gemar menebar kebaikan dengan cara menggunakan atau meginfakkan sebagian hartanya untuk kemaslahatan umat di muka bumi ini. Atau dengan kata lain, kesenangan duniawi yang diberikan pada sebagian hamba-hamba-Nya di muka bumi ini harus dipandang bahwa semua ini hanyalah sementara saja yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pemiliknya, yaitu Allah swt.
Kesimpulannya bahwa dunia yang diciptakan tidak sempurna, maka jangan gantungkan kepadanya, jadikan ia sebagai batu loncatan untuk menuai kebahagiaan sejati. Dunia hanya tempat tinggal sementara bagi umat manusia. Seperti kata pepatah, bahwa kita hidup di dunia ini hanyalah mampir minum sementara saja. Sebaliknya, suatu saat nanti (setelah kematian dan pengadilan di Padang Mahsyar) akan ada kehidupan yang abadi yang dinamakan negeri akhirat. Di sanalah kita akan hidup kekal untuk selama-lamanya. Jika kita mendapat kenikmatan yang bersifat duniawi sudah seyogyanya dijadikan untuk beribadah dan semakin mendekatkan diri kepada Hadirat Ilahi Rabbi. Sebaliknya pula, ketika kita dihadapkan pada kesengsaraan hidup, ingatlah semua itu juga tidak akan abadi karena dunia ini, sekali lagi, tidak sempurna.