Dimensi Tasawuf Dalam Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan

Tasawuf merupakan salah satu bidang keilmuan Islam, yang dalam pandangan Abu al-Wafa al-Ghanimi at-Taftazani, sebagaimana dikutip oleh Imam Iqbal dalam tulisannya yang berjudul; Pengantar Pada Keilmuan Tasawuf. Dikatakan bahwa, tasawuf ialah sebuah pandangan filosofis tentang kehidupan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan jiwa seseorang  secara moral, melalui latihan-latihan praktetk tertentu. Selain itu, istilah tasawuf juga sering digunakan untuk menyebut sekelompok muslim yang dengan sungguh-sungguh memperhatikan seruan Allah untuk menyadari kehadiratnya, baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam perjalanannya, tasawuf juga sering dipahami sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan jalan zikir, ikhlas, zuhud dan sebagainya. Selanjutnya, tasawuf juga disebut dengan tarekat. Tarekat yang dalam pandangan ulama, ialah suatu jalan yang ditempuh dengan cara sangat penuh keberhati-hatian. Selanjutnya, tarekat juga disebut sebagai sebuah madzhab sufistik, sebagaimana dikatakan oleh M. Rohman Ziadi dalam tulisannya yang berjudul; Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan dan Perannya Dalam Perpolitikan di Lombok. Dikatakan bahwa, dalam tradisi sufistik terdapat sebuah konsep yang sangat kental yang disebut dengan zuhud. Zuhud, yang selanjutnya ia artikan sebagai sebuah kekosongan hati dari pencarian untuk memperoleh dunia.

Tasawuf, sejatinya telah berkembang semenjak awal penyebaran Islam di Nusantara. Abad pertama islamisasi di Nusantara, merupakan sebuh proses penyebaran Islam yang berbarengan dengan masa merebaknya tasawuf dan peretumbuhan ordo-tasawuf yang juga disebut sebagai tarekat di dunia Islam, hal demikian dikatan terjadi pada abad pertengahan. Mengutip perkataan Martin van Bruinesse, sebagaimana dikutip oleh Asep Achmad Hidayat dalam tulisannya Perkembangan Tarekat di Indonesia Zaman Kolonial Belanda, dikatakan bahwa proses Islamisasi di Indonesia mulai pada masa ketika tasawuf merupakan corak pemikiran yang dominan di dunia Islam.

Baca Juga:  BERTEMU AL-GHAZALI DI BASEMENT SEBUAH TOKO BUKU DI HARVARD SQUARE (BAGIAN 2)

Hamzah Fansuri, merupakan seorang sufi pertama di Nusantara yang mengembangkan ajaran wahdatul wujud Ibn Arabi. Ajaran tasawuf di Nusantara, sebagian besar tersebar dalam bentuk lembaga tarekat. Sebagaimana, dikatakan oleh Harun Nasution dalam bukunya yang berjudul  Falsafah dan Mistisisme Dalam Islam; tarekat merupakan suatu cara yang ditempuh oleh seorang sufi dalam upayanya mendekatkan diri kepada Allah. Namun dalam perjalanannya, tarekat menjadi sebuah organisasi yang dipimpin oleh seorang Syaikh yang dalam pengajarannya memiliki metode-metode tertentu. Sebagaimana, hal demikian dapat kita lihat dalam Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan.

Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan, ialah sebuah tarekat yang didirikan pada tahun 1967 oleh seorang ulama besar yang sangat berpengaruh di pulau Lombok. Beliau adalah Tuan Guru Kyai Haji. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, sosok ulama kharismatik yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Maulana Syaikh. Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan, merupakan tarekat yang menekankan pada pentingnya syari’at. Sebagaimana, dalam salah satu literatur dikatakan bahwa ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh Maulana Syaikh adalah ajaran tasawuf al-Ghazali. Hal demikian, memang tidak secara langsung dikatakan oleh beliau. Namun, dilihat dari kitab-kitab tasawuf yang beliau ajarkan. Beliua lebih sering mengajarkan, kitab-kitab karangan dari al-Ghazali. Seperti, Ihya’ Ulumiddin. Akan tetapi, secara khusus beliau banyak memperoleh ilmu tasawuf dari Syaikh Amin al-Kutubi. Sementara untuk ajaran terekat, dalam hal ini Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan, beliau menerimanya dari salah seorang guru kesayangan beliau di Makkah, ialah al-Allamah Fadlilat al-Magfurlah Maulana al-Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, Maulana Syaikh memiliki pandangan tasawuf yang tidak terpisah dengan syariat, atau konsep tasawuf yang selaras dengan syariat. Berkaitan dengan hal itu, mengutip perkataan Saidip Indra Irawan dalam tulisannya Tasawuf Nusantara: Studi Tarekat Hizib Nahdlatul Watjan. Maulana Syaik mengatakan bahwa syariat merupakan uraian, thariqah merupakan pelaksanaan, haqiqat merupakan keadaan dan ma’rifat merupakan tujuan pokok, ialah pengenalan terhadap Tuhan yang sebenar-benarnya. Berangkat dari hal tersebut, Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan merupakan media untuk mensinergikan syariat dengan tarekat, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa ketinggalan akan kepuasan rohani dan juga seseorang yang menjalankannya dapat hidup damai secara bathiniah dalam suasana kedekatan kepada Allah.

Baca Juga:  Tasawuf, Toleransi, dan Perdamaian Indonesia
0 Shares:
You May Also Like