Keresahan dan Ilmu Pengetahuan: Membaca Pemikiran Albert Einstein

Sulit untuk menyangkal betapa besar sumbangsih ilmu pengetahuan bagi peradaban, sehingga tidak mengherankan ketika ilmu pengetahuan dianggap sebagai salah satu tolok ukur kemajuan. Ada banyak bukti yang bisa kita tuliskan, betapa kemajuan ilmu pengetahuan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, sebut saja perkembangan keilmuan kedokteran misalnya, tentu terlihat dengan jelas bagaimana ilmu pengetahuan menjadi penyelamat kehidupan. Akan tetapi, pada sisi yang lain, kemajuan ilmu pengetahuan pun dapat menghadirkan malapetaka. Hal itulah yang menjadi kegelisahan banyak kalangan, Albert Einstein salah satunya, yang merupakan salah satu ilmuwan terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan.

Kegelisahan tersebut tentu berkaitan dengan aksiologis dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam suatu ceramahnya yang berjudul “Hakekat Nilai dari Ilmu”, yang disampaikan di depan mahasiswa California Institute of Technology pada tahun 1938, Einstein secara terang-terangan menyuarakan keresahannya berkait kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam ceramahnya tersebut, yang juga dimuat dalam buku Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu (1989) yang disunting oleh Jujun S. Sumantri, Einstein mengungkapkan “mengapa ilmu yang sangat indah ini, yang menghemat kerja dan membawa hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit bagi kita? Jawaban yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar bagaimana menggunakannya secara wajar”.

Einstein pun menyoroti, dalam situasi peperangan, ilmu pengetahuan dapat menyebabkan dan memungkinkan orang untuk saling meracun dan menjagal. Bahkan dalam situasi yang damai sekalipun, ilmu pengetahuan dapat menjadikan kita budak-budak bagi mesin, membuat hidup kita dikejar waktu dan penuh tidak tentu. Keresahan Einstein ini tentu sangat beralasan, mengingat usaha dan temuan-temuan dalam ilmu pengetahuan, katakanlah seperti atom, di satu sisi bisa digunakan sebagai sumber energi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tapi pada sisi yang lain, ia bisa dikembangkan sebagai mesin perang yang membawa pada kehancuran. Pun dalam situasi damai, kemajuan teknologi yang semula untuk memudahkan hidup manusia, namun dapat menyebabkan manusia justru tersandera olehnya.

Baca Juga:  Siapa Itu Mukallaf?

Sebab itu, bagi seorang Einstein, tidaklah cukup bagi kita untuk memahami ilmu pengetahuan agar pekerjaan kita akan meningkatkan berkah manusia. Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis, perhatian kepada masalah besar yang tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda. Tentu saja semua itu bertujuan dan harus dijungjung tinggi bagi para ilmuwan atau pembelajar ilmu pengetahuan, yaitu agar ciptaan dan pemikiran yang dihasilkan merupakan suatu keberkahan dan bukannya kutukan terhadap kemanusiaan. Einstein pun menegaskan bahwa hal tersebut tidak boleh dilupakan. Ia mengingatkan dengan mengatakan “janganlah kau lupakan hal ini di tengah tumpukan diagram dan persamaan”.

Pengembangan Ilmu dan Keterkaitannya dengan Nilai: Membedah Sikap Ideal Seorang Ilmuwan

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aksiologis dari ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari suatu nilai. Itu artinya, bagi seorang ilmuwan ataupun pembelajar ilmu pengetahuan, tidak bisa bersikap “netral”. Dengan demikian, pengembangan suatu keilmuan harus memperhatikan betul bagaimana dampaknya atas kemasalahan kehidupan dan ia tidak boleh berpangku tangan. Itulah nilai yang perlu dijungjung tinggi bagi seorang ilmuwan atau pembelajar ilmu pengetahuan.

Uraian di atas pun menyiratkan bagaimana problem relasi kuasa akan mempengaruhi penggunaan ilmu pengetahuan. Dari sini juga kemudian seorang ilmuwan harus mempunyai kecerdasan dalam membaca situasi atau kondisi, mengingat nilai utama ia mengembangkan ilmu pengetahuan adalah untuk kehidupan yang maslahat secara umumnya, bukan untuk alat mendominasi antar satu dengan yang lainnya.

Seorang ilmuwan haruslah dapat menentukan suatu sikap, dan sikap tersebut tentu akan dipengaruhi oleh nilai tertentu yang dianutnya. Dalam konteks inilah, sangat penting bagi seorang ilmuwan atau pembelajar ilmu pengetahuan memiliki komitmen nilai kemanusiaan yang kuat maupun perhatian yang mendalam atas alam atau lingkungan dan sebagainya.

Baca Juga:  Cerpen: Tahun Baru

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Kemarahan Suci?

Oleh: Haidar Bagir Pengasuh Nuralwala: Pusat Kajian Akhlak dan Tasawuf Lama saya berpikir, kenapa ketika sedang berbicara tentang…