Hidup Sederhana itu Sebagian dari Iman, Kata Nabi!

البذاذة من الإيمان

Sebuah hadis Nabi: “Al-Badzadzah adalah sebagian dari iman”. Al-Badzadzah bisa dimaknai bersikap atau menampilkan diri secara sangat sederhana, bahkan cenderung lusuh, kusut, dan compang-camping.

Hadis itulah yang disampaikan oleh Syekh Murabit al-Hajj kepada muridnya, Syekh Hamza Yusuf. Kita tahu, Syekh Hamza Yusuf adalah seorang ulama terkemuka asal Amerika Serikat. Ia merupakan satu ulama Sunni yang paling brilian di Barat. Hal tersebut bisa dilihat dari sepak terjangnya dengan membuat konten kajian digital, forum diskusi, dan tulisan-tulisannya yang “daging” semua—kontekstual-mencerahkan di zaman sekarang. Ia juga mendirikan Zaytuna College, sebuah universitas dengan misi “to educate and prepare morally committed professional, intellectual, and spiritual leaders who are grounded in the Islamic scholarly tradition and conversant with the cultural currents and critical ideas shaping modern society“.

Saat itu, Syekh Hamza Yusuf sedang belajar kepada Syekh Murabit al-Hajj, seorang wali Allah di Mauritania. Syekh Murabit al-Hajj adalah seorang wali besar. Usianya sudah tua dan sehingga ia tidak bisa berjalan dan harus digendong. Termasuk ketika akan shalat, beliau diangkat. Namun ketika shalat, beliau bisa sendiri tanpa dipegang. Beliau banyak melahirkan ulama besar. Juga banyak ulama besar yang sowan ke beliau, salah satunya Habib Ali al-Jufri, Uni Emirate Arab.

Di masa awal menimba ilmu kepada Syekh al-Hajj, sempat terbesit di hati Syekh Hamza Yusuf tentang penampilan sang guru yang lusuh. Bajunya terpapar debu di mana-mana. Padahal beliau seorang ulama besar, seorang sufi agung. Tentu hal tersebut tidak umum. Batin Syekh Hamza Yusuf.

Tiba-tiba, Sang Syekh memandang mata Hamza Yusuf. “Hamza, bukankah ada hadis ‘al-badzadzatu minal iman’?”, tanya Sang Guru kemudian.

Baca Juga:  Islam Tak “Gila Perang”

Hamza Yusuf terperanjat. Padahal hanya terbesit di dalam hatinya, namun Sang Guru bisa tahu. Begitulah wali Allah.

Kejadian tersebut “menampar” Syekh Hamza Yusuf. Kemudian, ia cari hadis tersebut dalam kitab-kitab hadis. Ketemu. “Al-badzadzatu minal iman”. “Tampil lusuh adalah bagian dari iman”. Asbabul wurud hadis tersebut adalah suatu ketika Kanjeng Nabi Muhammad saw. sedang berada di masjid. Di situ ada sahabat-sahabat yang sedang membicarakan harta dan kepemilikan. Di masjid tersebut ada juga seorang yang sedang shalat. Ia miskin. Sehingga ia seperti terganggu karena status sosialnya. Kemudian Nabi mengatakan, “Al-Badzadzatu minal iman”. “Sikap sangat sederhana, bahkan cenderung lusuh adalah bagian dari iman”.

Dari sini kita bisa menganalisis motif dari sabda Nabi saw. tersebut bahwa penampilan tidak bisa diukur dari apa yang melekat dalam tubuh kita. Kepemilikan, meski kecil, kalau melekat ke dalam hati kita, akan mengganggu iman. Sedangkan harta yang banyak, namun tidak melekat di hati, justru bisa membuat kita lebih beriman, lebih bermanfaat kepada sesama dengan berbagi.

Kemudian, bila Syekh Murobit al-Hajj berpenampilan lusuh, penuh debu, wajar. Karena beliau memang tinggal di Mauritania yang wilayahnya gurun. Sehingga beliau sering lesehan di atas pasir.

Bila kita kaitkan dengan kondisi sekarang, di mana kita masih menghadapi pandemi COVID-19, hadis tersebut bisa relevan. Semua orang di seluruh dunia terdampak pandemi ini. Sehingga banyak dari mereka yang terhambat dari mengais rezeki yang halal guna menghidupi keluarga. Bahkan tidak sedikit yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal tersebut tentu membuat kita harus menahan diri, harus prihatin, al-badzadzah. Dan bagi yang masih bekerja keras mencari rezeki halal untuk mencukupi kebutuhan di tengah pandemi ini juga harus prihatin, al-badzadzah, karena sikap seperti itu tentu akan dihargai oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw. yang menjadikan penampilan mereka lusuh disebut sebagian dari iman.

Baca Juga:  Nilai-Nilai Agama dalam Kehidupan Bernegara (1)

Terlebih sebentar lagi lebaran. Di mana lebaran kali ini juga akan berbeda. Kondisi saat ini membuat kita serba prihatin, menahan diri dari keinginan-keinginan yang dulu bisa dilakukan. Misalnya belanja pakaian baru dan membeli maknan-makanan. Kita sekarang harus prihatin, hidup sederhana. Selamat lebaran! Semoga pandemi segera berlalu.

Previous Article

Jalaluddin Rumi: Puasa Wasilah Menyambut Hidangan Langit

Next Article

Mohon Maaf Lahir (nge)Batin

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨