Makrifat Mengenal Diri

Salah satu Hadis Qudsi yang sangat terkenal di kalangan sufi ialah: “Barangsiapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya.” Apa yang dimaksud mengenal diri? Bagaimana mungkin kita bisa terasing dan tidak mengenal diri kita sendiri?

Untuk menjawab pertanyaan itu kita mesti merenung sebentar. Kita merasakan bahwa hidup kita ini seolah-olah hanya berada pada satu alam atau satu diri saja. Padahal hidup kita ini selalu berada di antara dua alam yang berbeda, yaitu alam eksternal dan alam internal.

Diri kita ini sebenarnya tidak hanya satu entitas saja. Alam eksternal adalah alam yang kita rasakan sehari hari, berinteraksi dengan orang lain, melihat, mendengar, mencium, dengan indra kita. Sebagian besar hidup kita ini berada di alam eksternal ini, karena bersifat materi dan sangat mudah dirasakan serta dinikmati. Kita sangat cenderung kepada kehidupan seperti ini.

Tarikan kepada kehidupan di alam eksternal ini demikian kuat, sehingga kita beranggapan bahwa ini adalah satu satunya identitas kehidupan dalam diri kita. Padahal kehidupan eksternal ini bukanlah jati diri kita yang sejati, yang merupakan fitrah kita. Jati diri kita yang sejati berada di alam internal.

Alam internal adalah alam yang berdasarkan persepsi, memori, imajinasi, dan daya spiritual kita. Setiap orang mempunyai persepsi, memori, dan imajinasi, yang tidak pernah sama tentang segala sesuatu, bahkan imajinasi tentang Tuhan pun juga berbeda-beda.  Masing masing mempunyai alam internalnya sendiri yang spesifik, dipengaruhi oleh ruh kita.

Akal menghubungkan alam internal dan alam eksternal ini. Semua tindakan dan jati diri kita didorong oleh dua macam kekuatan yang berusaha mempengaruhinya. Bagi yang condong kepada ruhnya, akan mengarahkan kepada diri sejatinya, fitrahnya, yaitu kebaikan, keindahan, kesucian, dan kesempurnaan. Sedangkan yang lebih ditarik oleh unsur jasad dan materi, menjadi lupa dan makin jauh dari diri sejatinya.

Baca Juga:  Para Sufi yang Tenggelam dalam Cinta (Bagian 2)

Sebenarnya kita telah diberi karunia oleh Tuhan, berupa alat untuk mengenali diri sejati kita. Karunia pertama ada di alam eksternal kita, yaitu indra kita, dengan berpikir empiris, logis, dan rasional bahwa mestinya ada alam lain dari alam eksternal ini. Namun berpikir empiris, logis, dan rasional menggunakan indra kita ini sangat terbatas kemampuannya.

Karunia kedua ada di alam internal kita, yaitu imajinasi, akal dan daya spiritual kita. Imajinasi adalah alat yang dikaruniakan Tuhan, agar dapat membantu manusia mengenal diri sejatinya, mengenal ruhnya, dan mengenal Tuhan.

Di sini-lah imajinasi dan daya spiritual berperan sangat penting dalam mencari jati diri atau fitrah kita, yaitu kebenaran, termasuk adanya Tuhan, adanya alam setelah alam dunia, adanya hari pembalasan, dan yang lain. Imajinasi merupakan karunia Tuhan yang tiada taranya, yang membedakan manusia dengan hewan. Imajinasi ini harus dimanfaatkan dengan sebaik baiknya, dengan tafakur dan tadzakkur untuk mensucikan diri, mengenal, dan semakin mendekat kepada Tuhan. Imajinasi manusia ini demikian tak terbatasnya, sehingga bila tidak dikendalikan oleh akal serta daya spiritual, akan menjadi liar, kotor, dan tak terbendung.

Bila manusia dapat mengenali jati dirinya yang sejati, mengenal fitrahnya, maka itulah kehidupan sejati yang melebihi para malaikat. Sebaliknya, bila manusia semakin menjauh, asing, dan tidak mengenal diri sejatinya, maka kehidupannya menjadi tidak bermakna dan semu, bahkan bisa jatuh ke derajat paling rendah.

“Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) keburukan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah manusia yang mensucikan nafs-nya. Dan sesungguhnya merugilah dia yang mengotori nafs-nya” (QS [91]: 8-10).

0 Shares:
You May Also Like