Penjelasan Ulama tentang Bahasa Selain Arab dalam Al-Qur’an

Oleh pembenci Islam, Al-Qur’an akan selalu dicari kelemahannya. Mereka ingin membuktikan bahwa Al-Qur’an tidaklah autentik. Mereka getol mencari pelbagai kerancauan yang nantinya menunjukkan ketidakbenaran pada Al-Qur’an.

Salah satu hal yang sering bidik oleh mereka, adalah anggapan terhadap kebohongan firman Allah yang menyatakan, bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Menurut mereka, Al-Qur’an tidak sepenuhnya menggunakan bahasa Arab, ada banyak kata yang merupakan bahasa selain Arab.

Contoh dalam hal ini adalah kata abariqo dalam surat Al-Waqiah ayat 18 yang merupakan bahasa yang digunakan oleh orang Persia. Kata alim yang merupakan bahasa Ibrani, kata aban dalam surat Yusuf, dan lain seterusnya. Hal ini tentunya bertentangan dengan ayat yang menyatakan:

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an dengan bahasa Arab supaya kalian mengerti” (QS. Yusuf [12]: 2).

Menurut ulama, memang, di dalam Al-Qur’an terdapat bahasa selain Arab, seperti bahasa Persia, Habsyi, Ibrani, dan seterusnya. Namun, dalam menanggapi hal tersebut, ulama dengan bijak menyampaikan pandangan mereka. Memahami ayat di atas tidaklah dipahami dengan sesederhana melihat teksnya atau kata-kata itu saja, tapi lebih daripada itu.

Dalam memahami Al-Qur’an tentu tidak cukup bermodalkan kosa kata bahasa Arab. Hal tersebut hanya akan membuat kita salah kaprah. Karena Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab, maka pendekatannya dengan aturan bahasa Arab. Selain itu, butuh wawasan sejarah, budayanya, dan seterusnya.

Dalam hal ini, ulama mengkajinya dari sudut pandang sejarah kebahasaan orang Arab sendiri. Sebagaimana kita ketahui bahwa, Arab merupakan pusat aktivitas perdagangan kala itu. Ia juga bertetetangga dengan daerah-daerah lain semisal Syam, Irak dsb.

Sehingga, akan sangat mungkin terjadi penyerapan bahasa dalam aktivitas perdagangan tersebut, entah bahasa Arab yang diserap atau bahasa luar yang nantinya menjadi bahasa sehari-hari orang Arab.

Baca Juga:  Angka Tujuh Angka Istimewa Bagi Agama, Tradisi dan Kepercayaan

Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa, contoh kata yang disebut di atas memang ditemukan dalam bahasa lain, namun tidak serta-merta dikatakan bahasa non-Arab. Dalam penelitian, kata-kata tersebut ada yang merupakan kata yang digunakan oleh orang Arab, Persia, dan Habsyi sekaligus dalam lafaz yang sama. Oleh karenanya, tidak bisa disebut sebagai bahasa non-Arab.

Selain itu, ada juga ulama yang menyampaikan bahwa penggunaan kata-kata di atas adalah sesuatu yang dipahami oleh orang Arab sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada surat Ibrahim ayat empat yang menyatakan, “Wa ma arsalna min rasulin illa bilisani qaumihi: tidaklah aku mengutus seorang rasul kecuali dengan bahasa lisan kaumnya”.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa meskipun kata-kata itu ditemukan di tempat lain, namun karena ia dipakai dan dipahami oleh orang Arab, maka ia disebut bahasa Arab.

Previous Article

Al-Qur’an sebagai Laku Spiritual (Bagian 2)

Next Article

MANA YANG LEBIH HEBAT, NABI SAW ATAU BAYAZID BUSTHAMI?

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨