Fatimah Guru Ibn ‘Arabi

Ibn ‘Arabi dalam karya yang sangat terkenalnya Al-Futuhat al-Makkiyyah, ia mengatakan: “Aku mengabdi kepada seorang perempuan wali di Seville yang bernama Fatimah binti al-Mutsanna al-Qurthubi. Aku mengabdi kepadanya selama dua tahun. Saat itu, ia berusia 95 tahun. Aku malu memandang wajahnya, meski usianya sudah begitu lanjut. Pipinya kemerah-merahan. Wajahnya masih tampak cantik bagai perempuan usia 14 tahun. Ia perempuan yang mengabadikan dirinya kepada Allah. Pribadi dan pengetahuannya banyak memengaruhi pikiranku”.

Ibn ‘Arabi bersama dua orang temannya yang juga merupakan santri Fatimah membantu membangun rumah sederhana terbuat dari bambu untuk tempat tinggal gurunya.

Tidak hanya itu, Ibn ‘Arabi memperoleh pencerahan intelektual dan spiritual dari Fatimah. Ia mengatakan tentang gurunya itu sebagai, “Kanat rahmah li hadza al-‘alam: hadir membawa rahmat bagi dunia”.

Fatimah Sang Wali Perempuan

Nama lengkapnya Fatimah binti Ibnu al-Mutsanna al-Qurthubi. Beliau lahir di Kordoba, Spanyol. Fatimah binti al-Mutsanna adalah guru dari filsuf termasyhur dalam sejarah Islam, Ibn ‘Arabi. Fatimah mengajarkan Ibn ‘Arabi tentang pengetahuan esoterik.

Konon diceritakan, pengalaman hidup Fatimah yang penuh derita mengantarkan Ibn ‘Arabi pada pengetahuan esoterik yang mendalam. Esoterik adalah hal yang berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan sisi dalam dari ajaran agama.

Sejak kecil, Fatimah sudah diajari ayahnya hidup bersahaja. Kehidupan keluarganya sangat miskin. Saat sudah baligh, Fatimah dinikahkan oleh ayahnya dengan seorang laki-laki yang sakit lepra. Selama 24 tahun, hidup Fatimah diabadikan untuk mengurus dan merawat suaminya sampai ia meninggal. Sesudah itu, ia hidup sendiri, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia bekerja sebagai penjahit.

Suatu ketika tangan Fatimah terluka, sehingga ia tidak lagi bekerja menjahit dan tidak memiliki pekerjaan lain. Hidupnya sangat sulit. Untuk mempertahankan hidupnya, ia mencari makanan dari sisa-sisa makanan orang kaya yang membuangnya ke tempat sampah.

Baca Juga:  Al-Qur’an sebagai Laku Spiritual (Bagian 2)

Meski hidup sengsara, ia tetap bersyukur kepada Tuhan dan memaknainya sebagai ujian sebagaimana yang dialami para nabi. Sejak saat itu, Fatimah memilih untuk hidup di jalan sufi, dan kemudian menjadi al-‘arifat atau perempuan yang telah mengenal Tuhan. Kita menyebutnya sebagai waliyullah perempuan.

Karamah Syekhah Fatimah

Suatu hari, Fatimah mengatakan: “Kekasihku memberiku surah Al-Fatihah. Lalu, aku membacanya untuk suatu hal. Maka, hal itu pun ada, terjadi, mewujud”.

Ada kisah menarik terkait karamah Syekhah Fatimah. Ibnu Arabi memberikan kesaksian atas karamah gurunya. Diceritakan, seorang perempuan datang mengadu nasib bahwa suaminya meninggalkannya tanpa nafkah hidup. Syekhah Fatimah lantas membaca al-Fatihah. Tiba-tiba embusan surah Al-Fatihah itu berubah menjadi awan. Kemudian sembari terus membaca surah Al-Fatihah, Fatimah meminta awan tersebut untuk mendatangkan suami si perempuan tadi ke Seville. Tidak lama kemudian, selama perjalanan tiga hari, sang suami tersebut tiba dan berkumpul dengan istrinya. Saat ditanya, suami itu kebingungan dan tidak mengerti bagaimana hatinya memutuskan kembali ke rumah. Konon itu merupakan salah satu karamah Syekhah Fatimah.

Akhir cerita, Fatimah binti al-Mutsanna wafat dan dikuburkan di Siddah, dekat kota Al-Musayyab, Karbala. Sufi besar itu wafat. Meski tidak meninggalkan karya dan istana, akan tetapi, ia meninggalkan warisan hidup abadi yang berharga dan mulia. Yakni, menjadi seorang manusia cemerlang, sufi besar, menjadi Syekh (guru besar) Muhyiddin Ibnu Arabi. Seorang maha guru besar, sufi legendaris dan menulis ratusan buku terkait pengalamannya sebagai sufisme.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Ayo Bertasawuf

Oleh: Darmawan Ketua Program Nuralwala: Pusat Kajian Akhlak dan Tasawuf Apa itu tasawuf? Apakah tasawuf merupakan bagian dari…