Berteman dengan Orang Fasik, Apakah Baik?

Dalam konsep tasawuf yang lumrah, memilih teman yang baik merupakan salah satu hal yang sangat ditekankan. Orang bijak berkata, “Berteman dengan orang saleh lebih baik daripada menyendiri. Dan, menyendiri lebih baik daripada berteman dengan orang buruk”.

Begitu banyak nasihat bijak mengenai pentingnya mencari teman yang saleh. “Kalau kau ingin tahu seseorang, jangan kau bertanya tentang dia. Tapi tanyakanlah siapa temannya. Karena seseorang senantiasa meniru siapa yang menjadi temannya.” Dalam satu pandangan tertentu, berteman dengan orang buruk akan menyebabkan orang saleh akan menjadi buruk pula. Ibarat air yang memadamkan bara api, berteman dengan orang buruk akan memadamkan kesalehan seseorang.

Selain pengaruh keburukannya, berteman dengan orang buruk juga cenderung membuat seseorang lupa akan keburukannya sendiri. Ibnu Athaillah as-Sakandari menyatakan dalam Al-Hikam:

ربما كنت مسيئا فأراك الاحسان منك صحبك إلى من هو أسوأ منك

“Seringkali engkau melakukan sebuah keburukan, tapi karena engkau berteman dengan orang yang lebih buruk, maka pertemanan itu memperlihatkan seakan-akan engakau melakukan kebaikan”.

Ibnu Ajibah dalam Iqadzu al-Himam, ketika menjelaskan alegori di atas, menyatakan bahwa berteman dengan orang yang lebih buruk menyebabkan seseorang lalai dengan keburukannya sendiri, karena dia akan merasa dirinya lebih baik dari pada temannya. “Jiwa manusia memiliki kecenderungan untuk senantiasa melihat kelebihan diri serta melihat kekurangan orang lain, baik dari segi ilmu, amal atau pun hal (derajat spiritual)” Kata Ibnu Ajibah.

Berbeda jika berteman dengan orang baik, maka seseorang akan cenderung menyadari kekurangnya. Kesadaran ini sangat membantu seseorang untuk terus berupaya agar menjadi lebih baik.

Kendati demikian, ada beberapa pola pikir tokoh sufi yang justu bertolak belakang dengan pola pikir di atas. Dalam pandangan sufi yang lain, berteman dengan orang buruk akan membawa pengaruh positif bagi kedua belah pihak.

Baca Juga:  CARA MELEMBUTKAN HATI

Sudut pandang yang kedua ini tersirat pada pernyataan Ibnu Arabi dalam Al-Futuhat al-Makkiyah:

إذا رأيت من يعاشر الأشرار وهو خير عندك فلا تسيئ الظن به لصحبته الأشرار بل حسن الظن بالأشرار لصحبتهم ذلك الخير واجعل المناسبة في الخير لا في الشر فإن الله ما سأل أحدا قط يوم القيامة عن حسن الظن بالحق ويسأله عن سوء الظن باحق

“Jika engkau melihat orang baik berkumpul dengan orang-orang fasik, maka jangan sekali-kali engkau berburuk sangka kepadanya kerena berteman dengan orang-orang buruk. Tapi, berperasangkalah dengan baik terhadap orang-orang buruk tersebut, karena mereka berteman dengan orang baik. Letakkanlah penilaianmu pada sisi baiknya, bukan pada sisi buruknya. Sebab, pada Hari Kiamat Allah tidak akan pernah meminta pertanggungjawaban kepada seseorang mengenai prasangka baiknya kepada orang lain. Justru, Allah akan meminta pertanggung-jawaban kepada seseorang mengenai prasangka buruknya kepada orang lain”.

Bukankah orang buruk harus berteman dengan orang baik agar dia terpengaruh menjadi baik? Jika orang buruk dibiarkan berteman dengan orang buruk pula, maka keburukannya akan terus ada bahkan bisa bertambah. Beda halnya jika ia berteman dengan orang baik, maka ada kemungkinan keburukannya bisa berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan berubah menjadi orang baik pula. Orang saleh ibarat dokter bagi meraka yang buruk. Jika mereka tidak diobati oleh seorang dokter, maka penyakit mereka akan tetap ada bahkan bisa semakin parah.

Oleh karenanya, tak jarang ditemukan tokoh sufi yang memilih berbaur dengan orang-orang fasik dengan niat mengubah mereka. Dalam hal ini, sangat penting mempertimbangakan motivasi seseorang dalam memilih berteman dengan orang buruk. Jika motivasinya adalah untuk mempengaruhi, maka hal itu jelas merupakan persahabatan yang sangat menguntungkan. Akan tetapi,  jika motivasinya tidak demikian, maka tidak menjamin persahatannya bisa menguntungkan.

Baca Juga:  Orang-Orang Yang Dicintai Allah, Siapakah Dia? (1)

Abu Bakar al-Abhari, pemuka sufi abad keempat Hijriah, menyatakan :

إحتياج الاشرار إلى الأخيار صلاح الطائفتين، وإختيار الأخيار إلى الأشرار فتنة الطائفتين

jika orang-orang buruk butuh kepada orang-orang baik, maka hal itu akan membawa kebaikan bagi semua pihak. Akan tetapi, jika orang-orang baik yang butuh kepada orang-orang buruk, maka hal itu akan membawa keburukan bagi semua pihak.

Pada intinya, dalam berteman dengan orang fasik, apa yang menjadi motivasi untuk berteman dengan mereka?. Jika motivasinya adalah agar mereka bisa terpengaruh, maka hal tersebut sangat baik. Namun, jika motivasinya tidak demikan, maka dampak negatif yang didapat lebih besar daripada dampak positifnya.

0 Shares:
You May Also Like