Aspek Feminin dalam Tasawuf : Studi Novel Layla Majnun Karya Syekh Nizami Ganjavi

Tasawuf merupakan salah satu bidang keilmuan dalam Islam yang sangat unik, sebab hampir keseluruhan ajarannya bersifat subjektif yang hanya bisa diketahui secara riil dengan pengalaman langsung terhadap pelbagai ajaran di dalamnya. Dalam dunia fenomenologi dikenal dengan istilah noumena, aspek terdalam dari satu fenomena yang bersumber langsung dari pelaku. Oleh sebab itu, setiap karya yang dihasilkan oleh para sufi merupakan karya subjektif yang berasal dari puncak pencapaian kesufiannya.

Aspek feminim sangat kental terasa pada karya-karya sufi, baik di era sufi terdahulu maupun era sufisme modern-kontemporer. Karya-karya tersebut bahkan di antaranya berupa karya sastra berbentuk novel yang sangat terlihat aspek feminimnya, misalnya Yusuf & Zulaikha karya Nuruddin Abdurrahman al-Jami, serta Layla & Majnun karya Syekh Nizami yang dibahas pada tulisan ini.

Aspek feminim dalam Novel Layla Majnun, kata feminim dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan sifat kewanitaan atau keperempuanan. Hal ini sesuai dengan arti kata feminim yang berasal dari bahasa latin femina, yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminim juga dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan perempuan (Ahmad Purwanto, 2015: 475). Menurut Ibn ‘Arabi aspek feminim atau lebih khusus perempuan mengungkapkan rahasia Allah Yang Maha Penyayang.

Misalnya terlihat dalam kata dhat yang bersifat feminim. Hal tersebut menyebakan Ibn ‘Arabi menggunakan metode yang berbeda dalam mengungkapkan unsur feminim pada Tuhan. Menurut Ibn ‘Arabi kegiatan kreatif Tuhan terungkap paling jelas ada pada perempuan. Bahkan dalam kesusastraan Parsi, hal tersebut terlihat jelas dalam kisah Layla Majnun yang aslinya berasal dari Arab. Qays yang sepenuhnya larut dalam cintanya kepada Layla, menjadi gila (majnun).

Hal ini menjadi satu ciri khas dalam tasawuf, bahwa penyamaan cinta dengan hilangnya akal serta anggapan bahwa nalar dapat digantikan dengan mabuk-mistik menjadi satu pemahaman penting dalam dunia tasawuf. Majnun menyaksikan keindahan sempurna dalam diri Layla, meskipun khalifah pada waktu itu memberitahunya bahwa ada ribuan perempuan yang lebih cantik darinya di bumi ini (Annemarie Schimmel, 2003: 550-551).

Baca Juga:  Berteman dengan Orang Fasik, Apakah Baik?

Analogi cermin menjadi tema yang jamak dijumpai dalam tasawuf, sebagai penggambaran Tuhan dan ciptaan-Nya. Ketika ada seseorang yang berdiri di tengah ruangan penuh cermin, pantulan yang ada pada cermin tersebut merupakan representasi alam semesta dan seluruh ciptaan Tuhan (Ahmad Purwanto, 2015: 221). Aspek feminim dalam Layla Majnun dapat langsung terlihat ketika membaca tema-tema atau isi dari novel tersebut, yang secara keseluruhan terbagi dalam 33 bagian, yaitu sebagai berikut.

(1) Buah Hati yang Sempurna, (2) Nyala Api Cinta, (3) Mantra Sang Takdir, (4) Cinta yang terpupus, (5) Sang Pengembara Cinta, (6) Berobat ke Rumah Suci, (7) Mengasingkan Diri, (8) Sekuntum Bunga yang Terkoyak, (9) Penyair dan Sekuntum Bunga, (10) Derita dalam Pengharapan, (11) Sekuntum Bunga yang Rapuh, (12) Terbang Bersama Angin, (13) Di Mana pun Jantungnya Berada, di Sanalah Tempatku, (14) Atas Nama Persahabatan, (15) Cinta Sejati Majnun, (16) Jubah Hitam Kesedihan, (17) Jiwa yang Terkoyak. (18) Mengubah Jiwa Menjadi Nisan, (19) Sajak Cinta yang Sia-sia, (20) Dan Senja Berpulang, (21) Kesakitan, Penyesalan, dan Kesedihan, (22) Kekuatan Cinta Majnun, (23) Langit tak Memberi Jawaban, (24) Bintang yang Jatuh dari Surga, (25) Surat Cinta Layla, (26) Surat Cinta Majnun, (27) Kebebasan tak Terganti, (28) Mutiara yang Menyiksa Tiram, (29) Rembulan Enggan Bersinar, (30) Sama Menderita Karena Cinta, (31) Luka Cinta yang Tak Terbalas, (32) Pudarnya Sinar Rembulan, (33) Bersatu dalam Keabadian (Nizami, 2002: 7-8).

Terlihat bahwa aspek feminim dengan kata cinta, menjadi tema yang banyak muncul pada Layla Majnun. Padahal karya tersebut merupakan representasi pengalaman puncak spiritualitas yang dialami oleh Syekh Nizami Ganjavi, yang dalam kisah tersebut tergambar dalam sosok Layla. Syekh Nizami sebagai penulis, berusaha menggambarkan atau menceritakan bagaimana kondisi seorang hamba yang berusaha menuju Tuhannya dengan jalan mahabbah.

Hal tersebut dilakukan tidak saja untuk menjelasakan puncak pengalaman spiritualitas seorang sufi, namun juga jalan serta proses yang harus dilalui untuk mencapai puncak yang tengah dituju. Inilah yang dilakukan Syekh Nizami dalam menjelaskan proses tersebut, hingga mencapai kondisi puncak dalam pengalaman spiritualnya, melalui Layla Majnun. Aspek Ilahiyah yang bersifat feminim dalam Layla Majnun banyak diungkapkan dalam kalimat-kalimat pembuka dalam setiap chapter-nya.

Baca Juga:  Tumpang Tindih Makna Jihad

Di antaranya: Buah hati yang sempurna hanyalah manusia yang mampu merasakan kepedihan karena memiliki sesuatu yang tak dibutuhkannya, namun mendambakan sesuatu yang tak mampu dimilikinya (Nizami, 2002: 9). Cara menjelaskannya dengan cerita yang sangat baik bagaimana ayah Qays yang mendambakan seorang anak akhirnya dikaruniai seorang putra yaitu Qays.

Nyala api cinta: api telah menyala dalam hati Qays dan Layla, dan api itu saling menerangi satu sama lain. Apakah yang mereka lakukan untuk memadamkan nyala api itu? Tidak, mereka tidak memadamkan nyala api tersebut (Nizami, 2002: 12). Chapter kedua menjelaskan masa sekolah Qays ketika pertama kali bertemu dengan Layla. Dalam chapter ini, Sykeh Nizami ingin menjelaskan bagaimana proses pencarian yang dilakukan oleh seorang salik, oleh seorang hamba yang akhirnya menenukan jalan untuk sampai pada Tuhannya.

Jalan tersebut dianalogikan dengan api yang telah menyala. Bahkan di tengah chapter Syekh Nizami menjelaskan bahwa: Bagi Qays, Layla bak matahari, yang merambat naik di langit hatinya dengan keindahan dan sinar yang tak ada bandingannya. Hari demi hari, cahaya yang dipancarkan Layla semakin terang, menerangi tak hanya dunia Qays namun juga dunia mereka-mereka yang beruntung dapat berjumpa dengannya (Nizami, 2002: 14).

Dari kalimat di atas tergambar lebih jelas bagaimana Syekh Nizami menggambarkan Layla sebagai representasi dari cinta terhadap Tuhan sebagai tujuan manusia hidup, serta menjadi landasan para sufi dan umat Islam pada umumnya dalam bertindak. Penjelasan tentang maqam tersebut, serta cerita lain yang bersifat feminim akan semakin banyak dijumpai pada chapter-chapter selanjutnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek feminim dengan kata cinta atau mahabbah (cinta Ilahi) menjadi tema yang banyak muncul pada Layla Majnun. Karya tersebut merupakan representasi pengalaman puncak spiritualitas yang dialami oleh Syekh Nizami Ganjavi. Kemudahan dalam menguraikan pengalaman spiritualitas yang bersifat sangat subjektif dimudahkan dengan penggunaan bahasa sastra.

Baca Juga:  Ziarah ke Sebalik Sungai Amu Darya (Bagian 3)

Dalam kisah Layla Majnun juga mengungkap satu aspek spiritual penting yang merepresentasikan mahabbah (cinta Ilahi) yang dialami oleh Syekh Nizami sebagai penulis. Hal tersebut tergambar jelas pada tokoh Qays yang menjadi gila (majnun) karena mencintai Layla. Qays merupakan penggambaran seorang hamba yang mencintai Tuhannya, yang tergambar dalam sosok Layla. Syekh Nizami sebagai penulis, berusaha menggambarkan atau menceritakan bagaimana kondisi seorang hamba yang berusaha menuju Tuhannya dengan jalan mahabbah.

Hal tersebut dilakukan tidak saja untuk menjelasakan puncak pengalaman spiritualitas seorang sufi. Namun juga menjelaskan jalan serta proses yang harus dilalui untuk mencapai puncak yang ingin dituju. Inilah yang dilakukan Syekh Nizami dalam menjelaskan proses tersebut, hingga mencapai kondisi puncak dalam pengalaman spiritualnya, melalui Layla Majnun.

Dalam Layla Majnun, kisah-kisah yang bersifat feminim, juga digunakan untuk menjelaskan ketergantungan manusia terhadap dunia, yang menjadi penghalang seorang hamba mencapai Tuhannya. Kisah ini digambarkan dengan jelas dalam Layla Majnun melalui sosok Qays yang sangat “tragis”. Hal tersebut menunjukan betapa sulit dan butuh usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapainya.

Daftar Bacaan:

Nizami. 2012. Layla & Majnun: Kisah Cinta Klasik dari Negeri Timur. terj. Nina Artanti Rudiyanto. MedPress Digital.

Purwanto, Ahmad. ‘Pemikiran Annemarie Schimmel tentang Sifat Feminim dalam Tasawuf’, Jurnal Teologia. 26.2 (2015).

Schimmel, Annemarie. 2003. Dimensi Mistik Dalam Islam.terj. Sapardi Djoko Damono. Jakarta: Pustaka Firdaus.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Tentang Makar Allah

  اَفَاَمِنُوۡا مَكۡرَ اللّٰهِ‌ فَلَا يَاۡمَنُ مَكۡرَ اللّٰهِ اِلَّا الۡقَوۡمُ الۡخٰسِرُوۡنَ “Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan…
Read More

Islam Agama Cinta

Haidar Bagir Dewan Pembina Nuralwala Suatu kali, lebih dari setengah abad lalu, seorang dosen-perempuan muda berkebangsaan Jerman mengajar…