Tiga Rintangan Bagi Pasutri yang Perlu Diwaspadai Menurut Imam al-Ghazali

Imam al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ membahas secara khusus terkait pernikahan. Ia memberi judul Adab al-Nikah. Di bab ini, Al-Ghazali mengurai secara sistematis berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadis Nabi, dan ajaran-ajaran para sufi terkait persoalan pernikahan.

Ujian atau cobaan adalah bumbu kehidupan. Allah berfirman,  “…(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2)

Di dalam menjalani ibadah pernikahan juga tentu para pasutri akan menemukan rintangan dan halangan. Nah, rintangan itulah sebagai wasilah mematangkan pola pikir dan kedewasaan kita. Imam al-Ghazali mewanti-wanti, ada tiga cobaan atau kesulitan yang mungkin menghampiri para pasutri.

Rintangan pertama, ini merupakan yang tersulit dari ketiganya, yaitu sulitnya mencari nafkah yang halal. Tidak mudah bagi setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan, apalagi saat terjadi krisis ekonomi. Pernikahan dapat menjadi faktor yang menyebabkan maraknya upaya mencari nafkah dengan cara yang tidak sah. Hal tersebut justru dapat merugikan diri sendiri dan keluarga.

Rintangan kedua, tidak mampu memenuhi hak-hak para istri, juga tidak mampu bersabar atas akhlak mereka (ini juga berlaku sebaliknya). Ada kemungkinan seorang suami (begitu juga istri) akan disakiti oleh pasangannya.

Rintangan ketiga, keberadaan istri (juga suami) dan anak itu dapat berpotensi menyibukkan hingga melalaikan Allah Swt dan menjerumuskannya dalam mencari dunia. Ia mengatur dan mencari perniagaan sebisa mungkin guna memberi nafkah keluarganya, dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya demi mereka, bahkan tak jarang dengan jalan pintas (korupsi dll).

Tiga rintangan di atas adalah hasil pengamatan Imam al-Ghazali di zamannya. Tentu, di era sekarang, dengan adanya media sosial dll tentu tantangan dan rintangan bagi pasutri semakin banyak. Yang jelas, semua rintangan itu perlu disikapi dengan baik, perlu ilmu, kontrol diri yang matang, dan bimbingan agar pernikahan tidak sekadar “sah” tapi “selamanya.”

Baca Juga:  Pentingnya Dakwah dengan Akhlak di Era Digital

Nah, bagaimana tips-tips praktis merawat pernikahan agar tidak sekedar “sah” tapi “selamanya”? Jawabannya ada di Kelas Merawat Perkawinan: Dari “Sah” ke “Selamanya”
bersama Dr. Haidar Bagir.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Lingkaran Setan

Hawa nafsu yang tidak kita kendalikan akan memicu perbuatan yang buruk. Perbuatan buruk tersebut berdampak pada timbulnya waham…