Tarekat di bumi Nusantara bukanlah suatu barang langka, sebab, dalam proses islamisasi kerajaan-kerajaan di Nusantara, tarekat telah memainkan peranan yang sangat sentral. Tak terkecuali juga di pulau Lombok, sebuah pulau kecil yang berada di bagian timur kepulauan Nusantara. Lombok, dalam berbagai literatur dikenal dengan sebutan pulau seribu masjid, selain itu pulau Lombok juga dikenal sebagai kepulauan yang masyarakatnya sangat percaya dan penuh dengan hal-hal yang mistis. Semisal, orang-orang Muslim di pulau Lombok sangat percaya dengan karomah yang dimiliki oleh seorang Tuan Guru.
Tarekat dalam bahasa Arab disebut dengan at-Thariqah, yang memiliki arti sebagai jalan. Jalan yang ditempuh oleh pelaku tarekat untuk dapat lebih dekat dengan Allah. Asy-Syaikh Muhammad Amin Kurdi, mendefinisikan tarekat sebagai sebuah pengalaman syariat, seseorang yang dengan tekun melaksanakan ibadah. Tarekat, selain sebagai sebuah jalan yang ditempuh untuk merasa lebih dekat dengan Allah. Tarekat, juga digunakan sebagai jalan atau sebuah upaya untuk membantu terwujudnya cita-cita pembebasan suatu kelompok atau bangsa dari kungkungan-kungkungan penjajahan. Sebagaimana disebutkan oleh Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is dalam bukunya yang berjudul Filsafat Tasawuf. Dikatakan bahwa di Nigeria Utara, seorang anggota tarekat Qadiriyah yakni Syaikh ‘Utsman pernah memimpin jihad melawan para penguasa Habe yang telah gagal memimpin kursi kepemerintahan menurut syariat Islam.
Dalam hal ini, penulis akan sedikit mencoba menelaah perjuangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dengan Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan dari sisi perjuangannya, untuk menegakkan syari’at Islam yang sempurna di pulau Lombok. Sebagaimana telah disinggung dalam dua tulisan sebelumnya, tarekat Hizib Nahdlatul Wathan merupakan tarekat yang didirikan di pulau Lombok oleh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, yang juga dianugerahi sebagai pahlawan nasional oleh pemerintahan Indoneisia (Presiden Joko Widodo).
Fahrurrozi dalam penelitiannya menyebutkan, bahwa pada awalnya, Hizib merupakan catatan kumpulan doa-doa amalan pribadi dari TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, yang selanjutnya disebarkan pada akhir tahun 1360 H/1941 M oleh beliau kepada murid-muridnya atau santri-santrinya yang berada di lingkungan madrasah dengan nama Doa Nahdlatul Wathan. (Fahrurrozi-Nahdlatul Wathan;Refleksi Keislaman, Kebangsaan, dan Keummatan ).
Kemunculan tarekat Hizib Nahdlatul Wathan merupakan sebuah respon atau kritik langsung dari TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terhadap banyaknya bermunculan aliran-aliran tarekat di pulau Lombok yang sangat beragam. Menurut pandangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, dari banyaknya aliran-aliran tarekat yang bermunculan tersebut, kesemuannya masih tidak sesuai dengan syari’at Islam atau tarekat tersebut dianggap sesat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, tarekat Hizib Nahdlatul Wathan merupakan tarekat yang sangat menekankan akan pentingnya syari’at, dan penyelarasan terhadap syari’at dan hakikat.
Kritik TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terhadap banyaknya aliran atau gerakan sesat yang bermunculan ditulisakan oleh beliau dalam naskah (Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru), sebagaimana dikutip oleh Fahrurrozi-Nahdlatul Wathan;Refleksi Keislaman, Kebangsaan, dan Keummatan;
Thariqat Hizib harus berjalan
Bersama tarekat murni haluan
Membentengi syari’at membentengi iman
Membendung ajaran tarekat Syaitan.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, penulis menarik sebuah kesimpulan bahwa tarekat Hizib Nahdlatul Wathan merupakan sebuah senjata perjuangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid untuk menegagkan ajaran Islam di pulau Lombok, masyarakat pulau Lombok yang pada saat itu masih belum sempurna menerima ajaran Agama Islam. Oleh sebab itu, kehadiran tarekat Hizib merupakan sebuah langkah atau pergerakan pembaharuan Islam di Pulau Lombok.