Ramadan dan Kesalehan Sosial

        Bulan Ramadan tidak terlepas dari puasa, salat tarawih, takjil (berbagi kebaikan), membaca Al-Qur’an (tadarus), dan zakat fitrah. Bahkan Nabi Muhammad Saw. menyampaikan dalam sabdanya yang sering diungkapkan para pemuka agama, yaitu “Barang siapa yang bergembira akan hadirnya bulan Ramadan, maka jasadnya tidak akan tersentuh sedikit pun oleh api neraka”.

Di beberapa kampung dalam menyambut bulan Ramadan mempunyai tradisi tersendiri atas kegembiraannya, seperti tradisi Megengan dan ziarah kubur. Megengan merupakan tradisi slametan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai rasa syukur dan gembira atas nikmat Tuhan karena dapat dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadan. Sedangkan ziarah kubur menjelang Ramadan merupakan tradisi yang dilakukan oleh beberapa masyarakat sehari sebelum Ramadan tiba untuk mendoakan leluhur atau keluarga yang telah meninggal.

 Sayangnya memasuki bulan Ramadan banyak orang yang euforia atau bergembira berlebihan dalam beribadah atau beragama (ghuluw). Dalam Al-Qur’an Allah sering kali melarang untuk bersikap berlebihan dalam berbagai hal, salah satunya di dalam surat al-Maidah ayat 77 yang menjelaskan tentang hal ini, yaitu “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampau batas) dengan cara tidak benar dalam agamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesar dahulu (sebelum kedatangan Nabi Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”.

Bentuk-bentuk berlebihan dalam ibadah bulan Ramadan di antaranya: menu buka puasa dan sahur berlebihan sampai kekenyangan dan mengakibatkan penyakit. Sahur sebagai sunah Nabi justru menjadi perbuatan yang berlebihan karena tidak bisa mengukur diri sendiri. Membaca Al-Qur’an hingga larut malam (tengah malam) dengan pengeras suara luar termasuk bentuk berlebihan karena dapat “mengganggu” masyarakat. Tentu, tadarus Al-Qur’an boleh saja, namun harus bisa memahami kapan waktunya menggunakan pengeras suara luar dan kapan waktunya tidak menggunakan pengeras suara. Sikap berlebih-lebihan dalam beragama disebakan oleh beberapa hal, di antaranya: kurangnya memahami ajaran agama, mengikuti hawa nafsu, dan ikut-ikutan orang lain tanpa memahami konteks.

Baca Juga:  Makna Sila Pertama dalam Pancasila Menurut Mohammad Hatta

Kesalehan Sosial dan Individual

Istilah kesalehan sosial dan kesalehan individual sering kali kita temukan atau kita dengar dalam kehidupan masyarakat. Dua istilah tersebut bagaikan dua sisi mata uang koin yang tidak dapat dipisahkan, saling terkait satu sama lain. Kesalehan sosial merupakan kesalehan yang menunjukkan pada perilaku orang yang peduli dengan nilai-nilai islami yang bersifat sosial. Adapun kesalehan individual merupakan kesalehan yang hanya mementingkan ibadah semata yang berhubungan dengan Tuhan dan kepentingan diri sendiri (Haris Riadi, Jurnal Pemikiran Islam An-Nida’, 1, Januari-Juni 2014: 49).

Kesalehan individual atau ibadah ritual seharusnya memiliki moralitas yang baik. Ibadah ritual individual harus memiliki implikasi nyata bagi moralitas dan tindakan sosial. Orang-orang yang beribadah namun ibadahnya tidak mempunyai implikasi nyata bagi moralitas dan tindakan sosialnya merupakan seorang pendusta agama (Maman Imanulhaq, beritasatu.com., akses 21 Mei 2020). Hal seperti ini dapat ditemuai di masyarakat, seperti salat setiap hari lima kali namun perilaku dengan tetangga maupun dengan orang lain tidak baik, haji berkali-kali namun suka memakan hak orang lain. Kesalehan sosial dan kesalehan individual harus selaras, tidak bisa berat sebelah.

Ramadan dan Kesalehan Sosial

Bulan Ramadan banyak terdapat ibadah-ibadah yang dilakukan oleh umat Islam, baik ibadah individual (kesalehan individual) maupun ibadah sosial (kesalehan sosial). Tetapi, tidak sedikit dari umat Islam yang hanya mementingkan ibadah individual tanpa memperhatikan sisi sosialnya.

Agama Islam mengajarkan untuk membangun kesalehan individu, tetapi lebih utama membangun kesalehan sosial (Agus Susongko (red.), republika.co.id, akses 21 Mei 2020). Di bulan Ramadan ini, banyak kesalehan sosial yang dapat kita lakukan sebagai bentuk implikasi nyata dari kesalehan individu. Bentuk-bentuk kesalehan sosial yang dapat kita lakukan misalnya: mengatur penggunaan pengeras suara agar tidak mengganggu masyarakat yang berlatar belakang bermacam-macam sehingga terjalin keharmonisan kehidupan bermasyarakat, memberdayakan perekonomian masyarakat melalui zakat dan sedekah.

Baca Juga:  PERADABAN ISLAM DI DUNIA YANG SEKULER

Dengan datangnya bulan Ramadan hendaknya kita senantiasa meningkatkan kesalehan dengan takaran yang pas, tanpa berlebih. Sehingga amanah yang diemban manusia sebagai hamba (spiritual) sekaligus sebagai manusia (sosial)  bisa terlaksana dengan baik.

0 Shares:
You May Also Like