Al-Qur’an: Jalan Spiritual Para Sufi dan Imam Mazhab

Membaca Al-Qur’an merupakan kebiasaan dan kegemaran para ulama salaf. Bahkan mereka berlomba-lomba mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak-banyaknya. Pada umumnya, beberapa ulama salaf khatam Al-Qur’an 1 kali dalam dua bulan; ada yang khatam 1 kali dalam satu bulan; ada yang khatam 1 kali dalam sepuluh malam; ada yang khatam 1 kali dalam delapan malam; dan mayoritas ulama salaf mengkhatamkan Al-Qur’an 1 kali dalam tujuh malam (Imam an-Nawawî, Al-Ażkâr an-Nawawiyyah, 2001: 225).

Namun, beberapa ulama salaf yang lain mengkhatamkan Al-Qur’an 1 kali dalam enam malam; ada yang khatam 1 kali dalam lima malam; ada yang khatam 1 kali dalam empat malam; dan banyak juga yang khatam 1 kali dalam tiga malam. Ada juga ulama salaf yang mampu mengkhatamkan Al-Qur’an 1 kali dalam sehari semalam; ada yang khatam 2 kali dalam sehari semalam; dan ada pula yang khatam 3 kali dalam sehari semalam (hlm. 225).

Bahkan Sayyid al-Jalîl Ibnu al-Kâtib aṣ-Ṣûfiyy (Abû ‘Alî al-Ḥusain bin Aḥmad) bisa mengkhatamkan Al-Qur’an 8 kali dalam sehari semalam, yaitu 4 kali di waktu siang, dan 4 kali di waktu malam (hlm. 225-226). Pengalaman serupa juga dialami oleh Syekh Habib Abdurraḥmân Assegâf dan Habib Muḥammad bin Ṣâliḥ al-‘Aṭṭâs. Menurut Habib Zein bin Smith, Syekh Habib Abdurraḥmân Assegâf mengkhatamkan Al-Qur’an 8 kali dalam sehari semalam (4 kali di waktu siang, dan 4 kali di waktu malam) (Al-Fawâ’id al-Mukhtârah li Sâlik arîq al-Âkhrah, 2008: 187).

Kemudian, Habib Muḥammad bin Ṣâliḥ al-‘Aṭṭâs mengikuti jejak Syekh Habib Abdurraḥmân Assegâf tersebut, yaitu mengkhatamkan Al-Qur’an 4 kali di waktu siang, dan 4 kali di waktu malam (khatam 8 kali dalam sehari semalam). Bahkan belakangan Habib Muḥammad bin Ṣâliḥ al-‘Aṭṭâs mampu mengkhatamkan Al-Qur’an 10 kali dalam sehari semalam, yaitu 5 kali di waktu siang, dan 5 kali di waktu malam (hlm. 187).

Baca Juga:  Apakah Pahala yang Dihadiahkan ke Ahli Kubur itu Sampai? Berikut Jawaban Para Sufi

Imam Manṣur bin Zâżân (ahli ibadah dari kalangan tabiin) mengkhatam Al-Qur’an dari waktu Zuhur sampai waktu Asar. Beliau juga mengkhatamkan Al-Qur’an dari waktu Magrib sampai waktu Isya. Bahkan beliau mampu mengkhatamkan Al-Qur’an 2 kali lebih di antara waktu Magrib dan Isya ketika bulan Ramadan. Dalam hal ini, beliau mengakhirkan salat Isya hingga memasuki waktu seperempat malam. Begitu juga dengan Imam Mujâhid yang mampu mengkhatamkan Al-Qur’an di antara waktu Magrib dan Isya pada bulan Ramadan (al-Ażkâr an-Nawawiyyah, hlm. 226).

Bahkan banyak sekali ulama yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu rakaat salat, seperti Sayyidina Uśmān bin ‘Affān, Imam Tamīm ad-Dāriyy, dan Imam Sa‘īd bin Jubair. Habib Ḥasan bin Ṣâliḥ al-Baḥr juga mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu rakaat, dan membaca surat al-Ikhlâs sebanyak sembilan ribu kali dalam satu rakaat. Menurut Imam an-Nawawî, jumlah para ulama yang mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu rakaat adalah tidak terhitung saking banyaknya (hlm. 226 & al-Fawâ’id al-Mukhtârah, hlm. 187).

Kebiasan memperbanyak baca Al-Qur’an ini juga digemari oleh tokoh-tokoh mazhab fikih, seperti Imam Ja‘far Ṣâdiq (salah satu tokoh utama mazhab Syiah Imâmiyyah Iśnâ ‘Asyariyyah), Imam Abû Ḥanîfah (tokoh utama mazhab Ḥanafî), Imam Mâlik (tokoh utama mazhab Mâlikî), Imam asy-Syâfi‘î (tokoh utama mazhab asy-Syâfi‘î), dan Imam Aḥmad bin Ḥanbal (tokoh utama mazhab Ḥanbalî).

Dalam hal ini, ketika Imam Mâlik menjadi pengiring Imam Ja‘far Ṣâdiq, maka beliau tidak melihat Imam Ja‘far Ṣâdiq kecuali dalam tiga hal, yaitu: salat, diam, atau membaca Al-Qur’an. Sementara Imam Abû Ḥanîfah menghidupkan malam-malamnya dengan salat satu rakaat yang diisi dengan membaca Al-Qur’an. Beliau mengkhatamkan Al-Qur’an 120 kali selama bulan Ramadan. Bahkan beliau mengkhatamkan Al-Qur’an 7000 kali di tempat wafatnya, yaitu dalam penjara. Disebutkan bahwa Imam Abû Ḥanîfah dicambuk dan dipenjara karena menolak permintaan sang khalifah yang berkuasa pada waktu itu untuk menjadi hakim, sehingga beliau wafat di dalam penjara (Habib Zein bin Smith, al-Manhaj as-Sawiyy, 2005: 279-280 & 408).

Baca Juga:  Kasih-sayang, Bukan Laknat

Begitu juga dengan Imam Mâlik yang gemar membaca Al-Qur’an. Disebutkan bahwa kesibukan Imam Mâlik di dalemnya adalah membaca Al-Qur’an. Adapun Imam asy-Syâfi‘î mengkhatamkan Al-Qur’an 1 kali dalam setiap harinya, dan mengkhatamkan Al-Qur’an 60 kali selama bulan Ramadan. Sedangkan Imam Aḥmad mengkhatamkan Al-Qur’an 2 kali dalam seminggu (hlm. 280-281).

Namun demikian, menurut Imam an-Nawawî, membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an tergantung kepada kondisi masing-masing individu. Oleh karena itu, jika Muslim tertentu mampu memahami dan menguak kandungan dan makna ayat-ayat Al-Qur’an, maka dia seharusnya membaca Al-Qur’an sebanyak ayat yang bisa dipahami secara sempurna. Begitu pula dengan orang yang sibuk menyebarkan ilmu, atau sibuk memutus perkara umat Islam, atau sibuk mengurus kepentingan-kepentingan agama dan kemaslahatan umum untuk umat Islam, maka dia seharusnya membaca Al-Qur’an secukupnya, tidak tergesa-gesa (sehingga bacaan Al-Qur’annya tetap sempurna), dan tidak mengurangi tugas-tugas yang diembannya tersebut (Al-Ażkâr an-Nawawiyyah, hlm. 226).

Namun, apabila seorang Muslim tidak sibuk dengan urusan keagamaan dan keumatan tersebut, dan juga tidak paham terhadap kandungan Al-Qur’an, maka selayaknya dia memperbanyak baca Al-Qur’an sekuatnya. Asalkan tidak melewati batas kebosanan, dan juga tidak tergesa-gesa ketika membaca―sehingga bacaan Al-Qur’annya tidak jelas, dan banyak yang salah (hlm. 226).

Penjelasan Imam an-Nawawî ini menandakan bahwa sesibuk apapun seorang Muslim, maka hendaknya dia tidak meninggalkan membaca Al-Qur’an dalam setiap hari atau malamnya. Setiap Muslim harus senantiasa (istikamah) membaca Al-Qur’an secukupnya sesuai kondisi masing-masing.

Muhammad Syamsul Arifin (Pengasuh Keenam Pesantren Banyuanyar Pamekasan) menekankan santri-santrinya agar istikamah membaca Al-Qur’an minimal satu juz dalam setiap hari. Jika tidak mampu satu juz, maka setengah juz. Jika tidak mampu setengah juz, maka satu maqra‘. Jika tidak mampu satu maqra‘, maka satu lembar. Jika tidak mampu satu lembar, maka satu ayat saja (lihat Achmad Baidowi (ed.), Syaikhona: Persembahan Alumni LPI Darul Ulum Pondok Pesantren Banyuanyar, 2021: 81). Bahkan beliau berpesan: “Al-Qur’an jangan sampai kalah dengan bacaan-bacaan lainnya. Yang lain baca juga, tetapi Al-Qur’an jangan sampai kalah.”

Di sisi lain, KH. Ali Wafa (Mursyid Tarekat an-Naqsyabandiyah di Ambunten) mengamanahkan dua pesan agung kepada putra bungsunya, KH. Thoifur Ali Wafa (Pengasuh Pesantren Assadad Ambunten dan Mursyid Tarekat an-Naqsyabandiyah), yaitu: senantiasa memelihara salat fardu dan membaca Al-Qur’an setiap hari minimal satu juz (KH. Thoifur Ali Wafa, Manâr al-Wafâ fî Nubżah min Tarjamah al-Faqîr ilâ ‘Afwillâh aifûr ‘Alî Wafâ, hlm. 31-32). Wallâhu A‘lam wa A‘lâ wa Akam…

Previous Article

ISLAM MINIMALIS, ISLAM MAKSIMALIS

Next Article

Stop Memahami Al-Qur’an tanpa Asbabun Nuzul

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨