Pemuda: Aset Berharga Bangsa

Oleh: Rustan

Guru MTsN 1 Polman, Sulawesi Barat

Spirit yang tinggi, kegigihan dan keuletan merupakan modal penting yang dimiliki pemuda. Sejarah telah membuktikan, pada suatu bangsa, perjuangan melawan penindasan, dan otoriter penguasa serta sumbangsih terhadap majunya peradaban ilmu pengetahuan juga tidak terlepas dari dedikasi pemuda.

Banyak bukti yang telah direkam sejarah. Seorang pemuda bernama Muhammad al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel (sekarang Istanbul, Turki) pada usia 24 tahun. Al-Khawarizmi menghasilkan teori aljabar—bagian dari ilmu matematika—ketika berusia sekitar 30-an tahun. Imam Syafi’i mendapat izin mengajar dan berfatwa dalam bidang fikih dari gurunya, Imam Malik sebelum umur 20 tahun.

Bapak proklamator kemerdaan bangsa Indonesia, Soekarno, yang menurut SBY malah memikirkan Pancasila sebagai dasar, falsafah, ideologi bangsa Indonesia di usianya yang baru 17 tahun, yang kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 rumusannya difinalkan sebagai dasar negara yang mengikat kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada tahun 1968, Prancis mengalami pergolakan politik, sosial dan budaya. Gelombang pergerakan terbesar melawan pemerintah mulai dari mahasiswa, kaum buruh hingga lapisan masyarakat berhasil menjatuhkan pemerintahan De Gaulle. Gerakan ini tercatat sebagai gerakan terbesar dalam sejarah Prancis abad 20 yang disebut sebagai peristiwa Paris1968. Daniel March Cohn-Bendit yang masih mahasiswa pada waktu itu menjadi tokoh penting bagi pemuda di Prancis, terutama mahasiswa dan pelajar dalam peristiwa Paris 1968 tersebut. Waktu itu umurnya baru menginjak 23 tahun.

Kembali ke Nusantara, Nadiem Makarim sebelum diangkat menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menorehkan prestasi di bidang ekonomi. Di usia 27 tahun, dia berhasil mendirikan perusahan transportasi, GO-JEK dengan menawarkan berbagai fitur pelayanan, seperti bepergian di tengah kemacetan, pengiriman barang, berbelanja dan pesan antar makanan. Kini, layanan GO-JEK sudah menjadi kebutuhan masyarakat perkotaan Indonesia. Dan masih banyak lagi catatan sejarah pemuda lain yang berjasa dalam membangun peradaban bangsa dan negaranya.

Baca Juga:  Haruskah Orang Menjadi Sufi dan Menjalani Laku Hidup Prihatin Seperti Dianjurkan Para Sufi?

Bangsa yang maju dan kuat adalah bangsa yang mampu menggali potensi generasi mudanya. Semangat yang menyala-nyala dari pemuda menstimulasi majunya sebuah peradaban. Olehnya itu, generasi senior atau kaum tua harus mampu menjaga dan memanfaatkan dengan baik energi positif yang dimiliki pemuda.

Kita tidak boleh menapikan peran dan kapabilitas pemuda dalam membangun bangsa. Maka sudah menjadi kewajiban negara menyiapkan generasi muda yang unggul di segala lini melalui peningkatan kualitas pendidikan. Selanjutnya, negara harus memberi ruang dan kesempatan kepada setiap warga negara, termasuk pemuda. Dalam mewujudkan cita-cita nasional yang berperadaban, Yudi Latif sebut ranah institusional-politikal (tata kelola) dan ranah material-teknologikal (tata sejahtera) adalah ranah penting untuk dibudayakan.

Begitu urgennya peran pemuda, sehingga Soekarno begitu yakin akan keterlibatan pemuda dalam menciptakan sebuah peradaban, sampai-sampai Soekarno mengatakan “……Berikan aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia”. Untuk itu, meragukan kemampuan pemuda dengan hanya memandang keresahan yang kadang ditimbulkan pemuda merupakan kesalahan yang besar.

Jauh sebelum keyakinan Soekarno dengan keterlibatan pemuda membangun bangsa, Nabi Muhammad saw. terlebih dahulu memberikan perhatian yang serius terhadap pemuda, beliau mendidik dan mengajari mereka bagaimana melayani, berkorban dan mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadi.

Bahkan Nabi saw. adalah seorang yang sangat percaya dengan kapabilitas yang dimiliki pemuda meskipun di sisi lain ada kekeliruan yang dilakukan, tetapi Nabi tidak berpaling jika mereka berbuat kesalahan, malah Nabi mendidiknya. Ketika Usamah bin Zaid membunuh seorang yang telah menyatakan keimanannya, dan Usamah pun mencoba membenarkan perbuatannya, Nabi mencelanya sangat keras bahwa perbuatan yang dilakukan Usamah keliru sehingga Usamah sangat menyesal dan terpukul.

 

Baca Juga:  Aku, Anda dan Kita: Buah Letupan Cinta-Nya

Setelah Usamah mendapatkan pelajaran ini, Nabi Muhammad saw. kemudian memberinya tanggung jawab sebagai pemimpin pasukan yang beranggotakan beberapa Sahabat besar, seperti Abu Bakar, dan lainnya. Begitu profesionalnya Nabi saw. dan kepercayaannya terhadap kemampuan kepemimpinan Usamah, beliau lantas tidak mempersoalkan kesalahan Usamah yang sudah disesalinya.

Ini menjadi pelajaran sangat berharga bagi sebuah bangsa betapa pentingnya merangkul kekuatan pemuda dalam membangun bangsa dan peradaban. Mensinergikan semangat dan kualitas pemuda dengan pengalaman kaum tua bukan tidak mungkin mampu menciptakan kekuatan dan ketahanan nasional yang kokoh serta kemajuan peradaban.

Inilah yang telah dilakukan Nabi Muhammad saw. di Madinah dan Mekkah mengintegrasikan kekuatan pemuda dan pengalaman kaum tua dalam membangun sebuah peradaban dunia. Hanya saja, setelah Nabi Muhammad saw. wafat, budaya penyatuan pemuda dengan kaum tua yang telah ditanamkan beliau mereduksi hingga memudar karena hawa nafsu kekuasaan politik.

Begitupun juga dengan perumusan Pancasila sebagai dasar, falsafah bangsa Indonesia, Soekarno tidak hanya melibatkan berbagai golongan dari suku, agama, ras, etnis yang berbeda, tetapi juga merangkul kelompok pemuda bersama-sama memikirkan dan membangun bangsa yang berlandaskan asas kekeluargaan, yang didorong oleh budaya gotong royong.

Olehnya itu, hendaklah kita menjaga, membimbing dan manfaatkan kekuatan pemuda dalam membangun bangsa, karena mereka adalah aset berharga bangsa hari ini dan di masa yang akan datang. Mereka adalah estafet penerus cita-cita bangsa. Generasi hari ini bertanggung jawab untuk generasi yang akan datang.

0 Shares:
You May Also Like