Basmalah: Tangga Pertama Meraih Cinta-Nya

Oleh: Darmawan

Ketua Program Nuralwala: Pusat Kajian Akhlak dan Tasawuf

Nabi bersabda, “Setiap perkara/perbuatan yang tidak dimulai dengan basmalah (bismillah al-Rahman al-Rahim: dengan menyebut nama Allah Sang Pemberi Kasih dan Sayang), maka ia terputus” (HR. Abu Dawud No. 4840). Hadis ini mengisyaratkan, basmalah merupakan perekat seluruh aktivitas mukminin. Mari kita telisik seluk beluk basmalah.

Di dalam kalimat basmalah terdapat huruf ba’—artinya dengan—kedudukannya sebagai kata sambung. Dengan demikian lafaz basmalah  adalah anak kalimat. Karena anak kalimat, maka basmalah belum menjadi kalimat sempurna (jumlah mufidah).

Pertanyaannya adalah di mana induk kalimatnya? Ada rahasia apa sehingga Allah tidak menyebutkan induk kalimat dalam lafaz tersebut? “Tidak disebutkan induk kalimat dalam basmalah itu menunjukan, apa pun tindak tanduk dan perbuatan manusia itulah induk kalimatnya”. Dengan demikian “Saya makan dengan menyebut nama Allah (basmalah).” “Saya belajar dengan menyebut nama Allah.” “Saya berpergian jauh atau pun dekat dengan menyebut nama Allah.” “Saya menulis, mengajar, belajar dan berbagai kegiatan dengan menyebut nama Allah.” Begitu seterusnya.

Penjelasan di atas menyimpulkan, huruf ba’—dalam basmalah—merupakan penghubung dan pengikat antara makhluk dengan asma’ Allah. Mari kita renungkan lagi. Kenapa dalam kalimat basmalah di antara ba’ dan Allah ada nama (ism) apa rahasianya? Kenapa tidak tertulis Billah (dengan menyebut Allah)? Mungkin rahasianya ialah pada hakikatnya semua yang ada di dunia ini merupakan manifestasi dari asma’-asma’-Nya. Manifestasi dari asma’ al-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki) adalah para dermawan atau filantropis, manifestasi dari al-‘Alim (Maha Mengetahui) ialah para ulama, cindekiawan dan peneliti, manifestasi al-Shifa’ (Maha Penyembuh) ialah para dokter dan seterusnya. Jadi apa pun yang mewujud di alam realitas ini tidak lain ialah imitasi/manifestasi dari nama-nama Allah swt.

Baca Juga:  Tasawuf: Ajaran Nabi Muhammad saw

Untuk itu, apabila kita telah menyadari bahwa semua yang ada ialah manifestasi-Nya, maka jangan sakiti siapa pun juga, perlakukan seluruh makhluk Tuhan—manusia, hewan, tetumbuhan dll—secara adil dan bijaksana, karena di dalam wujud mereka terdapat asma’-Nya dan ruh-Nya sebagaimana firman-Nya, “Maka, apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)-nya, dan telah Ku-tiupkan ke dalam ruh (ciptaan)-Ku…” (QS. Al-Hijr [15]: 29)

Masyhur diketahui, Allah mempunyai begitu banyak asma’-Nya. Ada yang menyebutkan Allah memiliki 99 nama yang kemudian disebut dengan Asma’ al-Husna. Di dalamnya terdapat nama-nama-Nya seperti al-Rahman, al-Rahim, al-Malik, al-Rauf, al-Ghafur dan sebagainya. Kalau kita telisik pada basmalah kenapa yang muncul hanya dua asma’-Nya yaitu al-Rahman dan al-Rahim, padahal Allah memiliki seabreg asma’?

Boleh jadi, maknanya adalah Allah swt. lebih senang disebut sebagai al-Rahman (Sang Pemberi Kasih/Cinta) dan al-Rahim (Sang Pemberi Sayang) dibanding dengan asma’ lain-Nya. Saking cintanya Allah disebut sebagai al-Rahman, Ia jajarkan nama Allah dengan al-Rahman, meski sesungguhnya nama al-Rahman mengacu pada sifat, bukan nama diri-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya,Katakanlah (Muhammad), “Seruhlah Allah atau seruhlah al-Rahman…” (QS. Al-Isra’ 17: 110). Senada juga disebutkan dalam hadis dari “Abdurrahman bin Auf berkata: “Aku pernah mendengar Nabi bersabda: Allah berfirman, ‘Akulah Allah, dan Akulah Sang Maha Rahman!’…”(HR. Imam Tirmidzi, No. 1907). Bahkan Allah sendiri sampai menjadikan asma’ al-Rahman sebagai nama surat tersendiri dari sekian surat yang ada dalam Alquran yaitu surah al-Rahman.

Pertanyaan selanjutnya, kenapa dalam basmalah kata al-Rahman disebut dahulu kemudian al-Rahim, ada isyarat apa di dalamnya? Dalam kajian Ilmu Balaghah terdapat diskursus Taqdim wa Ta’khir—mendahulukan atau mengakhirkan kalimat/kata yang disebabkan dengan adanya tujuan-tujuan tertentu—Salah satu makna dari kata yang disebutkan lebih awal ialah bermakna li ta’tsir (lebih banyak/dominan). Sehingga bisa jadi, kata al-Rahman disebut lebih awal dari pada al-Rahim itu mengandung makna, pada dasarnya nama al-Rahman itu lebih mendominasi dari nama-nama lain-Nya. Dan di dalam semua nama-nama-Nya itu terkandung balutan rahmat-Nya. Artinya ketika Allah menyandang nama Sang Maha Menghukum/Mengadili (al-Hakam) itu pada hakikatnya di dalam hukuman-Nya ada muatan Rahmaniyyah-Nya (muatan cinta-Nya). Di dalam hadis, disebutkan “Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “ Ketika Allah telah menciptakan makhluk, Dia tuliskan dalam kitab-Nya yang tersimpan di sisi-Nya di atas ‘Arasy bahwa kasih sayang-Ku mendominasi daripada murka-Ku.” (HR. Muslim No. 2751)

Baca Juga:  MENGUNGKAP KARAKTER ILMIAH AL-BIRUNI

Di muka dijelaskan, Allah lebih  senang disebut sebagai al-Rahman artinya Tuhan Yang Maha Kasih dan Penuh Kelembutan, maka dari itu ketika manusia diperintahkan oleh Allah dan Nabi-Nya untuk mengawali aktivitas atau kegiatannya hendaklah berucap, “Dengan menyebut asma’ Allah Pemberi Kasih dan Sayang”. Itu sebuah pengingat, alarm dan pelajaran bagi siapa yang membacanya dengan tulus dan penuh makna, maka di dalam hatinya akan terpatri energi rahmat (welas asih dan penuh kebijaksanaan), kemudian memancar keluar sehingga setiap aktivitas dan amaliahnya selalu menyebarkan rahmat kepada seluruh alam.

Nabi bersabda, “Cintailah semua penduduk bumi (manusia, hewan, tetumbuhan dll), maka penduduk langit akan mencintaimu (para malaikat dan Allah)” (HR. Abu Dawud dan Timidzi). Dengan demikian salah satu tips menggapai cinta Allah itu adalah dengan mencintai penduduk bumi atau mencintai sesamanya. Siapa yang menyebarkan cinta, maka ia pantas untuk dicinta. Dan itu semua bermula karena ia menghadirkan Allah Sang Pemberi Kasih dan Sayang dalam segala aktivitasnya. Bismillah ar-Rahman ar-Rahim.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Menguak Alam Imajinal

Haidar Bagir Dewan Pembina Nuralwala Dalam khazanah spiritualitas Islam (sufisme, ‘irfan, isyraqiyah, atau hikmah), biasanya diterima adanya tiga…