Tasawuf: Ajaran Nabi Muhammad saw

Oleh: Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hawthah Al-Jindaniyah

Tidak berlebihan jika saya mengatakan, “Tasawuf yang sejati adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw”. Hal itu dinyatakan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Sayyidina Umar ibn Khatab mengatakan; “Ketika kami sedang duduk dengan Rasulullah saw. tiba-tiba muncul di tengah-tengah perkumpulan kami, seorang laki-laki yang pakaiannya itu sangat putih, rambutnya sangat hitam, bersih, tidak terlihat bahwa orang itu baru datang dari perjalanan yang panjang dan kami tidak mengenal siapa orang itu. Tiba-tiba ia langsung duduk di hadapan Rasulullah saw., saking dekatnya hingga menyandarkan lututnya pada lutut Nabi sambil meletakkan kedua telapak tangannya di pangkuan Nabi, kemudian tanpa basa basi orang ini bertanya kepada Rasulullah;

Ya Muhammad, “Beritahukan kepadaku tentang Islam?” Pintanya.

“Islam itu bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan haji ke Baitul Haram apabila engkau mampu”, jawab Nabi.

Penjelasan di atas menjadi rumusan tentang rukun Islam yang kita kenal. Kelima rukun Islam itu lebih bersifat pada ‘ubuddiyah secara fisik yakni penghambaan kepada Allah yang hubungannya dengan fisik seperti shalat, zakat, haji, puasa.

Kemudian ia bertanya lagi kepada Nabi Muhammad saw., dengan mengatakan;

“Beritahukan kepadaku tentang iman?”

Nabi Muhammad saw. menjawab; “Iman itu engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, utusan-utusan-Nya, Hari Kiamat, Qadha dan Qadhar yang semuanya datang dari Allah”.

Iman itu lebih kepada akal, sebab iman itu dalam arti percaya. Orang itu ketika percaya pada sesuatu, tentu ia tidak akan sampai kepada titik percaya sebelum akalnya mencerna dan menerima. Artinya iman itu lebih bersifat kepada akal. Bagi orang yang jeli dan memiliki akal yang tajam serta menggunakan metode cara berpikir yang benar, ia akan dapati bahwa segala rukun iman yang disabdakan oleh Rasulullah saw. di atas dapat dicerna dengan akal yang sehat.

Baca Juga:  ONTO-EPISTEMOLOGI OBJEK SAINS: Acuan Ibn Sina dan Karl Popper (Bagian Satu)

Kemudian yang ketiga ini yang sangat menarik bagi saya, apakah itu?

Orang itu bertanya kembali kepada Nabi; “Beritahukan kepadaku tentang ihsan?”

Nabi menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu”.

Artinya ihsan itu adalah bagaimana menggabungkan antara Islam—yang lebih bersifat pada ‘ubuddiyah secara fisik—dengan iman—yang bersifat kepercayaan secara akal—, digabungkan dengan suatu ikatan ruh yakni kesadaran yang dalam yaitu ihsan.

Orang tatkala menyembah kepada Allah, shalat, puasa, dia sadar betul di hadapannya ada Tuhannya yang menyaksikan dia, pasti akan berbeda dengan orang yang melakukan ibadah secara fisik tanpa menyadari hal itu. Demikian juga berbeda orang yang sadar betul Tuhannya ada di hadapannya, menyaksikan gerak-geriknya dengan orang yang sekedar menerima keberadaan Tuhan dan keberadaan malaikat.

Karena itu, iman dan Islam harus digabungkan dengan ikatan ihsan. Ketika seseorang itu menyadari bahwa Tuhan itu menyaksikannya, dia akan menghamba kepada Allah dengan penghambaan yang sebenar-benarnya serta memiliki ruh yang begitu dalam, dan inilah hakikat tasawuf. Tasawuf tidak lebih daripada menjalankan Islam dan iman dalam bentuk penghambaan sejati kepada Allah sebagaimana yang telah disebutkan oleh Nabi Muhammad saw. 

Selanjutnya para sahabat bertanya kepada Nabi tentang sosok laki-laki itu, “Siapa orang tersebut?”

Nabi mengatakan; “Dia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kalian”.

Lihat, ketika unsur-unsur agama yakni Islam, iman dan ihsan digabungkan dengan ikatan yang erat inilah hakikat agama dan inilah tasawuf yang sesungguhnya.

Tasawuf seperti saya katakan tidak lain adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Tasawuf mengajak kepada kita semua agar kita senantiasa mensucikan jiwa, menempa sanubari agar kita bisa menghamba kepada Allah dengan sebenar-benarnya, yakni beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.

Baca Juga:  Tentang 560 Bab Al-Futuhat Al-Makkiyyah

Catatan

Berikut teks hadis yang sedang dikaji:

بينما نحن عندَ رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذ طلعَ علينا رجلٌ شديدُ بياضِ الثيابِ، شديدُ سوادِ الشَّعَرِ، لا يُرى عليه أثرُ السَّفَرِ، ولا نعرفُه، حتى جلسَ إلى النبيِّ صلى الله عليه وسلم فأسندَ ركبتيه إلى ركبتيه، ووضَعَ كفيه على فَخِذَيْه، وقال: يا محمدُ، أخبرني عن الإسلامِ؟ فقال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: الإسلامُ أن تَشْهَدَ أن لا إلهَ إلا اللهُ وأن محمدًا رسولُ الله، وتُقيمَ الصلاةُ، وتُؤْتِيَ الزكاةَ، وتَصومَ رمضانَ، وتَحُجَّ البيتَ إن استطعْتَ إليه سبيلًا. قال: صدقْتَ. قال: فعجِبْنا له يَسْأَلُه ويُصَدِّقُه. قال : فأخبرْني عن الإيمانِ؟ قال: أن تُؤْمِنَ باللهِ ، وملائكتِه، وكتبِه، ورسلِه، واليومِ الآخرِ، وتؤمنَ بالقدرِ خيرِه وشرِّه. قال: صدَقْتَ. قال: فأخبرْني عن الإحسانِ؟ قال: أن تَعْبُدَ اللهَ كأنك تراه، فإن لم تَكُنْ تراه فإنه يراك

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 8), Imam Abu Dawud (no. 4695), Imam at-Tirmizi (no. 2610), Imam an-Nasa’I (no. 4990), Imam Ibn Majah (no. 63) dan Imam Ahmad (no. 367).

Keterangan: Tulisan ini hasil transkip dari video Pentingnya Bertasawuf oleh Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan di kanal Youtube Nuralwala dan telah disesuaikan oleh tim Nuralwala.

Tonton videonya di, sini.

0 Shares:
You May Also Like