Menilik Sejarah Standardisasi Mushaf Al-Qur’an di Indonesia
Judul : Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia
Editor : Muchlis M. Hanafi
Penerbit : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Tebal : 205 hlm
No ISBN : 978-602-9306-39-2
Keragaman penulisan, rasm, dan tanda baca Al-Qur’an bukanlah hal yang baru. Upaya kodifikasi dan penyeragaman ini telah dilakukan sejak Nabi saw. Kemudian pada masa pemerintahan khalifah ketiga, Utsman bin Affan, kodifikasi mushaf Al-Qur’an dilakukan untuk menyeragamkan pembacaan Al-Qur’an karena terdapat keragamaan pembacaan (qira’at) di setiap daerah. Misalnya, penduduk Syam membaca Al-Qur’an dengan Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah membaca Al-Qur’an dengan qira’at Ibnu Mas’ud dan sebagainya. Perbedaan tersebut pada akhirnya melahirkan konflik di antara umat muslim karena masing-masing menganggap bacaannya benar dan bacaan yang lain kurang tepat.
Demikian pula di Indonesia, tercatat hingga sebelum tahun 1970-an terdapat beberapa keragaman dalam mushaf Al-Qur’an yang ada, seperti keragaman tanda baca, tanda waqaf, harakat, dan sebagainya. Pada kurun waktu tersebut, beberapa mushaf Al-Qur’an yang bekembang di Indonesia seperti Mushaf Al-Qur’an Bombay, Pakistan, dan Bahriyah cetakan Istanbul. Begitupun pada penerbitan dan pencetakan mushaf Al-Qur’an yang juga melahirkan pola penulisan yang beragam. Belum ada patokan dan pedoman mushaf dalam standar Indonesia.
Fenomena ini mendorong Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dan para ulama untuk menyusun suatu mushaf yang dijadikan pedoman bagi penerbitan Al-Qur’an di Indonesia dengan menyesuaikan kultur dan latar belakang masyarakat Indonesia sebagai pembacanya. Di samping itu, penyusunan mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia juga bertujuan sebagai pedoman kerja bagi Lajnah dalam proses pentashihan. Sebagai pedoman pentashihan, mushaf Al-Qur’an standar Indonesia belum banyak dikenal, baik dari aspek sejarah maupun landasan ilmiahnya. Meskipun sudah ada upaya yang pernah dilakukan yaitu dengan terbitnya buku Mengenal Mushaf Standar Indonesia. Namun, ada beberapa aspek penting yang belum tersentuh di dalam buku tersebut, seperti aspek kesejarahannya. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an memiliki tugas utama yaitu; menjelaskan secara lebih komprehensif mushaf Al-Qur’an standar Indonesia, baik dari aspek sejarah maupun landasan ilmiahnya.
Buku Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia—yang akan segera kita review—disusun oleh tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an pada tahun 2012 dalam rangka memberikan informasi kesejarahan terkait tersusunnya Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia yang membutuhkan waktu 9 tahun (1974 s/d 1983) melalui Musyawarah Kerja (Muker) Ulama Al-Qur’an. Membaca buku ini, kita diperkenalkan dengan para ulama ahli Al-Qur’an dari seluruh Indonesia di masa 70 tahunan silam yang berjuang demi membumikan Al-Qur’an dan menjaga kesuciannya.
Buku ini terdiri dari tiga bab utama; bab pertama, kita disajikan dengan pengenalan akan mushaf dan jenis Al-Qur’an standar; di bab kedua, menjelaskan proses pelaksanaan Musyawarah Kerja (Muker) ulama Al-Qur’an tahun 1974 s/d 1983 secara kronologis sebagai forum yang menentukan dihasilkannya keputusan mushaf Al-Qur’an Standar. Kemudian, pada bab ketiga berisi penjelasan mengenai proses tersusunnya tiga jenis Mushaf Al-Qur’an Standar; Usmani, Bahriah, dan Braille hingga ketiganya menjadi Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia.
Mengesampingkan pembahasan perbagian, kiranya saya menemukan beberapa catatan penting yang sesuai dengan permasalahan yang telah disebutkan—di paragraf ke dua—yaitu dari aspek kesejarahan dan landasan ilmiahnya. Berbicara mengenai sejarah tentunya tidak terlepas dari suatu metode penulisan sejarah. Peneliti harus menggunakan metode penulisan sejarah agar tak terjadi ketidakterkaitan dan ketidaksesuaian antar kejadian dalam suatu sejarah, serta memastikan sejarah yang ditulis memiliki pengaruh hingga saat ini. Begitu pula proses penyusunan buku ini yang berupaya sedapat mungkin mengikuti tahapan penulisan sejarah. Paling tidak ada empat tahapan penulisan sejarah yang paling sering digunakan, termasuk digunakan juga di dalam buku ini. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1) pengumpulan data (heuristik); 2) kritik atau verifikasi; 3) interpretasi; 4) historiografi.
Pertama, heuristik, yaitu proses pengumpulan informasi untuk penelitian sejarah yang dilakukan. Dalam hal ini tim penyusun LPMQ berupaya menghimpun berbagai data tertulis baik dari beberapa sumber literatur, data-data pokok yang terdokumentasi dalam hasil MUKER ulama ahli Al-Qur’an 1974-1983, hasil wawancara dan saksi sejarah, buku-buku ‘Ulum Al-Qur’an dan jurnal-jurnal yang kesemuanya memiliki keterkaitan dengan sejarah mushaf Al-Qur’an standar Indonesia.
Kedua, kritik atau verifikasi data. Setelah pengumpulan sumber sejarah, selanjutnya sumber tersebut akan memasuki tahapan verifikasi. Dalam hal ini tim LPMQ melakukan uji keabsahan, kritik sedetail mungkin sehingga diperoleh data-data yang lebih objektif dan argumentatif. Sebagai bentuk kritik atas sumber-sumber yang diperoleh kemudian dilakukan komparasi dengan informasi para pelaku dan saksi sejarah serta beberapa sumber sekunder lainnya.
Ketiga, interpretasi, yaitu suatu tahapan yang dilakukan untuk menganalisis dan mencoba untuk membandingkan fakta yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini tim LPMQ berupaya melakukan interpretasi sejarah dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Selain berpatokan dari hasil dokumentasi MUKER ulama, tim juga mencoba menginterpretasikannya berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku sejarah yang masih hidup.
Keempat, historiografi yaitu berupa proses penulisan sejarah berdasarkan sumber-sumber yang telah ditemukan, dinilai, diseleksi, dan dikritisi. Dalam hal ini tim melakukan tahap terakhir berupa pemaparan atau pelaporan hasil kajian. Tim juga berupaya menguraikan secara jelas mengenai proses penyusunan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia dari awal sampai terwujud, kemudian diresmikan penggunaannya melalui keputusan menteri agama. Semua itu dilakukan dengan melihat dan mempertimbangkan kembali aspek kronolgis sejarahnya.
Setelah melalui empat tahapan metode penulisan sejarah di atas, hal lain yang tidak kalah penting dan tentunya diterapkan di dalam buku ini adalah berupa penyelarasan bahasa dalam penyajian hasil-hasil MUKER. Mengingat bahasa Indonesia terus mengalami progres yang pesat, sedangkan di sisi lain kita melihat bahwa dokumen yang ada merupakan produk puluhan tahun silam, oleh karena itu tim penyusun juga berusaha melakukan penyelarasan ulang bahasa yang dipergunakan agar lebih dapat dipahami dalam konteks kekinian.
Buku Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia ini merupakan buku ilmiah berbasis data-data yang kuat dan rinci. Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa buku ini diklaim bertujuan memberi informasi pada masyarakat, namun buku ini tampaknya tidak disarankan bagi kalangan umum karena menggunakan bahasa dan istilah ilmiah yang tidak umum dan cukup serius.
Buku ini sangat baik untuk dibaca oleh para akademisi, pelajar, peneliti, dan pegiat Al-Qur’an sebagai referensi dalam melihat bagaimana perkembangan tersusunnya mushaf Al-Qur’an yang menjadi standar di Indonesia.
Apresiasi juga patut diberikan terhadap buku ini karena menyajikan sejarah secara fokus, mendalam dan konsisten pada pembahasan yang menjadi topik utamanya. Dapat dilihat bersama bahwa inti dari buku ini ada pada pembahasan pelaksanaan Musyawarah Kerja Ulama Al-Qur’an 1974 s/d 1983 yang menunjukkan betapa Indonesia dianugerahi para pemikir dan ahli Al-Qur’an yang luar biasa mencurahkan gagasan briliannya dalam rangkaian muker selama sepuluh tahun, demi mempersembahkan diri untuk membumikan dan menjaga kesucian Al-Qur’an khususnya di Indonesia.