Memahami Falsafah Ilmu Pengetahuan Jurgen Habermas

Jurgen Habermas merupakan seorang filsuf yang berpengaruh di abad kontemporer. Ia dilahirkan di Jerman pada tanggal 18 Juni 1929. Pergumulan pemikirannya terbentuk setelah ia memasuki sebuah aliran filsafat yang sejak 60 tahun semakin berpengaruh dalam dunia filsafat maupun ilmu-ilmu sosial, yaitu filsafat kritis, yang tergabung dalam Mazhab Frankfurt  (Thomas McCarthy, The Critical Theory of Jurgen Habermas: Hlm. 113)

Habermas merupakan anak seorang kepala jabatan dan industri, sedangkan kakekanya adalah seorang pendeta. Ia dibesarkan di Gummersbach, sebuah kota menengah di Jerman dengan dinamika lingkungan Borjuis-Protestan. Pada masa awal hidupnya, ia bertemu dengan masa kejayaan dan kejatuhan fasisme.

Habermas mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian. Pertama, Ilmu Empiris-Analitis, termasuk ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial selama mereka bertujuan untuk memproduksi pengetahuan nomologis.

Habermas mengasumsikan bahwa apa yang biasanya dianggap sebagai pengamatan inderawi belum dapat dikatakan sebuah pengamatan, melainkan pengorganisasian kesan-kesan inderawi di bawah kepentingan penggunaan teknis proses yang diobjektifkan.

Kedua, Ilmu Historis-Hermeneutis, termasuk humaniora (Geistenwissenschaften) dan ilmu-ilmu sejarah dan sosial selama mereka bertujuan menciptakan pemahaman interpretasi atas kandungan makna berbagai konfigurasi. Ilmu ini mempunyai keinginan untuk memahami dalam ranah bahasa dan interaksi, dengan tujuan menangkap makna. Ilmu ini memiliki metode mengorganisasikan objeknya dalam perluasan intersubjektivitas. Maksudnya adalah meningkatkan intensitas saling pengertian untuk tindakan bersama.

Dan ketiga, Ilmu yang berorientasi kepada kritik, termasuk psikoanalisis dan kritik ideologi (teori sosial kritis), dan filsafat yang dipahami sebagai disiplin yang bersifat reflektif dan kritis.

Pada setiap kategori, Habermas menguraikan hubungan setiap kategori dengan kepentingan kognitif tertentu: “pendekatan ilmu-ilmu empiris-analitis melibatkan kepentingan kognitif teknis; ilmu-ilmu historis hermeneutis melibatkan kepentingan praktis; dan pendekatan ilmu-ilmu yang berorientasi kritis melibatkan kepentingan kognitif emansipatoris.” Menurut Habermas, kepentingan kognitif muncul sebagai “orientasi umum” atau “strategi kognitif umum” yang memandu berbagai cara dan bentuk penelitian.

Baca Juga:  Ateis yang Tulus Bukanlah Ateis

Kepentingan Teknis Ilmu Empiris-Analitis

Sebagai satu kelanjutan sistematis dari proses belajar kumulatif yang berlangsung pada level pra-ilmiah di dalam sistem perilaku tindakan instrumental, penelitian empiris-analitis bertujuan untuk memproduksi pengetahuan yang secara teknis dapat dieksploitasi dan dapat menyibak realitas dari sudut pandang kontrol teknis yang mungkin dilakukan atas berbagai proses yang diobjektifkan.

Hipotesis-hipotesis yang mirip hukum yang menjadi ciri jenis ilmu ini dapat ditafsirkan sebagai pernyataan tentang variasi bersama dari beberapa peristiwa. Dengan adanya serangkaian kondisi buatan, hipotesis-hipotesis itu membuat prediksi-prediksi jadi mungkin. Pengetahuan empiris-analitis pada gilirannya menjadi pengetahuan prediktif yang mungkin diciptakan.

Hubungan antara hipotesis dengan pengalaman dimapankan melalui pengamatan terkendali, yang disebut dengan eksperimen. Habermas mengatakan bahwa sistem perilaku tindakan instrumental pada akhirnya menentukan struktur penelitian empiris-analitis. Komitmen metodologis yang membangun penelitian seperti itu muncul dari struktur kehidupan manusia, dari imperatif-imperatif satu spesies yang mereproduksi dirinya (sebagian) melalui tindakan rasional-bertujuan yang secara intrinsik terikat dengan berbagai proses belajar.

Proses-proses ini harus dibuat dalam bentuk penelitian metodologis jika pembentukan-diri spesies tidak ingin diletakkan dalam bahaya. Istilah “kepentingan kognitif teknis” berarti menjelaskan orientasi dasar penelitian, strategi kognitif umum, yang berasal dari syarat fundamental reproduksi kehidupan manusia ini.

Kepentingan Praktis Ilmu Historis-Hermeneutis

Sebagaimana ilmu empiris-analitis, ilmu hermeneutis terpancang pada sistem tindakan spesifik, yang dalam hal ini adalah sistem interaksi yang diperantarai bahasa biasa. Keterpancangan pada struktur kehidupan spesifik ini berarti bahwa penelitian hermeneutis diatur oleh suatu kepentingan kognitif yang bersifat spesifik, yang dalam hal ini adalah “kepentingan praktis” dalam meneguhkan tipe intersubjektifitas terbuka dan pengakuan tanpa kekerasan yang menjadi sandaran tindakan komunikatif.

Baca Juga:  RELIGIUSITAS CUMA GEJALA NEUROLOGIS ATAU MALAH NEUROTIK BELAKA? Mari Menjadi Peneliti yang Lebih Berhati-hati

Kepentingan inilah yang melandasi kemunculan ilmu budaya dari kategori pengetahuan professional yang mengembangkan interpretasi sistematis menjadi suatu keahlian. Disiplin budaya tidak lahir dari keterampilan khusus dan profesi-profesi lain yang memerlukan pengetahuan teknis diperlukan namun lahir dari wilayah tindakan yang diprofesionalkan (the professionalized realms of action) yang memerlukan kearifan praktis.

Di sini peran kerangka kerja transendental dimainkan oleh gramatika bahasa biasa, yang mengukuhkan skema-skema penafsiran dunia. Interpretasi terhadap interpretasi atas realitas berlangsung pada level yang berbeda dari level interpretasi atas realitas; dalam terminologi semantik, kalimat tentang kalimat memiliki tatanan yang berbeda dengan kalimat tentang fakta. Di sisi lain, kandungan semantik tradisional yang merupakan objek penelitian hermeneutis adalah simbol dan fakta sekaligus.

Oleh karena itu, interpretasi sesungguhnya adalah analisis empiris sekaligus konseptual. Interpretasi ini diarahkan pada elemen-elemen sebuah dunia yang terbentuk lewat bahasa biasa dan pada aturan-aturan “gramatikal” yang membentuk dunia tersebut.

Kepentingan Emansipatoris Teori Kritis

Dalam hal kepentingan emansipatoris, dikatakan hal ini menjadi kepentingan yang memandu ilmu-ilmu yang berorientasi kritik dan filsafat. Habermas memahami ilmu yang berorientasi kritik sebagai satu tipe penelitian sosial yang ingin melampaui produksi pengetahuan nomologis dan untuk menentukan kapan pernyataan-pernyataan teoritis menjangkau berbagai keteraturan yang tetap dari tindakan sosial dan kapan pernyataan-pernyataan tersebut mengekspresikan relasi ketergantungan yang dibekukan secara ideologis yang pada prinsipnya dapat diubah.

Ilmu-ilmu yang berorientasi kritik mempertimbangkan bahwa informasi tentang hubungan-hubungan yang mirip-hukum memicu terjadinya suatu proses refleksi dalam kesadaran mereka yang disentuh oleh hukum tersebut. Oleh karena itu, kesadaran yang tidak direfleksikan, yang merupakan salah satu syarat awal bagi hukum semacam itu, dapat diubah.

Baca Juga:  Memahami Agama dan Sains Perspektif Ian G. Barbour

Habermas menuturkan bahwa kepentingan nalar untuk melakukan emansipasi, yang ditanamkan dalam proses pembentukan-diri spesies dan yang memutar gerakan refleksi, bertujuan untuk mewujudkan kondisi-kondisi interaksi simbolis dan tindakan instrumental; dan sejauh ini, kepentingan ini mengandaikan adanya bentuk-bentuk terbatas dari kepentingan kognitif praktis dan kepentingan kognitif teknis.

Memang sampai pada ukuran-ukuran tertentu, konsep kepentingan nalar yang dikemukakan oleh idealisme perlu ditafsirkan ulang dalam konteks materialis: kepentingan emansipatoris tergantung kepada kepentingan yang terdapat dalam orientasi tindakan inter-subjektif dan kontrol teknis yang mungkin berlangsung

0 Shares:
You May Also Like