Islam Agama Cinta Kasih

Oleh: Bil Hamdi

Mahasiswa Aqidah & Filsafat Islam STFI Sadra Jakarta

Islam adalah agama yang indah, agama yang mengajarkan kedamaian serta membawa misi agung menebar rahmat ke alam semesta. Namun sayang hal itu hanya berlaku dalam pemahaman dan konsep-konsep saja. Begitu banyak kita saksikan fenomena yang sangat bertentangan dalam kenyataan hidup ini. Permusuhan dan berbantah-bantahan, bahkan peperangan sering kali terjadi dalam tubuh umat Muslim. Padahal jelas Rasul dalam haditnya mengatakan:

“Perumpamaan seorang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh. Bila satu disakiti, maka yang lain juga ikut tersakiti”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka tidak ada ruang sedikit pun dalam Islam untuk membenarkan permusuhan sesama umat Muslim. Karena satu tubuh, maka tentunya permusuhan tersebut hanya akan melemahkan umat Muslim itu sendiri, hal ini akan memicu perpecahan dan rasa benci yang tak ada habisnya, Allah berfirman:

“…Dan berpegang teguhlah kamu pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…” (QS. Ali Imran 3:103)

Ayat ini menegaskan perintah bagi seluruh umat Muslim untuk senantiasa berpegang pada tali Allah, yaitu agama Islam. Dan sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa Islam adalah agama perdamaian yang anti permusuhan, maka tentu sikap permusuhan, caci maki dan perpecahan merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai keislaman.

Kita juga menyaksikan fenomena di mana banyak orang yang memiliki pengetahuan, namun hanya sedikit yang memiliki kesadaran. Sebagian besar di antara kita tentu hafal dan paham betul makna dan kandungan surah Ali Imran di atas, namun seberapa jauh usaha kita untuk mengamalkan dan mempraktikkan ajaran Alquran dalam kehidupan?

Baca Juga:  Apa Benar Filsafat itu Rumit dan Menyesatkan?

Kita tahu bahwa permusuhan itu buruk. Namun pada saat yang sama kita juga yang memusuhi orang lain. Kita yakin bahwa caci maki itu dilarang dalam agama. Namun sedikit sekali yang sadar dan menghindarinya, malah ada yang menikmatinya, senang bila melihat orang yang dimusuhi berada dalam kesusahan, kadang juga bahkan sampai berharap orang tersebut menderita dan sengsara. Benarkah kita telah terjerumus sedalam itu —dalam perangkap iblis—? Sampai-sampai tak mampu cahaya masuk untuk menerangi hati kita, dan menyadarkan kita bahwa persaudaraan, sopan santun dan ramah tamah itu sangat indah dan lebih utama!

Perselisihan dalam masalah agama pun jika menimbulkan mudharat, maka hal tersebut dilarang. Abu Ishaq Asy-Syatibi (w. 790 H) dalam Al-Muwafaqat mengatakan dengan jelas dan tegas bahwa, Setiap masalah yang terjadi dalam (ajaran) Islam, lalu terdapat perbedaan sesama Muslim tapi perbedaan itu tidak mengakibatkan permusuhan, kebencian, atau percerai beraian, maka kita mengetahui bahwa perbedaan tersebut merupakan bagian dari ajaran Islam. Namun sebaliknya jika perbedaan tersebut mengakibatkan permusuhan, ketidak harmonisan, caci maki, atau pemutusan silaturahmi, maka kita mengetahui bahwa sedikit pun ia bukanlah bagian dari (ajaran) agama. Oleh karena itu meskipun perbedaan pendapat merupakan keniscayaan, akan tetapi persatuan dan pertemuan haruslah tetap terwujud”.

Allah berfirman, “Bukanlah memalingkan wajah kamu ke arah timur dan barat (itu suatu) kebajikan, tetapi kebajikan (itu) ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, para malaikat, kitab-kitab, para nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta; dan (orang yang memerdekakan) hamba sahaya, dan melaksanakan shalat dengan sempurna, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menempati janji mereka apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah 2:177)

Baca Juga:  Menuju Manusia Rohani

Ayat di atas menunjukan, keimanan yang benar ditandai dengan hadirnya rasa kasih sayang sesama Muslim dan sesama manusia. Agama tak ubahnya seumpama kendaraan yang kita gunakan untuk mencapai tujuan yaitu Allah. Lalu mengapa kita terus-menerus meributkan kendaraan sampai-sampai lupa dengan tujuan kita yang sesungguhnya! Maka, adalah salah ketika kita beragama namun yang terjadi malah permusuhan, kebencian dan caci maki. Oleh karenanya, mari kita kesampingkan ego, emosi negatif dan gengsi yang tinggi di antara kita. Buang semua perasaan-perasaan yang meracuni hati dan pikiran kita. Tak ada yang lebih pintar, tak ada yang lebih mulia, tak ada yang lebih, dan jangan pernah merasa lebih dari yang lain.

Apakah kita lupa dengan kisah Azazil sang pemimpin para malaikat? Karena merasa lebih mulia dari Adam maka Allah rendahkan derajatnya hingga lebih rendah dari binatang, dialah iblis. Bayangkan, bahkan makhluk yang sangat mulia sekalipun, dan dekat di sisi Allah ketika muncul dalam hatinya perasaan lebih dari yang lain maka Allah tak segan-segan menghinakannya. Sungguh tak ada artinya ibadah ‘iblis’ yang begitu banyak.

Lalu apa kira-kira pesan yang tersirat dalam kisah iblis tersebut? Dapatlah kita petik pelajaran yang sangat berharga bahwa di sisi Allah amal perbuatan kita tak ada artinya, jangan pernah mengira bahwa kita dimasukkan ke dalam surga karena ibadah-ibadah kita, karena jika demikian apa bedanya kita dengan pedagang yang menjual amal-amal agar mendapat surga. Ketahuilah bahwa Allah memasukkan kita ke dalam surga karena rahmat dan kasih sayang-Nya. Bukankah telah sampai pada kita kisah seorang pelacur yang dimasukkan ke dalam surga lantaran menolong anjing yang sedang kehausan! Dari sini marilah kita ambil hikmah dan pelajaran hidup yang sangat berarti bahwa hanya dengan menebar rahmatlah kita dianggap sukses dalam beragama, dan dengan menebar kasih sayang pula seseorang akan dirahmati Allah (sikap welas asih itu merupakan efek dari kesungguhan saat kita beribadah shalat)

Baca Juga:  KENAPA HARUS BERTASAWUF, KENAPA TAK BERAKHLAK SAJA?

Terakhir, marilah kita bersatu padu, bersama-sama kita berjalan menuju Allah. Agar Allah merahmati kita, maka marilah kita saling merahmati sesama kita, melakukan kebaikan sebanyak mungkin dan saling memaafkan. Ketahuilah hanya orang mulia yang mampu melakukan perbuatan mulia, meminta maaf dan memaafkan adalah perbuatan mulia, teruslah saling memaafkan karena kita tak pernah tau perbuatan kita yang mana yang menjadi sebab kita dirahmati oleh Allah.

0 Shares:
You May Also Like