Apakah Pahala yang Dihadiahkan ke Ahli Kubur itu Sampai? Berikut Jawaban Para Sufi

Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq ra. menyebutkan bahwa orang yang meninggal tanpa membawa bekal amal baik adalah seperti orang yang mengarungi samudra tanpa kapal. Oleh karena itu, menurut Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi, dia akan tenggelam, dan tidak akan selamat kecuali jika ada orang yang menolongnya. Hal ini sesuai dengan keterangan hadis bahwa orang yang meninggal adalah seperti orang tenggelam yang membutuhkan pertolongan (Naā’i al-‘Ibād, hlm. 4), terutama bagi orang yang baru meninggal. Menurut Imam Sufyan al-Tsaurī, orang yang baru meninggal akan mengalami ujian yang berat (dari malaikat penjaga kubur; Munkar dan Nakir) selama tujuh hari. Maka dari itu, dianjurkan bersedekah untuknya selama masa tujuh hari tersebut. Hal ini dilakukan dalam rangka menolong ahli kubur itu, sehingga hujah (argumentasi)-nya menjadi lancar dan lulus dari ujian berat tersebut (Imam asy-Sya‘rānī, Tanbīh al-Mugtarrīn Awākhir al-Qarn al-‘Āsyir ‘alā mā Khālafū fīhi Salafahum aāhir, hlm. 42).

Dengan demikian, salah satu cara menolong ahli kubur adalah mengirimkan pahala perbuatan baik kepadanya. Namun, apakah pahala tersebut akan sampai kepada ahli kubur (sehingga menjadi pertolongan baginya) atau tidak? Menanggapi hal ini, para ulama fikih berbeda pendapat. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pahala yang dikirimkan ke ahli kubur adalah tidak sampai, dan ada pula pendapat yang mengatakan sampai. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, semua kebaikan yang dikirimkan kepada ahli kubur adalah sampai berdasarkan nash syariat (Sayyid Sābiq, Fiqh as-Sunnah, I: 396).

Hal senada juga disampaikan oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jawziyyah. Menurutnya, pahala ibadah māliyyah (seperti sedekah dan sejenisnya), ibadah badaniyyah (seperti puasa, salat, zikir, membaca Al-Qur’an), dan ibadah māliyyah-badaniyyah (seperti haji dan umrah) yang dikirimkan ke ahli kubur adalah sampai. Dari beberapa jenis ibadah tersebut, ada beberapa (pahala) jenis ibadah yang paling utama untuk dihadiahkan kepada ahli kubur, yaitu memerdekakan budak, bersedekah untuknya, mendoakan dan memohonkan ampunan (istigfar) untuknya, dan menghajikannya (Kitāb ar-Rū, hlm. 352, 367 & 416).

Para ulama fikih sepakat bahwa mendoakan, memohonkan ampunan (istigfar), bersedekah, dan berhaji untuk ahli kubur adalah sampai, dan sangat bermanfaat baginya. Jumhur ulama salaf, mazhab Ḥanbalī, dan sebagian pengikut mazhab Ḥanafī berpendapat bahwa pahala ibadah badaniyyah (seperti puasa, salat, membaca Al-Qur’an, dan zikir) yang dikirimkan ke ahli kubur adalah sampai. Sedangkan menurut mazhab Syāfi‘ī dan mazhab Mālikī adalah tidak sampai. Dalam konteks membaca Al-Qur’an, misalnya, jumhur ulama Ahlussunnah, mazhab Ḥanbālī, dan sekelompok pengikut mazhab Syāfi‘ī berpendapat bahwa pahala membaca Al-Qur’an yang dikirimkan ke ahli kubur adalah sampai. Sedangkan menurut mayoritas mazhab Syāfi‘ī adalah tidak sampai (Fiqh as-Sunnah, hlm. 395-396, dan Kitāb ar-Rū, hlm. 352).

Baca Juga:  Jihad Para Guru Sufi Melawan Penjajah

Habib Ahmad bin Hasan al-‘Aṭṭās menyebutkan bahwa pahala (perbuatan baik) yang dikirimkan (oleh seseorang yang masih hidup) kepada ahli kubur adalah sampai. Hal ini hanya berlaku bagi umat Nabi Muhammad saw. sebagai sebuah keistimewaan untuk mereka. Adapun bagi umat lain selain umat Nabi Muhammad saw., maka berlakulah ayat “dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya (QS. Al-Najm [53]: 39).” Sehingga pahala yang dikirimkan kepada mereka adalah tidak sampai (Tażkīr an-Nās bi mā Wujida min al-Masā’il al-Fiqhiyyah wa mā Ta‘allaqa bihā fī Majmū‘i Kalām Sayyidinā al-abīb al-Imām Amad bin asan bin ‘Abdillāh al-‘Aṭṭās, hlm. 232). Menurut Imam Ibnu Qayyim, beberapa ulama menafsirkan kata manusia (al-insān) dalam ayat tersebut adalah orang kafir, sehingga ia hanya berlaku kepada orang kafir saja. Sedangkan bagi orang beriman, maka dia akan memperoleh apa yang diusahakannya sendiri dan apa yang diusahakan (dihadiahkan) orang lain untuknya (Kitāb ar-Rū, hlm. 374). Dengan demikian, pahala yang dikirimkan kepada semua orang beriman yang sudah meninggal adalah sampai.

Habib Ahmad membuktikan secara pribadi akan sampainya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur. Pertama, beliau pernah menghadiahkan pahala al-musabba‘āt kepada Habib Abu Bakar ‘Aidrūs al-‘Adnī sewaktu masih kecil. Beberapa waktu kemudian, Habib Ahmad melihat Habib Abu Bakar di alam barzakh. Beliau lantas berkata kepada Habib Ahmad, “Pahala al-Musabba‘āt yang engkau hadiahkan untukku telah sampai.” (Tażkīr an-Nās, hlm. 224). Menurut Syekh Ali Jumu‘ah, al-Musabba‘āt al-‘Asyr (sepuluh wirid yang masing-masing dibaca tujuh kali) adalah wirid dari Nabi Khidir as., yang diriwayatkan oleh Hujjatul Islam Imam al-Gazali (dalam https://www.youtube.com/watch?v=u6HLaAVJD18, akses 02/20/2023).

Baca Juga:  Mengenal Kitab Ihya' 'Ulumiddin 

Al-Musabba‘āt al-‘Asyr berisi sepuluh wirid, yang setiap wiridnya dibaca tujuh kali, yaitu: (1) surat al-Fātiḥah (tujuh kali); (2) surat al-Nās (tujuh kali); (3) surat al-Falaq (tujuh kali); (4) surat al-Ikhlāṣ (tujuh kali); (5) surat al-Kāfirūn (tujuh kali); (6) Ayat Kursī (tujuh kali); (7) Subānallāh wal amdu lillāh wa lā ilāha illallāh wallāhu akbar wa lā awla wa lā quwwata illā billāhil ‘aliyyil ‘aīm (tujuh kali); (8) Salawat Ibrāhīmiyyah, yang biasa dibaca ketika tasyahhud akhir (tujuh kali); (9) Allāhummagfir lī wa liwālidayya wa lil mu’minīna wal mu’mināti wal muslimīna wal muslimāt, al-ayā’i minhum wal amwāt (tujuh kali); dan (10) Allāhummaf‘al bī wa bihim ‘ājilan wa ājilan fiddīn wad dunyā wal ākhirah mā anta lahū ahlun wa lā taf‘al binā yā mawlānā mā nanu laū ahlun innaka gafūrun alīmun jawwādun karīmun ra’ūfur raīmun (tujuh kali).

Kedua, Habib Ahmad pernah mengambil air dan mewakafkannya untuk diminum oleh orang banyak (musabbal), di mana pahalanya dihadiahkan kepada seorang ahli kubur. Pada malam harinya, beliau didatangi oleh ahli kubur tersebut seraya berkata, “Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. (Pahala) air yang telah Anda sedekahkan untuk kami sudah sampai kepada kami.”

Ketiga, beliau pernah bersedekah baju, di mana pahalanya dihadiahkan kepada seorang ahli kubur. Dia kemudian mendatangi Habib Ahmad seraya berkata, “(Pahala) bajunya telah sampai.” Oleh karena itu, mengutip pendapat Imam Suhrāwardī, Habib Ahmad menyebutkan bahwa ketika seseorang mendatangi sebuah daerah, maka sepatutnya dia membaca beberapa ayat Al-Qur‘an, dan memberikan pahalanya untuk penduduk daerah tersebut, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup. Hal ini adalah seperti hadiah bagi mereka (Tażkīr an-Nās, hlm. 232-233).

Keempat, Habib Ahmad pernah bertemu dengan orang saleh yang sudah meninggal seraya berkata, “Kami mengingat kalian, mendoakan kalian, dan memanggil salam kepada kalian secara umum. Tidakkah semua itu sampai kepada kalian?” Dia menjawab, “Iya (sampai). Namun, yang paling istimewa bagi kami adalah ketika kalian mengingat salah satu dari kami dengan menyebut namanya.” (Tażkīr an-Nās, hlm. 234).

Baca Juga:  Ibnu Rusyd: Syariat dan Takwil

Selain itu, Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi menyebutkan kisah menarik terkait dengan sampainya pahala yang dihadiahkan (oleh orang yang masih hidup) ke ahli kubur. Alkisah, ada seorang perempuan mendatangi Imam Hasan al-Bashri seraya mengabarkan bahwa putrinya telah meninggal. Dia meminta amalan kepada Imam Hasan agar bisa melihat putrinya dalam mimpi. Beliau menyuruh perempuan itu untuk salat sunah empat rakaat setelah salat Isya, dan membaca surat al-Takāśur satu kali setelah al-Fātiḥah dalam setiap rakaatnya. Setelah itu, dia harus berbaring sembari membaca salawat hingga tertidur (Al-Śimār al-Yāni‘ah fī al-Riyā al-Badī‘ah, hlm. 92).

Akhirnya, perempuan itu melaksanakan seluruh petuah Imam Hasan al-Bashri tersebut, dan dia bermimpi putrinya dalam keadaan dibelenggu dan disiksa secara terus-menerus. Perempuan itu mendatangi Imam Hasan lagi seraya mengabarkan kondisi putrinya yang sedang dibelenggu dan disiksa tersebut, sehingga beliau menjadi sedih. Beliau menyuruh perempuan itu agar bersedekah untuk putrinya, dan dia pun melakukannya. Kemudian, pada malam harinya Imam Hasan bermimpi seakan-akan berada di salah satu taman surga yang memiliki ranjang lengkap dengan pelayan perempuan yang cantik jelita bermahkotakan cahaya. Beliau bertemu dengan seorang gadis di sana. Dia lantas berkata kepada Imam Hasan, “Apakah Anda mengenal saya?” Beliau menjawab, “Tidak.”

Dia berkata, “Saya adalah putri seorang perempuan yang pernah datang kepada Anda itu.” Beliau menjawab, “Tapi, ibumu mengabarkan kondisimu tidak seperti ini.” Dia berkata, “Betul, sebelumnya saya memang sedang dibelenggu dan disiksa secara terus-menerus.” Beliau berkata, “Lantas apa yang membuat kamu memperoleh kedudukan dan tempat ini?” Dia menjawab, “Ada 70 ribu orang yang sedang disiksa bersama saya, lalu ada orang saleh melewati kuburan kami sembari membaca salawat satu kali. Orang saleh itu menghadiahkan pahala salawatnya untuk kami semua. Oleh karena itu, Allah membebaskan kami semua dari siksaan berkat pahala salawat itu. Sehingga saya memperoleh kedudukan dan tempat seperti yang Anda saksikan ini.”

Wallāhu A‘lam wa A‘lā wa Akam…

0 Shares:
You May Also Like