Semua Tajalli Allah itu Pasti Menakjubkan

Tulisan ini terinspirasi setelah saya merasakan dampak COVID-19 selama 2 minggu lamanya. Baru diambil sedikit saja tajalli yang dipinjamkan Allah, yaitu pengecapan dan penciuman, betul-betul tidak enak rasanya. Semua makanan menjadi hambar, semua wewangian tidak bisa dicium sama sekali.

Menurut Prof. Muhammad Quraish Shihab salah satu makna dari kata “Allah” adalah sesuatu yang sangat menakjubkan. Semua tentang tajalli Allah pasti sangat menakjubkan. Hanya karena sudah menjadi kebiasaan kita menganggapnya biasa—mungkin itu juga karena rahmat-Nya, kita diberi kadar (keterbatasan)—semuanya yang tampak seperti biasa saja.

Demikian tak terhingga dan tak terbatasnya tajalli Allah yang menakjubkan ini, baik di alam raya maupun pada diri kita sendiri. Setiap detak jantung kita adalah tasbih karena takjub atas tajalli Allah. Setiap desir aliran darah yang tak pernah berhenti sekejap pun untuk memberi nutrisi organ tubuh kita, adalah tasbih juga karena takjub.

Setiap detik usus kita yang bila dibentangkan mempunyai luas permukaan sebesar lapangan tenis, akan kontak dengan milyaran benda asing berupa makanan, virus, bakteri, jamur, parasit, alergen, dan antigen, namun yang menakjubkan usus kita secara cerdas, dapat mengenal satu persatu benda asing tersebut, mana yang berguna bagi tubuh, dan mana yang harus ditolak. Usus juga bertasbih dengan kecerdasannya, dalam proses mencerna makanan. Bila kita makan protein akan keluar enzim pencerna protein, bila makan karbohidrat ada enzim pencerna karbohidrat, demikian juga bila makan lemak akan disekresi enzim pemecah lemak. Semuanya berjalan cepat, otomatis tanpa dikontrol, dan sangat efektif.

Setiap detik ginjal kita bertasbih, dengan menyaring zat yang tidak berguna dan berbahaya bagi tubuh, dengan efektifitas yang tiada taranya. Mesin cuci darah yang paling canggihpun, sama sekali tidak bisa menggantikan fungsi ginjal yang berukuran kecil tersebut.

Baca Juga:  Islam Historis: Dinamika Perjuangan Nabi di Mekkah dan Madinah

Setiap hembusan nafas kita adalah tasbih, karena takjub dengan proses paru kita mengambil oksigen yang berguna bagi tubuh kita.

Setiap saat indra kita berupa mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, bertasbih karena takjub dengan keajaiban proses melihat, mendengar, mencium, merasa dan meraba, yang tiada taranya.

Demikian tak terhingga tajalli Allah yang menakjubkan itu, sehingga tidak mungkin dapat dituliskan.

“Dan seandainya semua pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)-nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Luqman [31]: 27).

Semuanya itu merupakan tajalli Allah yang dipinjamkan kepada kita. Demikian dahsyat dan menakjubkan tajalli Allah ini, sehingga hanya bagi orang terpilih saja yang mampu menerima semua kucuran-Nya. Kita yang lemah ini memang diberi keterbatasan sebagai rahmat-Nya, karena kita tidak akan mampu menerima tajalli itu semua. Bahkan sebagian kecil saja kita tidak akan mampu.

Dapat dibayangkan bila kita bisa melihat sampai benda ukuran mikro, melihat menembus dinding, melihat sangat jauh, melihat yang gaib, bukankah hal tersebut  malah sangat mengganggu?

Kita tidak akan tidur nyenyak bila dapat mendengar suara dengan frekuensi sangat tinggi, mendengar dari ribuan kilometer, mendengar suara-suara gaib. Kita tidak bisa menikmati makanan bila dapat mengecap dan mencium bau sampai sangat detil dan jauh.

Apakah kita masih tetap bisa tenang dan tenteram bila dapat mengetahui isi hati semua orang (termasuk istri/suami/anak kita)? Apakah kita masih bisa tidur dengan tenang bila kita dapat melihat ke alam gaib, melihat makhluk halus, melihat neraka, dan yang lain.

Karena itu kita tidak perlu putus asa, kenapa kita seakan-akan tidak mendapatkan hasil dalam ibadah dan suluk kita, berharap Allah membuka hijab alam malakut bagi kita.

Baca Juga:  Sufisme Gus Dur Memancar Kepada Sesama

Apakah kita mampu menerimanya? Belum tentu kita mampu. Mungkin itu memang karunia Allah Yang Maha Halus yang memberi rahmat dan petunjuk secara bertahap sesuai kadar kita (isti’dad).

0 Shares:
You May Also Like