Rasionalitas Mistik, Relung Khudi Insan, dan Gerak Sentripetal

Merebaknya pengaruh kebudayaan Barat yang kian menancap deras dalam ke-diri-an umat muslim dan pengaruh mistisisme Timur asketik yang kian tidak menentu, membuat umat Islam tertinggal dari umat yang lain. Ketertinggalan ini tidak hanya dalam wilayah kajian keagamaan yang autentik nan asli, tetapi juga di wilayah ilmu pengetahuan dan sains modern. Dengan begitu, Muhammad Iqbal hadir sebagai pembaharu Islam modern untuk mengembalikan kembali ke-diri-an umat Islam sesungguhnya, ke-diri-an yang tidak mudah terbuai dengan gagasan dan peradaban yang datanya dari Barat dan tidak mudah terpengaruh dengan ajaran yang bukan berasal dari Islam asli.

Bagi Muhammad Iqbal yang paling urgen terhadap luruhnya ke-diri-an insan muslim adalah mereka tidak mau menunjukkan khudinya di khalayak umum. Menunjukkan khudi sejatinya sesuai dengan perintah di dalam agama Islam. Cara ampuh untuk mengembalikan romantisme masa silam bagi Muhamamd Iqbal hanya ada satu, perkuat khudi jangan mudah terpengaruh dengan apa yang datang dari Barat dan ajaran yang tidak diperintahkan dalam Islam. Sebab, khudi merupakan pusat landasan dari semua kehidupan secara iradah kreatif yang terarah secara rasional.

Terarah rasional artinya untuk menjelaskan bahwa hidup bukanlah suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat mengatur semua organisme yang tercerai berai ke arah tujuan yang bersifat konstruktif (Muhammad Iqbal, 1934:93). Dengan begitu khudi insan muslim menjadi pusat penjelmaan sifat-sifat Tuhan yang bisa ditangkap dengan kerangka rasional dan diimplementasikan di alam jaga raya ini, karena khudi merupakan ego kecil yang hendak menangkap sifat-sifat Ego Besar (Khuda) yang kemudian dibulatkan di dalam dirinya sendiri.

Dengan pembulatan ini tentunya ada suatu gerak sentripetal yang meramu semuanya melalu landscape rasionalitas mistik. Rasionalitas mistik ini bertujuan mengurai mistik dengan kerangka rasional yang berpijak pada intuisi, akal, dan panca-indra. Rasionalitas mistik, sebagai buah pengetahuan Realitas Tertinggi yang menyingkapkan simbol-simbolnya secara rasional melalui akal dan panca-indar dan secara mistik melalui kerangka intuisi (Bistara, 2022:75). Penyingkapan ini dilakukan dengan menggunakan dua metode, yakni metode secara langsung dan secara tidak langsung.

Baca Juga:  Muhammad Quraish Shihab: Nabi Muhammad Sebagai Nabi dan Manusia

Cara langsung berhubungan dengan Realitas Tertinggi (Khuda) tatkala Ia menyingkapkan diri-Nya di dalam batin sang ego, dan ego harus meneguhkan kehadiran sang Khuda dalam batinnya ketika berhubungan dengan alam semesta. Sedangkan cara tidak langsung melalui sebuah pengamatan dan pengendalian reflektif terhadap simbol-simbol-Nya ketika menyikapkan diri-Nya melalui pengindraan. Dengan artian bahwa ketika ego mengetahui Realitas Tertinggi (Tuhan) melalui simbol-simbol-Nya (alam), secara cepat ego menangkap realitas tersebut melalui penalaran.

Seperti yang sudah didedarkan di atas, tiga komponen penting dalam menopang gagasan rasionalitas mistik berupa intuisi, akal, dan panca-indra. Panca-indra memiliki kemampuan yang amat luar biasa yakni bisa menangkap benda-benda material, sebab pada hakikatnya benda material wilayah objek kajiannya. Panca-indra sebagai basis awal ditemukan realitas yang perlu ditindak lanjuti dengan komponen yang lain guna memperoleh pengetahuan yang lengkap dan lebih sempurna. Dengan begitu, panca-indra bertugas untuk menangkap pengetahuan yang diperoleh dari pengamatan yang bersifat empiris.

Terkait dengan akal, Muhammad Iqbal menjelaskan akal dari segi kedudukan, potensi, dan kemampuannya. Ajaran agama tidak ada artinya manakala akal pikiran terkungkung untuk tidak berpikir secara kritis dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama secara wajar. Meskipun Iqbal begitu tinggi memberikan penghargaan terhadap akal, Iqbal bukanlah filsuf rasionalis garis keras yang mendewakan akal secara membabi buta. Iqbal menyadari akal bukan satu-satunya alat penentu kebenaran, untuk itu ia tidak meninggalkan ajaran suci dari agama. Di satu sisi, Iqbal menghormati akal begitu tinggi dan di sisi yang lain ia sangat waspada akan karakter akal. Bahkan dalam saat-saat tertentu, misalnya dalam memperoleh pengalaman sufi yang bersifat metafisis, akal harus ditinggalkan.

Intuisi memberikan informasi mengenai hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh panca-indra. Dengan kata lain, intuisi adalah sarana guna memperoleh pengetahuan yang bersifat metafisis seperti roh dan pengalaman mistik. Bahkan Ishrat Hasan Ever menandaskan segala objek pengetahuan dapat dipahami secara langsung oleh intuisi terutama mengenai Realitas Mutlak (Hasan Ever, 2004:23). Dengan begitu, hanya intuisi yang mampu membentangkan kebenaran-kebenaran wahyu yang tidak bisa dipahami dengan kerangka akal dan pasca-indra.

Baca Juga:  Dari Tasawuf Teoritis Menjadi Tasawuf Praktis: Sebuah Refleksi Daras Buku Dari Allah Menuju Allah

Panca-indra, akal, dan intuisi menjadi penopang utama dalam gagasan rasionalitas mistik. Rasionalitas mistik menjadi penopang dasar yang harus dimiliki oleh khudi insan muslim, tanpa adanya penopang dasar berupa gagasan rasionalitas mistik, khudi insan muslim tidak akan berkembang dan tidak akan bisa berasimilasi dengan seluruh kehidupan. Bagi Muhamamd Iqbal, Tuhan telah memberikan kepercayaan kepada manusia untuk membentuk dunia sesuai kehendaknya atau dalam kata lain kita diberi kebebasan untuk menentukan takdir diri kita sendiri.

Dengan begitu seseorang yang bisa memendarkan rasionalitas mistik akan menjadi muslim sejati. Muslim sejati ini akan menjadi beberapa bagian berdasarkan tingkat dominasi kehendaknya atas keniscayaan. Dengan begitu terdapat tiga tahap eksistensi khudi atas keterpengaruhan rasionalitas mistik yakni pertama, ketaatan pada hukum Ilahi yang menuntun penguasaan diri dan komitmen yang terbatas, kedua, pengendalian diri yang merupakan penjauhan dan keunggulan atas kepemilikan material, ketiga, menjadi perwakilan Tuhan di mana pemikiran dan tindakan, insting dan penalaran menjadi satu. Merekalah yang menjadi perwakilan Tuhan untuk mengarahkan kejadian-kejadian di muka bumi.

Eksistensi dan kehidupan masing-masing bergantung kepada bagaimana ia mengembangkan individualitasnya dan bisa berasimilasi dengan lingkungannya. Dengan begitu, hanya orang yang sudah menanamkan gagasan rasionalitas mistik yang bisa masuk dalam tiga tahap eksistensi itu tadi seperti yang sudah dijawantahkan di atas yang nantinya akan termanifestasi dalam frame Insan Kamil yang menjadi harapan semua manusia.

0 Shares:
You May Also Like