Jihad Para Guru Sufi Melawan Penjajah

Jaringan tarekat yang menjalankan ajaran tasawuf secara praktis memiliki andil yang cukup besar dalam beragam kegiatan, seperti; sosial, ekonomi, pendidikan hingga politik untuk kemerdekaan Indonesia. Di antara guru sufi yang menggelorakan semangat juang anti penjajahan ialah:

Pertama, Syekh Abdus Shamad Al-Palimbani ia adalah mursyid tarekat Samaniyah yang tiada hentinya menggelorakan semangat jihad melawan Belanda. Lewat karyanya, Nasihat Al-Muslimin mengilhami kemunculan semangat jihad masyarakat Aceh melawan kolonial.

Kedua, Syekh Yusuf Makassar merupakan guru sufi yang menghadang dan memimpin perang terhadap kolonial. Bahkan, ketika dibuang ke Srilanka pun, Syekh Yusuf terus mengobarkan semangat perlawanan lewat karya-karyanya kepada para Sultan dan pengikutnya di Gowa dan Banten. Sebagai seorang sufi, Syekh Yusuf pun telah ikut terjun ke dunia politik saat itu, dengan menjadi penasihat Sultan Ageng Tirtayasa.

Ketiga, Pangeran Diponegoro adalah pengamal tarekat Syatariyyah. Ia merupakan dalang terjadinya Perang Jawa yang berlangsung selama 5 tahun. Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara.

Keempat, Syekh Abdul Karim Al-Bantani adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN). Jejaring tarekat Abdul Karim ini terkenal karena sebagian besar murid terdekatnya merupakan penggerak perlawanan petani melawan Belanda tahun 1888 yang dikenal Geger Cilegon.

Kelima, Syekh Zainuddin Abdul Majdid merupakan ulama asal Lombok, NTB dan pendiri Tarekat Hizib Nahdlatul Wathan. Dalam memperjuangkan bangsa Indonesia beliau banyak berkiprah di dunia pendidikan dan dalam catatan sejarah ia telah menginisiasi para murid-murid Tarekat Hizib untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang. Atas jasa-jasanya, pada tahun 2017, beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dalam bidang Pendidikan dan Gerakan Kepemudaan.

Baca Juga:  Ramadan: Madrasah Spiritual Orang-Orang Beriman (Bagian 3)

Puncak perlawanan kaum tarekat dikomando oleh Hadhratussyekh K.H. Hasyim Asy’ari terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya. Laskar Kiai, para mursyid tarekat, dan santri berhasil memukul mundur NICA (Belanda) yang membonceng tentara sekutu (Inggris).

Dari enam sampel pengamal tasawuf di atas dapat disimpulkan bahwa kaum sufi itu kegiatannya bukan hanya memutar tasbih dan wiridan saja, kaum sufi juga layaknya manusia pada umumnya, bekerja mencari nafkah, bersosial, berpolitik, bahkan juga mengangkat senjata jika diperlukan.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Menuju Manusia Rohani

Kita tahu, kebiasaan mengurangi makan atau lapar, di kalangan sufi bukanlah sesuatu yang baru atau cerita-cerita dongeng. Kebiasaan…