Ulama Hakiki dalam Syair Sa` Tui Jati Karya Syaikh Zainuddin Abdul Madjid

Sa` tui jati te paran ulama’, Si alim saleh ikhlas dan tegak, Berjuang nde’ne ngarepang upa’, Le’ padan makhluk si jari panjak, Cume le’ nene’ si Maha berhak, Dunia akhirat memberikan jaza’, Sipat saq wajib le’ para ambiya’, Wajib para ulama, Lamun empat sifat sino nde’ne ara’, Mereka jahil juhala’, Apalagi girang lekak, Remehang guru dait ina’ ama’, berjuang selalu mengambil muka, le’ padan makhluk si jari panjak, ngarep pujian kursi dan perak

Hamzanwadi

Besarnya energi umat untuk mendalami kajian dan ceramah-ceramah keislaman dewasa ini patut diacungi jempol. Energi itu tampak jelas dari masifnya konten-konten dakwah disokong dengan kecanggihan teknologi informasi, tersebar di YouTube, Whatsapp, Facebook, dan aneka platform media sosial lainnya. Tak hanya itu, pengajian-pengajian di masjid, musala, kampus pun marak dilangsungkan. Demikian, penulis perhatikan.

Sayangnya, di balik lonjakan energi keinginan memahami Islam, banyak juga bermunculan ustaz-ustaz instan, kalau tidak elok disebut gadungan, atau dadakan, ialah ustaz-ustaz yang punya semangat dakwah, tapi miskin pengetahuan, mudah sekali berucap sesat dan kafir kepada yang lain. Anehnya, ustaz-ustaz dengan tipe seperti ini yang malah memiliki pengikut banyak. Kalau ustaznya saja mudah melabel kafir dan sesat, apalagi muridnya, seperti ungkapan ternama, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.

Serius ini tidak lucu, kalau terus dibiarkan tanpa penyadaran, bayangan perpecahan umat bisa menjadi kenyataan. Karena itu, penting untuk melihat bagaimana Syaikh Zainuddin Abdul Madjid mendendangkan sifat ulama hakiki yang perlu diikuti umat dalam syair karangannya Saq Tui Jati. Agar tidak jadi umat kebablasan, umat pecinta Nabi tapi bertindak seperti fansnya setan.

Perlu diketahui, Syaikh Zainuddin Abdul Madjid, adalah seorang ulama kharismatik dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ia pendiri organisasi Islam Nadlatul Wathan. Sanad keilmuwannya tidak perlu diragukan, tersambung dengan sanad KH. Hasim Asy’ari dan  KH. Ahmad Dahlan.

Baca Juga:  ISLAM MEMPERTIMBANGKAN TEORI EVOLUSI

Ulama-ulama nusantara terdahulu memang produktif dalam soal karya. Syaikh Zainuddin sendiri mengarang banyak kitab, baik dalam bahasa Arab, Indonesia, bahkan Bahasa Sasak, menariknya Ulama yang juga Pahlawan Nasional ini, mengarang syair-syair, sebagaimana salah satu syair yang akan dibahas pada tulisan ini.

Syair ulama yang sering disebut dengan Hamzanwadi ini menggunakan bahasa Sasak, syair berbunyi, Sa` tui jati te paran ulama’,  maksudnya bahwa yang benar-benar disebut dengan ulama itu Si alim soleh ikhlas dan tegak, adalah yang alim, saleh, ikhlas dan tegak. Demikian, Ulama sejati itu adalah orang yang memiliki pengetahuan dan ilmu yang luas, sehingga disebut dengan alim. Setelah alim, maka ia juga harus seorang yang saleh. Saleh bukan dalam artian rajin beribadah semata, tetapi sosok yang bisa memberikan kedamaian, menetramkan, memaslahatkan, bukan malah memprovokasi.

Setelah alim, saleh, ulama juga seorang yang harus ikhlas. Penjelasan akan ikhlas ini dilanjutkan pada syair  Syaikh Zainuddin Abdul Madjid, Berjuang nde’ne ngarepang upa’, Le’ padan Makhluk si jari panjak, Cume le’ nene’ si Maha berhak, Dunia akhirat memberikan jaza’,  artinya, ulama itu berjuang tidak mengharapkan upah dari sesama makhluk yang menjadi hamba. Karena hanya Allah Yang Maha Berhak memberikan balasan di dunia dan akhirat. Jadi, hendaknya perjuangan itu selalu mengharapkan keridaan atau balasan Allah swt. bukan pamrih dari mahkluk lain, sesama hamba.

Kemudian, usai ulama itu harus alim, saleh, ikhlas, seorang ulama juga harus tegak. Tegak maksudnya konsisten atas perjuangan-perjuangannya mencerahkan umat. Bukankah  istikamah itu lebih baik dari 1000 karomah!

Tak usai sampai di situ, pada lanjutannya Syair Syaikh Zainuddin, Sipat saq wajib le’ para ambiya’, Wajib para ulama, artinya, empat sifat yang dimiliki oleh para Nabi, wajib juga dimiliki oleh para ulama. Empat sifat itu jujur (shiddiq), dapat dipercaya (amanah), menyampaikan (tabligh), dan cerdas (fathanah). Bagaimana jika empat sifat ini tidak ada, lanjutannya syairnya, Lamun empat sifat sino nde’ne ara’, Mereka jahil juhala’,  artinya kalau empat sifat ini tidak dimiliki, maka mereka lah orang yang bodoh dan membodohkan.

Baca Juga:  Ibn al-‘Arabi Sang Penyair

Lanjutan syairnya, apalagi girang lekak, remehang guru dait ina’ ama’ berjuang selalu mengambil muka padan makhluk si jari panjak, ngarep pujian kursi dan perak, artinya, apalagi seseorang itu suka berbohong, meremehkan guru dan orang tua, perjuangannya selalu untuk cari muka di hadapan manusia, karena mengharapkan pujian, jabatan, dan harta.

Jadi, pada syairnya, Syaikh Zainuddin Abdul Madjid mengungkapkan sifat-sifat ulama dan ulama gadungan. Sifat dari ulama sejati adalah alim, saleh, ikhlas, dan tegak, ditambahkan dengan empat sifat Nabi: shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah.

Sifat-sifat inilah yang menjadi tuntunan untuk memilih guru tempat mengaji dan menimba ilmu. Jangan malah berguru kepada orang yang bodoh dan membodohkan, yaitu orang yang suka berbohong, meremehkan guru dan orang tua, suka cari muka untuk pujian, jabatan, dan harta. Mari mengaji di ulama sejati.

 

 

0 Shares:
You May Also Like