The Art of Good Living

Pertanyaan untuk apa kita hidup? Lalu, bagaimana menjalaninya? Hal demikian adalah sesuatu pertanyaan yang lumrah bagi manusia sebagai hewan yang berpikir, dan hal tersebut tidak dapat dipungkiri. Sebab, manusia “an-sich” ialah makhluk yang memiliki rasa ingin tahu akan segala sesuatu, termasuk tentang dirinya dan kehidupannya. Menyoal hidup, ialah masalah pertama yang muncul bagi manusia. Oleh sebab itu, hidup juga perlu untuk direnungkan secara filosofi. Sebab, kehidupan bukanlah sesuatu yang kosong. Hidup bukanlah sesuatu yang hanya kita jalani, akan tetapi selain untuk dijalani juga untuk kita renungi.

Menyoal tentang hidup, ialah pembicaraan yang tidak bisa lepaskan dari yang menjalani kehidupan itu sendiri (manusia). Manusia ialah salah satu dari banyaknya makhluk yang telah Tuhan ciptakan, dan selanjutnya manusia ialah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Sebab manusia merupakan makhluk yang Tuhan bekali dengan akal, dan hal itu yang menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan yang paling tinggi derajatnya. Allah berfirman, “Sesungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS; at-Tien [95]: 4).

Tuhan membekali manusia dengan akal bukan hanya sekedar untuk menjadi pembeda di antara makhluk-makhluk-Nya, melainkan sebagai perangkat alat berpikir bagi manusia. Selanjutnya, dengan akal manusia mengenal Tuhannya dan juga mengenal dirinya. Selain itu, dengan akal yang telah dianugerahkan kepadanya manusia memahami dan menjalani hidupnya, juga memahami dan menjalani perintah Tuhannya. Manusia dalam memahami dan menjali hidupnya, haruslah memiliki pikiran yang sehat dan juga jernih—pikiran yang kosong dari segala sesuatu yang dapat mendatangkan kerugian bagi dirinya dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Menyoal hidup, aliran hedonisme berpendapat bahwa tujuan akhir dari kehidupan manusia ialah kesenangan. Kesenangan yang dimaksud di sini, dimaknai sebagai kebahagiaan tanpa penderitaan yang diraih dengan mengiakan dan menghalalkan segala cara. Selain hedonisme, terdapat pula aliran yang berpendapat lain tentang hidup ialah aliran yang disebut idealisme. Selanjutnya, aliran ini berpendapat bahwa kehidupan ialah perjalanan atau kewajiban untuk melakukan segala sesuatu yang baik tanpa didasari oleh pengaruh dari luar dirinya, yang selanjutnya disebut oleh Imanuel Kant sebagai “kategorische imperative” ialah rasa kewajiban untuk berbuat dalam hidup. Dengan demikian, lebih jauh dapat dikatakan bahwa aliran idealisme; dalam menjalani hidup, seseorang diwajibkan untuk selalu berlaku dan berbuat baik tanpa ikatan laba-rugi yang akan didapati selanjutnya.

Baca Juga:  Ateis yang Tulus Bukanlah Ateis

Beragamnya pendapat tentang hidup seperti yang telah sedikit dipaparkan di atas, menunjukan kepada kita bahwa betapa relatifnya setiap sesuatu atau pengertian yang keluar dari hasil pemikiran manusia ialah sesuatu yang bisa saja salah dan juga bisa saja benar. Sebagi makhluk yang berpikir, kita harus menghormati dan menghargai setiap pemikiran seseorang. Sebab, pemikiran kita juga belum tentu benar; bisa saja salah dan juga bisa saja  benar.

Menyoal hidup, Islam meletakkan dasar ajarannya pada kemampuan kodrat manusia. Kemampuan kodrat yang ternyata tidak mampu bergerak sendiri untuk menuju ke arah kehidupan yang hakiki, manusia dengan akalnya juga harus menyertakan agama untuk bisa menyelami lebih jauh tentang hidup. Sebab, kemampuan manusia itu terbatas. Maka dapat ditarik sedikit kesimpulan, hidup yang baik ialah hidup yang disadari untuk apa kita hidup dan disadari oleh bagaimana menjalaninya. Hidup ialah pengabdian denagan penuh keikhlasan kepada sang pemilik hidup, dan segala sesutu yang terdapat dan terjadi dalam hidup bukanlah beban.

0 Shares:
You May Also Like