Puisi-puisi Cinta Rabi’ah
Cinta acap membuat orang tiba-tiba pandai menggubah puisi. Begitu juga Rabi’ah. Sejak mengenal cinta, ia begitu amat piwai menggubah puisi-puisi cinta. Puisi-puisi cintanya mengalir deras dari bibirnya yang basah dan menyayat-nyayat. Dan bagi Rabi’ah Tuhanlah cinta pertama dan terakhirnya. Hatinya telah tertutup bagi cinta yang lain, bagi selain Tuhan. Katanya suatu saat :
عَرَفْتُ الهَوى مُذ عَرَفْتُ هواك
وأغْلَقْتُ قَلْبي عَلىٰ مَنْ عَاداكْ
وقُمْتُ اُناجِيـكَ يا مَن تـَرىٰ
خَفايا القُلُوبِ ولَسْنا نراك
Aku mengenal cinta
Sejak aku mengenal cinta-Mu
Hatiku telah terkunci bagi selain-Mu
Aku selalu siap mendesahkan nama-Mu
Duhai, kau Yang Melihat
Seluruh rahasia-rahasia setiap hati
Sedang aku yang tak bisa menatap Wajah-Mu
Dalam munajatnya kepada Tuhan, Rabi’ah menyenandungkan suasana hatinya yang galau merindu, dalam puisi-puisi yang manis dan menyayat hati.
يَا سُرُورِى وَمُنْيَتِى وَعِمَادِى وَأَنِيسِى وَعُدَّتِى وَمُرَادِى
أَنْتَ رُوحُ اْلفُؤَادِ أَنْتَ رَجَآئِى أَنْتَ لِى مُؤْنِسٌ وَشَوْقُكَ زَادِى
أَنْتَ لَوْلَاكَ يَا حَيَاتِى وَأُنْسِى مَا تَشَتَّتُ فِى فَسِيحِ الْبِلادِ
Duhai kegembiraanku
Duhai rinduku,
Duhai tambatan hatiku
Duhai manisku,
Duhai nyawaku,
Duhai dambaanku
Engkaulah ruh jiwaku,
Engkaulah harapanku
Engkaulah manisku
Rasa rinduku kepadamu adalah nafasku
Duhai Engkau, andai aku tanpa-Mu,
Duhai hidupku,
Duhai manisku
Aku tak kan menyusuri jalan terbentang
Di seluruh negeri