Kelompok ulama kedua yang menafsirkan huruf-huruf muqaṭṭa‘ah masih berbeda mengenai makna huruf-huruf tersebut. Pertama, Alif Lam Mim. Ada ulama yang menyebut Alif Lam Mim sebagai nama surat dalam Al-Qur’an, dan juga ada yang menyebutnya sebagai nama Al-Qur’an. Ada pula ulama yang menyebut Alif Lam Mim sebagai salah satu Nama Allah Yang Maha Agung (al-ism al-a‘ẓam) (Imam Ibn Kaśîr, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Aẓîm, 2000: 80).
Nabi Isa as. menjelaskan bahwa Alif adalah kunci bagi nama Tuhan, yaitu Allah; Lam adalah kunci bagi nama-Nya, yaitu Laṭîfun (Maha Lembut); dan Mim adalah kunci bagi nama-Nya, yaitu Majîdun (Maha Mulia). Oleh karena itu, Alif adalah nikmat-nikmat Allah (Âlâ’ullâh), Lam adalah Kelembutan Allah (Luṭfullâh), dan Mim adalah Kemuliaan Allah (Majdullâh). Alif adalah satu tahun, Lam adalah tiga puluh tahun, dan Mim adalah empat puluh tahun. Oleh karena itu, Nabi Isa as. heran kepada orang-orang yang ingkar (kafir) kepada Allah, padahal mereka mampu melafalkan asma-asma-Nya dan menikmati rezeki-rezeki-Nya (hlm. 80- 81).
Menurut Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra., Alif menunjukkan bahwa Allah adalah Aḥad (Maha Satu), Awwalun (Maha Awal), Âkhirun (Maha Akhir), Azâliyyun (Maha Azali), dan Abâdiyyun (Maha Abadi). Lam menunjukkan kepada Laṭîfun (Maha Lembut), dan Mim menunjukkan bahwa Allah adalah Malikun (Maha Raja), Majîdun (Maha Mulia), dan Mannânun (Maha Dermawan). Selain itu, Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra. menyebutkan bahwa Alif Lam Mim adalah “Anâ (Alif) Allâh (Lam) A‘lamu (Mim): Aku adalah Allah Yang Maha Tahu” (Imam Fakhruddîn ar-Râzî, at-Tafsîr al-Kabîr, 1981, II: 6-7).
Imam aḍ-Ḍaḥḥâk menyebutkan bahwa Alif Lam Mim menunjukkan Nama Allah, malaikat Jibril, dan Nabi Muhammad. Dalam hal ini, Alif untuk Allah, Lam untuk malaikat Jibril, dan Mim untuk Nabi Muhammad saw., yaitu “Allah menurunkan Al-Qur’an melalui lisan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw.” Adapun beberapa ulama sufi menjelaskan bahwa makna Alif Lam Mim adalah: “Anâ/Aku (Alif), Lî/Milik-Ku (Lam), Minnî/Dari-Ku (Mim)” (hlm. 7).
Ulama lain berpendapat bahwa makna Alif adalah memelihara syarî‘ah; makna Lam adalah memelihara ṭarîqah; dan makna Mim adalah memelihara ḥaqîqah. Dalam hal ini, Allah mewajibkan setiap Muslim memelihara syariat secara istikamah (konsisten) berdasarkan ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka” (QS. Fuṣṣilat (41): 30). Sedangkan pentingnya memelihara ṭarîqah berdasarkan ayat: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan Tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS. Al-‘Ankabût (29): 69), dan pentingnya memelihara hakikat berdasarkan ayat: “Katakanlah, “Allah-lah (yang Menurunkannya),” kemudian (setelah itu), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya” (QS. Al-An‘âm (6): 91) (hlm. 8-9).
Kedua, Alif Lam Mim Ṣad. Menurut Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra. dan Sayyidina Sa‘îd bin Jubair, maknanya adalah “Anâ Allâh Afṣilu (Aku adalah Allah Yang Maha Memutuskan).” Adapun makna Alif Lam Ra’ adalah “Anâ Allâh Arâ (Aku adalah Allah Yang Maha Melihat).” Pendapat ini disampaikan oleh Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra. dan Imam aḍ-Ḍaḥḥâk (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Aẓîm, hlm. 744 & 922).
Ketiga, Ṭa Ha dan Ya Sin. Menurut Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra. dan para ulama yang lain, Ṭa Ha bermakna “Yâ Rajulun (wahai lelaki).” Adapun Ya Sin adalah salah satu Nama Allah. Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra. menyebutkan bahwa Ya Sin bermakna “Yâ Insânu” (wahai manusia) (hlm. 1205 & 1562). Sementara Imam Muḥammad al-Jazûlî menyebutkan dalam Dalâ’il al-Khairât bahwa Ṭa Ha dan Ya Sin adalah nama Nabi Muhammad saw.
Keempat, Kaf Ha Ya ‘Ain Ṣad. Menurut Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra., Kaf Ha Ya ‘Ain Ṣad merupakan pujian Allah atas Diri-Nya. Kaf menunjukkan bahwa Allah Maha Cukup (Kâfiyyun), Maha Besar (Kabîrun), dan Maha Pemurah (Karîmun). Ha menunjukkan bahwa Allah Maha Pemberi Petunjuk (Hâdiyyun). Ya menunjukkan Allah Maha Melindungi (Yajîrun). ‘Ain menunjukkan bahwa Allah Maha Mengetahui (‘Âlimun), Maha Perkasa (‘Azîzun), dan Maha Adil (‘Adlun). Ṣad menunjukkan bahwa Allah Maha Benar (Ṣâdiqun) (at-Tafsîr al-Kabîr, hlm. 6). Imam Nawawî al-Jâwî menyebutkan bahwa salah satu jenis “pujian (ḥamdu)” adalah ḥamdu qadîmin li qadîmin (pujian Allah kepada Diri-Nya Sendiri) (Nûr aẓ–Ẓalâm, hlm. 3-4).
Kelima, Ḥa Mim dan ‘Ain Sin Qaf. Menurut Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra., Ḥa Mim adalah salah satu Nama Allah Yang Maha Agung (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Aẓîm, hlm. 1663). Hal senada juga diungkapkan oleh Sayyidina Ikrimah, yaitu Ḥa Mim merupakan salah satu Nama Allah dan kunci pembuka perbendaharaan Allah. Imam ‘Athâ’ al-Khurasani berpendapat bahwa Ḥa Mim adalah Nama Allah, yaitu: Ḥamîd (Maha Terpuji), Ḥannân (Maha Pengasih), Ḥalîm (Maha Penyantun), dan Ḥakîm (Maha Bijaksana); Malikun (Maha Raja), Majîdun (Maha Mulia), Mannânun (Maha Dermawan), Mutakabbirun (Maha Membesarkan Diri), dan Muṣawwirun (Maha Pemberi Bentuk) (Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid 8: 6334).
Ulama lain berpendapat bahwa Ḥa Mim ‘Ain Sin Qaf adalah ketetapan hati, cobaan, dan putusan dari Allah. ‘Ain adalah keadilan (‘adlun) dari Allah. Sin adalah bakal ada (sayakûnu), dan Qaf adalah terjadi (wâqi‘un) di dua kota, Mekah-Madinah. Artinya, keadilan dari Allah akan terjadi di Mekah dan Madinah (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Aẓîm, hlm. 1663). Dahulu Imam Ali as. pernah berkata: “Yâ Kaf Ha Ya ‘Ain Ṣad, Yâ Ḥa Mim ‘Ain Sin Qaf (wahai Kaf Ha Ya ‘Ain Ṣad, wahai Ḥa Mim ‘Ain Sin Qaf).” Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Kaf Ha Ya ‘Ain Ṣad dan Ḥa Mim ‘Ain Sin Qaf merupakan salah satu Nama Allah (at-Tafsîr al-Kabîr, hlm. 6).
Keenam, Qaf. Beberapa ulama menyebutkan bahwa Qaf adalah nama gunung besar yang meliputi seluruh bumi. Ia berada di balik bumi, dan disebut gunung Qaf. Menurut Sayyidina Ibnu ‘Abbas ra., Qaf bermakna “Qudiya al-amru, wallâhi (Demi Allah, perkara sudah ditetapkan).” Selain itu, Sayyidina Ibnu ‘Abbas menyebutkan bahwa Qaf adalah salah satu Nama Allah (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Aẓîm, hlm. 1754-1755). Sedangkan Imam Ali bin Abu Thalhah menyebutkan bahwa Qaf merupakan potongan Nama Allah, seperti Qawiyyun (Maha Kuat), Qâdirun (Maha Kuasa), dan Qarîbun (Maha Dekat). Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Buya Hamka) menambahkan Qahhârun (Maha Memaksa), Qâbiḍun (Maha Menyempitkan), Qayyûmun (Maha Berdiri Sendiri), dan Quddûsun (Maha Suci) (Tafsir Al-Azhar, Jilid 9: 6846-6847 & 6850-6851).
Ketujuh, Nun. Sebagian ulama menafsrikan huruf Nun adalah nama ikan paus yang sangat besar, di mana bumi yang tujuh berada di atas punggung ikan Nun tersebut. Oleh karena itu, jika ikan Nun tersebut bergerak, maka bumi akan ikut bergerak juga, sehingga menyebabkan gempa bumi, longsor, dan sejenisnya. Ada pula ulama yang menafsirkan Nun sebagai ikan Nun yang menelan Nabi Yunus as. sewaktu meninggalkan daerahnya karena kecewa kepada perilaku kaumnya. Ulama lain berpendapat bahwa Nun adalah papan yang terbuat dari cahaya. Segala sesuatu yang ada hingga Hari Kiamat sudah tertulis dalam papan dari cahaya tersebut. Namun, ada pula ulama yang memaknai Nun adalah tinta (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Aẓîm, hlm. 1902 & Tafsir Al-Azhar, Jilid 10: 7560-7561).
Buya Hamka sendiri lebih condong memaknai Nun sebagai tinta. Oleh karena itu, ayat “Nûn, wa al-Qalam wa Mâ Yasṭurûn (QS. Al-Qalam (68): 1)” adalah menujukkan tiga hal yang sangat penting bagi kemajuan peradaban umat manusia, baik generasi dahulu, sekarang, maupun masa mendatang. Ketiga hal tersebut adalah Nun (tinta), al-qalam (pena), dan mâ yasṭurûn (karya tulis yang dihasilkan oleh para penulis, seperti para ulama dan ahli pengetahuan lainnya) (hlm. 7562). Adapun makna huruf Ṣad (QS. Ṣâd (38): 1) sudah penulis bahas secara detail dalam “Al-Qur’an sebagai Sumber Pengetahuan (Bagian 3)” (https://baca.nuralwala.id/al-quran-sebagai-sumber-pengetahuan-bagian-3/). Wallâhu A‘lam wa A‘lâ wa Aḥkam…