Al-Qur’an sebagai Sumber Pengetahuan (Bagian 3)
Syekh Muḥammad ‘Alî aṣ-Ṣâbûnî menyebutkan tiga macam cara dalam menafsirkan Al-Qur’an, yaitu:
Pertama, at-tafsîr bi ar-riwâyah, yaitu menafsirkan Al-Qur’an menggunakan riwayat, baik Al-Qur’an sendiri, hadis, maupun perkataan sahabat.
Kedua, at-tafsîr bi ad-dirâyah/ar-ra’y, yaitu menafsirkan Al-Qur’an menggunakan penalaran akal (ijtihad) berdasarkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang benar dalam ilmu tafsir (At-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, 2003: 67 & 155).
Ketiga, at-tafsîr al-isyârî (tafsir Al-Qur’an menggunakan mata batin/intuitif), yaitu menakwilkan Al-Qur’an melampaui makna lahirnya karena adanya isyarat (petunjuk) batin yang tampak bagi sebagian ahli ilmu dan ahli makrifat. Dalam hal ini, Allah menyinari pikiran dan mata batin mereka sehingga bisa memahami makna-makna terdalam (batin) Al-Qur’an. Oleh karena itu, at-tafsîr al-isyârî ini bukan ilmu kasbî yang bisa diperoleh dengan membaca, mendengarkan, dan berdiskusi. Namun, ia merupakan ilmu ladunnî yang dilimpahkan oleh Allah ke dalam hati para hamba-Nya melalui ilham ataupu futuḥ (terbukanya pemahaman melalui hati) (hlm. 171-172).
Dalam hal ini, Imam ‘Ali as. (yang merupakan bâbu madînah al-‘ilm/pintunya kota ilmu) mampu memenuhi 70 unta dengan tafsir surat al-Fâtiḥah jika menghendaki (Imam al-Gazâlî, Iḥyâ’ Ulûm ad-Dîn, 2005: 342). Begitu pula dengan wali quṭub Habib ‘Umar al-Muhḍâr yang mampu memenuhi seribu unta dengan tafsir ayat “mâ nansyakh min âyatin aw nunsihâ” (al-Baqarah (2): 106) jika menghendaki. Sedangkan wali quṭub Habib ‘Abdullâh bin Abî Bakr al-‘Aidrûs (Sulṭân al-Malâ) mampu menafsirkan makna huruf alif menjadi 100 jilid kitab jika menghendaki (Habib Zein bin Smith, al-Fawâ’id al-Mukhtârah, 2008: 54).
Salah satu contoh huruf Al-Qur’an yang memiliki makna bermacam-macam adalah huruf Ṣad (ص) yang menjadi huruf pembuka dalam surat Ṣâd (38): 1, yaitu: “Ṣâd, demi Al-Qur’an yang mengandung peringatan”. Menurut Imam Zamakhsyarî, makna huruf Ṣad tersebut adalah ketika perbuatan (baik ucapan maupun tindakan) kita bertentangan dengan Al-Qur’an, maka harus ditinggalkan dan mengikuti perintah Al-Qur’an dan menjauhi larangannya (Tafsîr al-Kasysyâf, 2009: 918).
Imam Fakhruddîn ar-Râzî menjelaskan makna huruf Ṣad tersebut, yaitu: pertama, Ṣad adalah pembuka dari Nama-nama Allah yang diawali oleh huruf Ṣad, seperti Ṣamad (Zat yang menjadi tempat berlindung dan meminta segala sesuatu); Ṣâdiq al-wa‘di (Zat Yang Maha Menepati janji); Ṣâni‘ al-Maṣnu‘ât (Zat yang Menciptakan alam semesta dan segala isinya). Kedua, Ṣad bermakna Nabi Nuhammad saw. adalah jujur dan benar (ṣidqu) dalam menyampaikan semua ajaran dari Allah. Ketiga, Ṣad bermakna orang-orang kafir menolak atau berpaling (ṣadda) untuk menerima agama Islam, seperti firman Allah (Muḥammad (47): 1): “Allaẓina kafarû wa ṣaddû ‘an sabîlillâh (Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah)”. Keempat, Ṣad bermakna Al-Qur’an tersusun dari huruf-huruf hijaiyah seperti huruf Ṣad, di mana orang-orang mampu mengucapkan kata Ṣad, tetapi mereka tidak mampu menentang dan melawan Al-Qur’an yang tersusun dari huruf-huruf hijaiyah seperti huruf Ṣad tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat yang membungkam akal dan kesombongan manusia. Kelima, Ṣad bermakna semua perbuatan yang bertentangan dengan Al-Qur’an harus ditinggalkan, dan harus mengikuti perintah Al-Qur’an dan menjauhi larangannya. Keenam, Ṣad bermakna nama surat, yaitu surat Ṣâd (At-Tafsîr al-Kabîr, 1981, XXVI: 174).
Sementara Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Buya Hamka) menyebutkan dua pendapat ulama tentang makna Ṣad dalam surat Ṣâd tersebut, yaitu: pertama, ulama yang menafsirkan kata Ṣad sebagai potongan dari salah satu Nama Allah yang sembilan puluh sembilan (al-asmâ’ al-ḥusnâ), yaitu aṣ–Ṣamad yang berarti tempat berlindung, sebagaimana diabadikan dalam surat al-Ikhlâṣ ayat kedua: “Allâhu aṣ–ṣamad” (Tafsir Al-Azhar, Jilid 8: 6148). Kedua, Imam Ḥasan al-Baṣrî mengatakan bahwa jika huruf Ṣad dibaca dengan seksama dan sadar, maka bisa menjadi arti dari kalimat Ṣaddin (صَادٍّ) yang merupakan isim fâ‘il. Makna Ṣaddin adalah menolak (mempertahankan) atau menolak sambil mempertahankan, yaitu menolak bahaya dari luar dan membentengi dengan teguh.
Dengan demikian, huruf Ṣad tersebut menggambarkan seorang Muslim yang mempertahankan, membela, dan membentengi Al-Qur’an dari serangan musuh atau membendung serangan-serangan musuh. Dalam hal ini, dia memagari kesucian Al-Qur’an dengan mengamalkan isinya, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, dan menangkis serangan-serangan terhadapnya (hlm. 6148). Wallâhu A‘lam wa A‘lâ wa Aḥkam…