Konteks Mutakhir Peringatan Asyura

Mencermati kondisi terkini umat Islam yang tercabik-cabik oleh konflik internal di samping permusuhan laten dan masif dari musuh-musuh Islam, yang dengan segala kelicikan dan keculasannya memanfaatkan betul pertikaian internal tersebut untuk mempertahankan kuku-kuku imperialismenya terhadap umat Islam, kisah perjuangan dan pengorbanan Al-Husain, cucu mulia Nabi Muhammad saw., di Karbala pada 10 Muharam 61 H, semakin perlu diperkenalkan dan dijelaskan kepada umat Islam dan bahkan umat manusia pada umumnya. Mengapa demikian?

Faktor utama yang menciptakan keretakan dalam tubuh umat Islam saat ini adalah tumbuhnya kelompok salafi takfiri yang gemar mengkafirkan pemeluk Islam di luar kelompoknya. Sikap ekstrimisme, narrow-minded, tidak toleran terhadap perbedaan pemahaman, dan main hakim sendiri dengan mudah menggiring mereka melakukan berbagai kekerasan atas nama agama.

Meminjam kata-kata K.H. Said Agil Siradj, pemahaman kelompok Wahabi salafi radikal ini tinggal satu digit lagit untuk menjadi ideologi terorisme. Fakta di lapangan membenarkan sinyalemen Ketua PBNU tersebut. Berbagai aksi kekerasan dan terorisme yang terjadi di tanah air, Afghanistan, Pakistan, Irak, Yaman, Mesir, dan Suriah dilakukan atas nama agama berdasarkan pemahaman dangkal dan cetek mereka (saya sering menyebut mereka sebagai kelompok TBC, yaitu singkatan dari Takfiri Bengis Cetek).

Prahara di Suriah yang telah merenggut nyawa 200 ribu rakyat Suriah dalam dua tahun terakhir sebagian besar disebabkan oleh kebiadaban dan kesadisan kelompok salafi radikal ini yang sama sekali tidak memiliki rasionalitas dan visi yang jelas kecuali hanya menuruti hasrat berperang dan membunuh. Berbagai bentuk kekejaman yang mereka lakukan, bahkan terhadap anak-anak dan wanita yang tak berdosa, sungguh amat nista dan menjijikkan.

Tokoh ulama besar Suriah, Syekh Mohammad Said Ramadhan al-Bouti, yang karya-karyanya menjadi referensi dunia studi Islam termasuk di pesantren-pesantren Indonesia, dibom oleh mereka ketika beliau berceramah di sebuah masjid di Damaskus pada awal Maret 2013. Beliau beserta 49 jamaah masjid syahid seketika oleh bom bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok salafi ekstrimis. Banyak kisah kekejian lainnya yang terungkap, semisal bagaimana mereka melakukan berbagai macam penyiksaan dan mutilasi yang mengerikan terhadap sejumlah orang hanya karena dianggap tidak sepaham dengan ideologi dan gerakan mereka, termasuk sejumlah ulama, pendeta dan tokoh masyarakat sebelum mereka mengeksekusi para korban. Yang lebih celaka lagi, semua kebiadaban yang sangat keji dan menjijikkan itu dilangsungkan sebagai ritus-ritus religi bagi mereka seraya selalu mengumandangkan yel-yel takbir…naudzu billāh min dzālik..!

Mereka sama sekali bukanlah para mujahidin di jalan Nabi Muhammad SAW. sebagaimana klaim mereka, melainkan pembunuh bayaran di jalan Yazid bin Mu’awiyah..!

Baca Juga:  Menelisik Gagasan al-Wahdah al-Muthlaqah Ibnu Sab’in

Mengapa kita perlu sedikit menyinggung kondisi aktual yang dihadap umat Islam saat ini? Apa hubungan antara kemunculan terorisme kaum salafi radikal dengan perlunya umat Islam mengenal revolusi ‘Asyura? Mengapa banyak anak-anak muda Islam yang terpikat oleh gerakan jihadis salafi global yang sangat agresif merekrut mereka di setiap waktu dan tempat?

Penulis tidak bermaksud membahas isu ini secara tuntas, dalam kesempatan kali ini, karena ia memerlukan ruang khusus pembahasan sendiri yang bisa ditinjau dari aspek teologi, sejarah, psikologi, politik, dan sosiologi. Hanya saja izinkan penulis untuk mengulasnya secara ringkas sebagai pengantar bagi pembaca untuk mencari jawaban sendiri.

Hal pokok yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa gerakan jihadis global yang diusung oleh salafi radikal sejak tiga dasawarsa terakhir bukan saja tidak bisa disandingkan dengan keagungan revolusi ‘Asyura bahkan saya bisa menyatakan bahwa kemunculan gerakan jihadis global yang berkarakter beringas dan tak beradab tersebut disebabkan antara lain oleh absennya kesadaran sejarah umat Islam terhadap kisah syahadah Al-Husayn di padang Karbala.

Banyak umat Islam, termasuk anak-anak muda yang menjadi sasaran empuk kelompok jihadis salafi, yang tidak mengenal sejarah perjuangan agung dan mulia putra-putri Nabi Suci SAW. berserta sahabat-sahabat yang terpilih. Mereka tidak pernah mengetahui bahwa gerakan amar ma’ruf nahy munkar Al-Husayn memiliki visi intelektual-spiritual yang agung dan dilakukan dengan metode dan cara yang sesuai dengan kemuliaan akhlak Islam.  Akibatnya, mereka mudah terkesan dan tertipu oleh penampilan lahiriah kaum salafi takfiri yang tampak saleh, mengenakan jubah, bercelana ‘nangkring’, dan memelihara janggut. Padahal akal dan hati nurani kaum takfiri itu umumnya kosong dari visi ruhani Islam dan umumnya mereka tidak peduli dengan pembinaan akhlak dan spiritualitas.

Baca Juga:  Memahami Islam Rahmatan lil ‘Alamin Melalui Pendekatan Pendidikan Karakter

Kita tidak perlu merisaukan para dedengkot kaum takfiri Wahabi  yang telah kehilangan akal sehat dan hati nurani dalam memahami Islam. Apalagi para pendukung politik dan finansial mereka yang sesungguhnya sama sekali tidak peduli dengan kebangkitan Islam, bahkan diam-diam telah lama menjalin kerjasama dengan musuh-musuh Islam dalam menebar fitnah dan pertikaian untuk menceraiberaikan umat Islam.

Yang perlu dan wajib kita perhatikan dan selamatkan adalah para pelajar dan pemuda Islam yang memiliki semangat yang tinggi dan murni untuk mendakwahkan dan memperjuangkan nilai-nilai Islam. Di satu sisi, semangat dan kebanggaan mereka terhadap kebenaran dan keagungan ajaran Islam tetap terus dipupuk, dan di lain sisi, pada saat yang sama kita harus mendidik mereka dengan memberikan visi yang benar dan metode yang sejalan dengan kemuliaan dan kesucian nilai-nilai Islam.

Nah, dalam konteks inilah, kehadiran buku Hikmah Abadi Revolusi Imam Husain yang diterbitkan oleh Sadra Press diharapkan bisa menjadi salah satu bahan referensi untuk mengajarkan para pemuda Islam bagaimana mestinya melayani Islam.

Al-Husayn bersama para syuhada Karbala telah memberikan teladan bahwa jihad di jalan Allah menuntut keikhlasan, keteguhan mental, kesabaran, kebesaran jiwa, kemuliaan akhlak, cinta kemanusiaan, dan kerinduan hati menjumpai Allah.

Al-Husayn mengajarkan kita bahwa gerakan melayani Islam menuntut pengorbanan diri, bukan pengorbanan orang lain.

Al-Husayn telah, sedang dan akan selalu menyinari jiwa kemanusiaan

Dikutip dari penggalan Pengantar buku Hikmah Abadi Revolusi Imam Husain (Jakarta: Sadra Press, 2013).

0 Shares:
You May Also Like