Betapa Istimewanya Ketika Hidup Damai dalam Keberagaman

Indonesia terlahir sebagai negara yang majemuk. Negara yang kaya akan keragamannya. Bentuk keragaman itu, misalnya dari segi agama, budaya, ideologi, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Kalau kita sadari, bahwa keragaman itu sebenarnya justru membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang amat istimewa, manakala bangsa Indonesia mampu mensyukuri serta menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian di setiap lini kehidupan.

Bukankah Tuan dan Puan mengetahui keindahan Pelangi? Bahwa, Pelangi dilahirkan dengan sengaja oleh Tuhan dari berbagai warna, agar kemudian saling berdamai dan menyatu, lalu melahirkan keindahan dan keistimewaan. Bisa Tuan dan Puan bayangkan, manakala pelangi saling bertengkar, memisah atau menyendiri sesuai golongan warnanya, akankah tercipta keindahan? Pasti tidak.

Indonesia pun akan mengalami nasib yang sama, keistimewaan akan pudar bahkan hilang dan lenyap, manakala keberagaman tidak lagi diindahkan, tidak lagi diharmonisasi oleh kesadaran otak sehat kita, kerjasama tak lagi jadikan dasar kehidupan, juga toleransi, tak lagi dijadikan sebagai perekat hubungan sosial manusia.

Saya jadi teringat Hannah Arendt yang pernah berpendapat bahwa kekuatan sejati adalah kemampuan manusia-manusia biasa, dalam bekerja sama untuk mengubah dunia secara nyata. Ia juga berpendapat bahwa perubahan yang nyata itu datang dari bawah, dari orang-orang yang bekerja bersama-sama.

Saya kira, hal itu sangat benar, bahwa ketika di dalam keberagaman yang dijunjung hanya dominasi kekuasaan, ingin menang sendiri, merasa paling berkuasa, maka pasti akan banyak menimbulkan kerusakan bahkan kehancuran.

Keberagaman adalah Realitas Hidup

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa Indonesia merupakan sebuah negara terbesar keempat di dunia. Indonesia juga merupakan salah satu negara paling beragam di dunia, baik dari segi agama maupun budaya.

Indonesia dengan adanya 17.000 pulau, memiliki ratusan bahasa, budaya, dan beberapa agama. Di dalam keragaman agama sendiri, Indonesia dianut oleh mayoritas penduduk yang beragama Islam. Keragaman agama di Indonesia pun sehingga boleh dibilang menjadi sebuah kekayaan nasional. Tetapi sayang, kini takpak kurang dihargai.

Baca Juga:  SASTRA DAN SUFISME

Keragaman di Indonesia yang sudah menjadi sebuah realitas, seharusnya kita hadapi dan hargai bersama. Sebagai manusia yang hidup di tengah bangsa yang pluralistik, kita patut menghargai, serta benar-benar berdamai dengan kenyataan.

Artinya, menyesuaikan diri dengan jalannya kehidupan Indonesia adalah solusi terbaik, tidak lain agar tak terjebak pada sikap fanatik yang membabibuta pada kelompok atau golongannya sendiri.

Tentu, selain itu, kita juga harus banyak belajar dari fenomena perang dunia dan konflik di masa lalu, ketika kita mundur seratus tahun lalu, kita bakal menemui dua perang yang amat menjijikkan, Holocust terhadap Yahudi di Jerman dan Gulag di masa Stalin, peperangan terjadi sebab di mana orang-orang yang dianggap sebagai musuh akan dihabisi tanpa ampun.

Oleh sebab itu, kalau kita kini disuguhi oleh sebagian manusia, dengan sikap yang serupa dengan hal di atas, yakni sikap merasa paling benar sendiri, maka dipastikan manusia itu sedang mengalami kelainan berpikir, atau manusia itu tidak memiliki sikap perdamaian pada jiwanya. Sehingga keberagaman pun tidak dipandang sebagai realitas yang harus dihargai dan dihadapi.

Bagaimana Menyikapi Keberagaman?

Kalau kita rasakan, memang keberagaman sebenarnya menjadi sebuah penghalang besar dalam melakukan kerjasama. Tetapi saya kira hal itu bisa ditepis. Misalnya, melalui berkumpul terlebih dahulu, seorang pengusaha mengatakan, “Berkumpul saja adalah sebuah kesuksesan” artinya, manakala berkumpul saja disebut sebagai kesuksesan, bagaimana jika tidak hanya berhenti pada fase itu (berhenti), tetapi juga akan berlanjut pada fase dialog dan musyawarah? Pasti keberagaman akan tampak istimewa, pasalnya syarat akan kedamaian.

Keberagaman juga bukan menjadi penyebab lahirnya sekat perbedaan, manakal perbedaan-perbedaan itu disikapi dengan nalar kritis dan jernih. Nah, kalau kini kita kerap disuguhi perpecahan dalam organisasi masyarakat maupun agama, saya menduga keras, bahwa hal itu menjadi isyarat mengenai keragaman yang tidak disikapi dengan bijaksana.

Baca Juga:  Gagasan Masyarakat Ideal Ibnu Bajjah dalam Tadbir al-Mutawahhid

Di Indonesia sendiri, kini kita dapat dengan mudah menjumpai perselisihan antara-agama, kelompok, sekte, etnis atau bahkan keragaman ideologi manusia sendiri. Pasti hal itu lahir dari ketidakbijaksanaanya menyikapi sebuah kebaragaman.

Apa masing-masing dari kita tidak sadar, bahwa manakala menghadapi keberagaman secara positif atau bijaksana akan menciptakan kemungkinan tak terbatas dalam melakukan perubahan atau membangun peradaban. Begitu pun sebaliknya, menghadapi keragaman secara keliru kerap kali menyebabkan kehancuran pada diri sendiri maupun orang lain.

Mari saling mencintai perdamaian dalam keberagaman.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Ziarah ke Sebalik Sungai Amu Darya (Bagian 2)

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ “Dialah yang menjadikan…