BELAJAR AKHLAK

Oleh: Nizar Afifi

Mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Memasuki bulan Rabiul Awwal, telah menjadi tradisi di tempat tinggal Pak Mursyid untuk rutin mengadakan acara peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., baik itu di masjid, musala-musala, atau di rumah-rumah warga. Bisa dibayangkan betapa padatnya jadwal maulidan bagi Pak Mursyid dan warga lingkungannya. Setidaknya dalam bulan ini, gema selawat akan terus terdengar hampir setiap harinya. Menyadari hal ini, Pak Mursyid memanjatkan doa dari dalam hatinya.

“Ya Allah, Ya Rasulullah, melalui pembacaan selawat dan rangkaian acara lainnya hingga doa-doa baik yang nantinya kami aminkan. Kami mohon kepada-Mu berkahilah lingkungan kami, guyub rukun sesama warga, dan hindarkanlah lingkungan kami dari fitnah dan perpecahan.”

Kali ini peringatan maulidan dilaksanakan di musala “Bayt an-Nur” yang lokasinya tidak jauh dari rumah Pak Mursyid. Tepat pukul 20.00 pembacaan selawat dimulai.

“Ya Rabbi Shalli ‘ala Muhammad # Ya Rabbi Shalli ‘alaihi wa sallim”

Satu bait selawat tersebut dilantunkan oleh Pak Ghofar, seorang tokoh masyarakat yang sejak beberapa tahun lalu diberi kepercayaan untuk memimpin pembacaan selawat.

Kompak, setelah Pak Ghofar memelankan suaranya untuk memberi jeda, saat itu juga masyarakat yang hadir berselawat mengikuti nada khas dari Pak Ghofar.

Kekhidmatan acara dapat terus terjaga dari awal acara hingga selesai. Setelah acara selesai, beberapa warga yang tempat tinggalnya tidak jauh dari musala memilih untuk santai sejenak ngobrol-ngobrol ringan. Salah satunya adalah Pak Mursyid.

Pak Komar membuka pembicaraan dengan pertanyaan, “Pak, kenapa sekarang banyak berita hoax ya?”

“Nah iya, sampeyan-kan sudah tahu kalau itu salah, mbok ya jangan suka ngasih kabar yang masih simpang siur, apalagi kalau sudah tahu kalau itu kabar bohong”, ucap Pak Saidun dengan logat Jawanya.

Baca Juga:  Shadr al-Din al-Qunawi: Penyambung Lidah Ibn al-'Arabi dan Sahabat Rumi

“Oh ya ndak toh Pak, sebelum saya ngasih info ke warga, sudah saya cek dulu kevalidan infonya. Apalagi saya di sini jadi keamanan lingkungan, masa ya keamanan ngasih berita bohong, bisa diamuk orang satu kampung saya.” Jawab Pak Komar mencoba meluruskan.

Mendengar kesimpulan dan saran dari Pak Saidun dan Pak Komar, Pak Mursyid teringat keterangan dari Gus Rohman, salah satu putra Kiai di tempat beliau mondok dulu.

“Belajar akhlak itu bukan hanya dari orang yang memiliki akhlak baik, tapi kita juga bisa belajar akhlak dari orang yang tidak/kurang berakhlak”.

Ingatan ini kembali dengan sendirinya dalam memori Pak Mursyid. Sejak mengikuti pengajian dan mendapat keterangan tersebut Pak Mursyid sulit untuk memahami maksud di dalamnya. Akhirnya Pak Mursyid mengerti maksud dari kalimat yang disampaikan oleh Gus Rohman bahwa, “Dari belajar akhlak dari orang-orang yang memang berakhlak baik dengan cara menirunya. Sementara cara kita belajar akhlak dari mereka yang belum berakhlak baik adalah dengan tidak melakukan perbuatan serupa”.

Dari sini, barulah kemudian Pak Mursyid mengeluarkan suaranya, “Coba kalau begini saja gimana bapak-bapak. Untuk menghindari hal yang demikian, coba libatkan hati sebelum kita mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu”.

“Bagaimana maksud melibatkan hati dalam suatu pekerjaan Pak?” Sahut Pak Komar yang penasaran dengan kelanjutan perkataan Pak Mursyid.

“Semisal saat kita melakukan pekerjaan dan ada rasa tidak nyaman dalam hati, alangkah lebih baiknya untuk kita telaah kembali, apakah ada yang salah dari apa yang sedang kita kerjakan. Tapi ketika hati kita nyaman dan tenang saat berkegiatan, Insya Allah apa yang kita lakukan adalah hal baik.” Lanjut Pak Mursyid.

Baca Juga:  Raden Ajeng Kartini dan Tafsir Sufi Faidh al-Rahman

Pak Komar yang belum puas dengan jawaban Pak Mursyid kembali menyambung pertanyaannya, “Jika hati sudah tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk bagaimana Pak?”

“Berarti hati itu telah mati. Maka dari itu, supaya hati kita tidak mati, ayo kita sama-sama menyempurnakan ibadah wajib dengan melakukan ibadah-ibadah sunah”, Jawab Pak Mursyid.

Kemudian Pak Mursyid mengakhiri perkataannya dengan ajakan untuk mengikuti teladan Rasulullah saw. Meskipun sangat sulit untuk mengikuti teladan dan budi luhur beliau, setidaknya kita bisa untuk menirunya dari hal-hal kecil untuk kemudian dibiasakan.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Gelap

Oleh: Nizar Afifi Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Pak Mursyid dan Bu Aminah merupakan pasangan suami istri yang…